sebuah permintaan

152 20 0
                                    

~☆~
Disaat fajar menyapa dengan baiknya alam mempersatukan kita dan di saat senja kembali datang tanpa perasaanya alam kembali memisahkan kita.
Dan tak  pernah mengijinkan kita untuk tetap bersama.

Nyatanya mereka benar-benar memanipulasi kehidupan.

♡PSH♡
~☆~

Di kantin berlian menatap orang-orang disekitanya  yang sedang sibuk dengan ponselnya masing-masing. Ia melihat satu persatu sahabatnya. Rindu sedang membaca novel versi Ebook, melisha sedang berfose ria didepan ponselnya, Gian dan ridu sedang sibuk dengan dunia game nya, dan pemuda disampingku pun sedang sibuk dengan ponselnya entah sedang apa. Aku menghela nafas berat sambil mengerucutkan bibirku. Apa mereka tak menyadari jika aku disini di landa kebosanan yang akut.

Aku memperhatikan gurup yang ada di pojok sebelah kiri. Bukannya itu ka Raka? Dan .... bukannya itu sahabat karib nya Raina? Jika ka raka dan sahabatnya ada. di mana raina. Apakah dia sakit? Dia sakit apa? Aku harap dia baik-baik saja disana. Aku tau raina pernah hampir merenggut nyawaku dan melukai kakakku. Tapi, aku yakin sebenarnya raina adalah gadis yang baik. Hanya saja rasa obsesi raina untuk memiliki bryan yang membuat dia berubah 180 derajat menjadi jelemaan pisikopat.

"Ngeliatain siap sih bri? " tanya bryan sambil menyimpan ponselnya di atas meja. Aku tetap diam dan enggan tuk menjawab, toh tadi saja dia sibuk dengan dunianya. Lantas untuk apa saat ini ia mkenanyaka apa yang aku lakukan.

Aku membuka ponselku. Aku terkejut saat melihat nontifikasi wahtsapp yang masuk. Nomor yang tidak di kenal. Aku membuka pesannya. Sungguh, betapa terkejutnya aku. Ini nomor wa kak Raka? Dan dia bilang bebasin sepupunya? Perasaan aku gak pernah menjebloskan seseorang kepenjara lantas siapa yang ka raka maksud.

"Yan, jawab pertanyaanku yang tadi" ujarku. Bryan menyerit bingung.

"Pertanyaan apa?" Tanyanya.

"Raina dimana? Aku mau lihat kabarnya" ujarku.

"Emang lu gak tau?" Tanya Melisha. Aku mengerutkan dahiku bingung. Apa yang sebenernya mereka sembunyiin selama ini.

" Gak tau? Gak tau apa sih?" Tanyaku balik.

"Kalo raina itu di pen ___ aww sakit Rin!" Pekiknya.

"Raina kenapa?!" Tanyaku pada mereka. Mereka kembali diam hanya pemuda yang berada di sampingku yang sedang menatap lurus. "Jawab! Gua yakin kalian semua pada tau kan? Apa yang kalian sembunyiin?" Tanyaku lagi.

"Raina di penjara, karena percobaan pembunuhan. Bri" ujar bryan.

"Yan. Siapa yang ngejeblosin raina ke penjara? Emang kalian gak kasihan sama nyokap dan bokap dia. Gak kasihan sama masa depannya. Yan, jawab!"

"Gua!" Bentak bryan. Yang membuatku sedikit terkejut. Bryan membentakku? Dia berani membentakku. Aku menunduk sambil menahan air mataku agar tidak terjatuh. Sttt..  kenapa lu jadi lemah kaya gini sih. Biasanya aja hati lo tahan banting. Masa dibentak sama bryan aja lu langsung nangis. Tapi, ini beda bentakkan bryan layaknya pisau walaupun satu kata yang di ucapkannya begitu menyayat sedikit demi sedikit sebongkah hati.

"Yan!" Bentak Ridu. "Ngapain lo ngebentak Bri. Padahal dia cuman nanya "siapa yang ngejeblosin si rain" so lu gak usah sampe ngebentak bisa kan!" Kesal ridu. Bryan mengusap wajah nya kasar. Ia lupa, mengapa amarah nya semangkin tak terkontrol seperti ini. Mood nya semangkin naik turun tak seperti biasanya.

"Bri ... bri ... sorry gua gak sengaja, gua minta maaf" ujar bryan. Sambil menungkup wajah bri dan menghapus jejak air mata yang membasahi wajah bri. "Gua minta maaf" lirihnya lagi.

Aku menggenggam jemari bryan, sambil tersenyum. "Aku gak apa-apa, tapi kamu harus janji gak akan ngebentak aku lagi kan?" Ujarnya. Bryan mengangguk sambil tersenyum

"Gua janji" ujarnya.

"Bryan gua pengen lo cabut tuntutan lo. Gua oengen Raina bebas. Lagian gua udah maafin si raina" ujarku sambil tersenyum.

"Apa!!" Pekik Rindu dan Melisha berbarengan. Aku menatapa mereka berdua. Yang terkejut dengan keputusan yang aku buat. "Lo gak lagi bercandakan Bi!" Tanya melisha.

"Guyonan kamu gak lucu!" Ujar Rindu.

"Gua gak lagi bercanda, gua serius!" Kesalku.

"Tapi dia hampir ngebunuh elu!" Ujar bryan.

"Tapi gua masih hidup kan?" Tanyaku. "So ... gua mohon bebasin dia. Kalian pikir saat kalian masukkin rain ke penjara, gak ada yang sedih gitu? Gua yakin banyak orang yang merasa kehilangan Rain. Lagian gua yakin raina adalah gadis yang baik sebenernya. Namun, rasa obsesi yang membuat dia nenjadi orang jahat"

"Tapi ___"

"Gua mohon" ujarku memohon semoga bryan mau mengabulkannya.

"Lo gak mikirin nyokap, bokap dan bulan. Saat lo ngambil keputusan kaya gini?" Tanya Bryan.

Aku mengangguk. "Gua yakin mereka gak akan pernah mempersalahin. Lagian gua udah sehat wal afiyat kaya gini" ujarku.

Bryan menghembuskan nafas kasar. "Iye gua bakal cabut tuntutan itu" ujarnya pasrah.

"Asikkk ... makasih bryan!" Pekikku senang. Bryan menatapku, hati lo terlalu baik. Bri. Sampe gua bingung cara ngomong yang sebenarnya tentang hubungan kita. Gua gak rela hubungan ini hancur hanya karna paksaan dari seseorang, gua gak rela hubungan yang perlahan terjalin ini hancu kesekian kalinya. Dan gua juga gak rela ngelihat lo harus jatuh kesekian kalinya. Gua boleh jujur? Gua benci dengan dunia ini. Seakan selalu memanipulasi, dan seakan hanya mempermainkan kita. Disaat fajar menyapa dengan baiknha alam mempersatukan kita dan di saat senja kembali datang tanpa perasaanya alam memisahkan kita kembali. Dan tak mengijinkan kita untuk bersama.

****
Aku berjalan di belakang punduk bryan, Bryan menggenggam erat jemariku. Aku tersenyum saat melihat genggaman kamu yang semangkin di perkuat oleh bryan. Dan, benar akhir-akhir ini bryan lebih posesiv di bandingkan hari-hari sebelumnya.

"Tunggu di sini aja" ujar bryna sambil menyuruhku duduk di kursi tunggu. "Bentar lagi raina keluar. Lo seneng?" Tanya bryan. Aku mengerucutkan bibirku. Bisakah ia berbicara menggunakan aku-kamu bukan lo-gua.

"Terus kenapa masih cemberut?" Tanyanya.

Sumpah yah nih orang gak peka-peka banget. Padahal gua udah ngasoh beribu-ribu kode, dari gua yang mulai pake aku kamu lah. Tapi tetep aja pake lo-gua. "Bisa gak sih ngomongny aku-kamu, bukan lo-gua. Berasa jadi temen biasa tau gak" ujarku.

Bryan tersenyum sambil mencubit hidungku. "Aww .. sakit bryan!!" Geramku.

Beryan kembali tersenyum, kali ini bukan hidung yang menjadi sasaran empuknya malainkan rambutku. Dengan sengaja ia mengacak-ngacak rambutku. "Acak-acakan ihk!" Kesalku, sambil mengericutkan bibirku.

"Jadi mau aku-kamu nih?? Ya, padahalkan lebih nyamanan lo-gua. Tapi, demi orang yang Gu ... ehk, aku sayang ok deh" ujarnya sambil menyubit pipiku.

"Ish, jangan cubit-cubit pipi aku nanti jadi chubby gimana? Mau tanggung jawab?" Tanyanya.

"Biarin, biar gak tirus kaya gini" ujarnya. Aku menatap wajahnya.

"Yan!" Panggil seseorang dari belakang. Aku dan bryan seketika berdiri dan menatap seorang gadis yang sedang mematung dengan wajah yang semangkin tirus.

Tbc♡♡

Pelangi setelah Hujan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang