surat untuk bri

173 11 0
                                    

ada hal yang lebih menyakitkan selain mendapatkan sebuah kekecewaan yaitu. Menerima sebuah kenyataan pahit dalam kehidupan

Dr Azzam alaqso

Berlian berlari menuju kamarnya. Ia tak percaya bahwa hari ini ia akan bertemu dengan seseorang yang menemani dan memberi warna pada hari-hari nya dulu.

Percayalah, ada rasa sakit yang tak bisa ia jelaskan, Rasa sakit yang harus ia samarkan. Ya Tuhan, pemuda itu saja sudah bahagia. Mengapa aku masih terjebak dalam sebuah perasaan yang seharusnya tak pernah ada.

Ia menangis dalam diam sambil mencengkram erat sprai menyalurkan rasa kesal yang begitu dalam.

Aku ingin bahagia...

Tok.. tok..

"Bri, ini mbak!" Teriaknya dari balik pintu. Bri langsung menghapus air mata yang mengalir dan membasahi wajahnya.

Bri menghela nafas berat. "Masuk aja, bak"

Aku pergi menuju meja belajar yang menghadap langsung ke jendela. Sambil memandang langit yang begitu cerah.

"Lo Kenapa?" Tanyanya. "Lo ketemu Bryan?" Tanyanya lagi.

"Enggak"

"Lo gak bisa berbohong ogeb!" Kesal bulan.

"Udah lah bak aku mau tidur, cape" bulan menghela nafas kasar. Sambil menghantakkan kakinya pergi meninggalkan kamar Bri.

"Argh .. mbak kesel sama kamu!" Ujarnya sambil membanting pintu kamar keras.

Ting ..

Bulan mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur.

Nomor yang tak dikenal?. Gumamnya.

085715****

Bisa kita bertemu?
Di cafe dekat dengan rumah kamu.
Saya vano.

Me:
Tentu

Bri bergegas mengambil tas slimbag. Dan bergegas pergi meninggalkan kamar menuju cafe. Vano? Untuk apa vano mengirim pesan dan ingin bertemu denganku.

***

Anna Dan bayinya? Aku terpaku saat menatap Anna duduk di depan meja caffe. Apa Bryan ada di sini? Dan vano.

Bri menatap layar ponselnya. Meja nomor 23? Bukannya itu. Meja yang diduduki oleh Anna.

Anna menatap ku sambil tersenyum manis. Ia melambaikan tangannya, sambil menyuruhku duduk.

"Hay Bri" sapanya. "Aku dengar kamu kembali ke Bandung dan berkerja di sini" ujarnya.

Aku mengangguk sambil tersenyum. "Iyah, kalo boleh memilik lebih baik aku tinggal di Semarang" ujarku. Wajah Anna sedikit berubah.

"Tunggu sebentar yah. Suami aku ingin menjelaskan sesuatu" aku melebarkan mataku. Oh ... Tidak ia pasti kembali bertemu dengan Bryan.

"Nah suami ku sudah datang" ujarnya. Aku segera menoleh mantap ke arah yang di tunjuk Anna. Mataku sedikit melebar. Mana Bryan disana hanya ada pria yang menggunakan jas berwarna hitam alias vano.

Vano mengecup kening Anna sebelum duduk. Bri terkejut melihat adegan di hadapannya. Bukannya Anna istri dari adiknya. Mengapa abangnya Bryan malah mencium kening Anna. Dimana Bryan? Aku mencari kesekeliling caffe.

Pelangi setelah Hujan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang