apa harus aku yang kembali mundur?

164 18 0
                                    

"Kepercayaan dalam suatu hubungan adalah jembatan untuk keduanya dapat melewati sebuah jurang perpisahan"

Pagi ini mentari bersinar dengan begitu terik. Aku berjalan di atas trotoar. Masalah kemarin malam, masih terngiang-ngiang dalam pikiran. Mengapa bryan jahat! Mengapa dengan tega nya ia membohongiku. Apakah ia tidak serius membangun hubungan ini kembali. Jika tidak, mengapa ia kembali!.

Air mataku turun tanpa dapat kucegah. "Stt.. sial kenapa harus nangis sih! Positf tihingkin siapa tau itu saudaranya. Kan? Jadi lo gak boleh nangis! Plis jangan lemah!"  Ujarku dalam hati. Sambil mengusap kasar air mata yang ada di wajahku.

"Berlian!!" Teriak ridu.

"Loh ridu?" Ujarku kaget. Sambil tersenyum ke arahnya.

"Lo gak bareng sama bryan?" Tanyanya. Aku mendengus kesal. Mengapa aku harus mendengar nama bryan di saat aku sedang malas mendengarnya. Aku menggeleng lemah. "Mau bareng gak? Sayang jok belakang masih kosong" ujar ridu. Aku tersenyum mendengarnya.

"Mangkannya A nya cari atuh. Biar tuh jok belakang gak kosong" ujarku.

"Dianya kan udah jadi hak milik orang lain" ujar ridu. "Mau naik gak nih?" Tanya ridu.

Aku tetap menggeleng dengan senyum yang mengembang. "Gak mau jalan aja" ujarku.

"Iyah yah gua lupa lu kan lagi jaga hati cowok lu" ujar ridu. "Yaudah yah gua duluan" ujarnya sambil meninggalkanku. Disatu sisi aku memang mati-matin menjaga perasaan bryan. Namun, di sisi lain ada hal yang meragukan hati ku. Apakah dia menjaga hatinya hanya untuk ku? Atau untuk orang lain. Aku kemabli menghembuskan nafas kasar. Entahlah, aku tak tau apa yang akan terjadi esok hari. Semoga esok adalah hari yang sesuai aku harapkan.

"Bri!" Panggil seseorang yang membuatku berhenti melangkah lebih jauh. Aku memutar balikkan tubuhku. Menatap lawan bicaraka yang sedang tersenyum dan melaimbaikan tangannya. Aku terpaku saat memenatap dirinya. Apa yang harus ku lakukan di sini, pergi atau menemui. Namun, jika aku mengambil opsi ke dua bagaiamana dengan hatiku? Yang masih ragu akan kesetianya.

"Buru naik" titahnya. "Aku ke rumah kamu. Tapi, kata bulan kamu duluan"  lamjutnya.

"Aku jalan aja" ujarku datar.

"Enggak kamu harus naik. Masa kamu gak kasian, aku udah ngebela-belain  nyusul kamu dengan kecepatan 80/kilo jam. Tapi kamu malah mau jalan?"

"Bukannya bisanya lebih ngebut dari itu?" Tanyaku balik.

Bryan terdiam. "Kamu marah?" Ujarnya lembut. Sial kenapa sikapnya berubah. Kenapa jadi lembut, suer gua gak bisa nahan dan pengen ngasih tau dia apa yang sebenarnya terjadi.

"Enggak" gumamku lirih.

"Udah buru naek" ujar bryan sambil menarik pergelangan tanganku, menuju motornya.

"Ihk .. aku ja.."

"Naik!" Bentak bryan. Aku menaiki motor bryan dengan hati kesal plus jengkel.

Di parkiran, aku menuri motor bryan tanpa sepatah kata yang keluar di bibir ku. Apa aku salah berperilaku seperti ini. Ya tuhan, apa yang harus aku lakukan untuk saat ini. Apa aku harus melupakan masalah foto atau meminta penjelasan pada bryan tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Ting!

Aku langsung membuka ponselku. Saat mendengar sebuah pesan masuk. "Gimana hubungan lo? Masih percaya sama cowok lo? Kalo dia bakal setia"   sebuah pesan dari nomor yang sama saat aku mendapatkan foto. Dan aku paham di sini pun dia sama membahasa topik yang sama. 

Apa aku harus mengabaikannya lagi? Seperti tadi malam. Argh ... apa yang harus ku lakukan. Aku yakin pilihan ini adalah pilihan yang baik. Aku harus menanyakannya. Menanyakan apa yang dia maksud dan dari mana ia mendapatkan foto itu.

" lo siapa? Dan jangan ngeganggu hubungan gua sama bryan" aku langsung mengirin pesan pada nomor yang sama. Siapa dia? Apa ada hubungannya dengan bryan dan aku.

"Bri" panggil bryan. Yang membuatku terkejut.

"Ehk"  kagetku.

"Kamu kenapa?" Tanyanya.

"Gak ... aku gak apa-apa" ujarku. Sambil pergi berlari meninggalkan bryan.

***

Bel istirah telah berdentang, anak-anak di kelasku telah berhambur keluar meninggalkan kelas. Aku menelungkupkan wajahku di atas meja. Namun, melisha dengan santai nya menarik tanganku menuju kantin.

"Woy! Sakit anjir" teriakku. "Bener yah, lu sama si Gian gak jauh beda!" Pekikku lagi.

"Apaan Bri?" Tanya Gian dari samping.

"Cewek lo rese!" Ujarku dingin.

"Siapa?" Tanya gian. Aku hanya mengehmbuskan nafasku kasar sebagai jawaban dan pergi meninggalkan mereka dengan berlawanan arah.

Saat ini aku hanya ingin satu hal. Yaitu ketenangan, suasana hati ku cukup tidak baik untuk hari ini. Dan aku benci itu.

"Bri!!" Teriak mereka. Yang tak ku gubris sama sekali.

"Cewek lo kenapa. Yan?" Tanya melisha. "Dari pagi dingin perasaan" lanjutnya. Bryan hanya menggelng tidak tahu. Ia, pun binging dengan sifat bri yang berubah.

"Kalo ada masalah selesain dengan kepala yang dingin. Kalo dia belum mau ngomong usahain dulu lo yang ngomong duluan. Pesen gua jangan egois" ujar Ridu sambil menepuk punggung bryan dan pergi ke kantin mendahului bryan.

Apa gua ada salah sama Bri? Sampe mood bri jatuh anjlok kaya gitu? Ya tuhan apa lagi ini. Bryan pun memutar jalannya menuju tempat yang biasa bri kunjungi saat moodnya sedang tidak baik seperti ini.

Tepat sekali, gadis itu sedang berdiam diri sambil memainkam ponsel dan menyumpal telinganya menggunakan erphone.

"Bri" panggilku. Bri menoleh dan membulatkan matanya. Dan, lamgsung menghapus air matanya. Aku sedikit terkejut saat melihat butiran bening membasahi wajah bri. "Kamu nangis?" Tanyaku sambil membelai rambut hitam legam bri.

"Kamu tau kan makna kepercayaan?" Tanyanya tiba - tiba. Aku langsung duduk di sampingnya, sambil mengangguk mantap.

"Kepercayaan dalam suatu hubungan adalah jembatan untuk keduanya dapat melewati jurang perpisahan" ujarku.  Bri mengangguk sambil tersenyum.

"Tapi, terkadang kepercayaan itu akan goyah. Jika, salah satunya telah berani menyembunyikan sesuatu dan tak mau terbuka" ujarnya.

"Kamu kenapa sih bri?" Tanya heran ku. "Aku mau kamu jujur apa ada masalah dalam hubungan kita?" Tanyaku lagi, Sambil menggenggam jemari bri.

"Kamu benar - benar gak merasa nyembunyiin sesuatu gitu?" Tanyaku.

"...."

"Selama ini aku udah berusaha terbuka, berusaha jujur dan apa adanya" aku menjeda ucapanku, saat menatapnya. Dan manahan air mataku agar tak jatuh kesekian kalinya. "Tapi kamu .. " air mataku tak dapat ku tahan lagi. Ia luruh dari pertahannku.

"Maksud kamu?" Tanyanya. Aku mengeluarkan ponsel dari saku bajuku. Dan membuka galeri, untuk menunjukkan sesuatu yang menjadi sumber kekacawan hatiku semalaman. "Ini kamu kan?" Tanyaku.

"...."

"Kamu bisa ngejelasin?" Tanyku.

"Dia cuman saudara" ujarnya.

"Aku harap itu jujur bukan kebohongan" ujarku.

Tbc ❤

Jangan lupa vote and comment guys 😄

Love you

Salam penulis
PenaBiru07

Pelangi setelah Hujan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang