peluru dari raina

193 18 1
                                    

Akhirnya bel yang di tunggu-tunggu, telah berdentang. Namun, perasaannya semangkin tak karuan. Rasa khawatir semangkin memenuhi relung kalbu.

Aku melihat ponsel yang kupegang. Namun, semua pesan yang kukirim tadi pagi belum dibaca olehnya. Kemana bulan? Mengapa ponselnya tak aktif, nomornya pun tak aktif. Kemana gadis itu pergi. Tak seperti biasanya.

"Yuk bri" ajaknya. Aku mengangguk sambil tersenyum.

"Langsung balik, atau mau nongki?" Tanya gian.

"Balik aja lah gi" ujar bryan. Sambil menarik tanganku. Tak lama bryan berhenti saat ponselnya berdering. "Bentar yah bri. Si vano nelepon" ujarnya.

"Bang. Bryan" ujarku.

"Iye"

"Hallo"

"...."

"Ok, gua kesana"

"...."

"Tempat biasa"

"..."

"Bri, kita ketemu bang vano dulu" ujar Bryan. Aku mengerutkan dahiku.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Gak tau, katanya penting"Bryan bryan.

"Ketempat biasa" ujar bryan. Gian dan ridu mengangguk mengerti. Aku mengikuti langkah bryan dengan terburu-buru. Ada apa ini? Aku melihat ke arah melisa dan rindu. Yang mengerutkan dahinya. Mengkode, apa yang sebenarnya terjadi. Aku menggeleng tidak tahu.

***
Di kafe bernuansa kelasik, aku melihat kak vano duduk sambil memangku dagu. Guratan kekhawatiran sangat terlihat jelas, diwajah putihnya. Seragam sekolah nya pun terlihat sangat acak-acakan.

Bryan, Gian dan Ridu sedikit berlari menghampiri kak vano. Aku melirik ke arah melisa dan Rindu. Hal ini sangat membingungkan. Apa ini berkaitan dengan kejadian yang menimpa melisa.

"Ikutin aja" ujar melisa. Kamu berdua mengangguk, mengikuti  apa yang dikatakan melisa.

"Ada apa bang?" Tanya Bryan.

"Ini soal_" vano menggantung kalimat yang akan ia lontarkan, sambil menatap kearahku. "Bulan" mataku melebar. Bulan? Aku tak salah dengarkan. Jantungku berdegup dengan begitu cepat. Kumohon ini bukan kabar buruk yang ku dapatkan.

"Mbak aku kenapa bang?" Tanyaku gemetar. "Pasalnya, dari tadi ponsel mbak bulan gak aktif" ujarku lagi.

"Gua juga gak tahu. Tadi, dia nelepon gua. Gak lama gua denger teriakan dan teleponnya dimatikan secara sepihak. Setelah itu gua gak tau apa-apa lagi" ujar Vano.

"Bang vano gak bohong kan!" Tanyaku.

"Engga, bin gua gak bohong" ujar vano.

Air mata ku tak dapat ku bendung. Apa kah ini penyebaba sedari tadi aku tak tenang. Ya tuhan, dimana mbak bulan berada saat ini. Bagaimana kabarnya aku harap dia baik-baik saja. Rindu mengelus bahuku yang bergemetar dan menenagkanku. Aku teringat bahwa bukannya tadi melisa mengatakan bahwa dia melihat raina membawa seorang gadis. Aku yakin itu bulan.

Aku langsung mengelap air mataku. "Ini ulah Raina!" Pekikku. Sambil membukan ponsel mencari kontak raina.

Bryan, menahan lenganku. "Kamu tau dari mana?" Tanyanya.

"Aku yakin yan" lirihku. Aku langsung menatap melisa. "Mel, tadi waktu kamu dikurung oleh edegar kamu melihat gadis yang di bawa raina kan?!" Tanyaku gemetar. Dia mengangguk lemah.

"Maksud kalian. Raina nyulik bulan gitu?!" Tanya vano. "Lo, gak usah bercanda Bin. Emang salah bulan apa?" Tanyanya.

"Aku yakin bulan tau sesuatu" ujarnya.

Pelangi setelah Hujan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang