"Anjirr.. gak nyangka gau kalo perjalanan dari Bandung ke Bogor itu jauh bet!" Keluh Gian.
"Lebay lo!" Ketus Ridu. Aku hanya memejamkan mataku menghilangkan letih yang kurasa. Ya memang aku baru sampai jam 15.00 sore. Pas saat anak sekolah bubar. Aku berharap perjuanganku tak berakhir sia-sia disini dan semoga aku mendapatkan kabar bahagia.
"Lo sih tadi ada acar makan dulu lah, istirahat dulu lah. Ribet bawa lo mah yakin" cerocos Ridu.
"Ya, kan gau cape" ujar gian santai.
"Gua juga sama kunyuk!!" Geram ridu. "Dia dimana Yan?" Tanyanya.
Aku menoleh dan membuka mataku. "Gua udah ngechat. Katanya ke kedai kopi tempai biasa ia bertemu sama bri" ujarku.
"Lo tau tempatnya?" Tanya Gian.
"Dia udah ngasih alamatnya" ujar ku.
"Buru berangkat" ujar Gian. "Penasar pengen cepet ngegibah sama bang vano dan kakak bulan" ujarnya sambil tersenyum.
"Najis. Dasar lembe turah!" Ketus Ridu. Aku pun langsung menyalahkan mesin mobilku menuju tempat dimana aku dapat bertemu sahabat Bri"
***
Langit mulai menjingga. Rasanya hari ini ada yang berbeda tak seperti biasanya. Rasanya ada yang hilang. Aku termenung dan engan tuk beranjak pergi dari taman sekolah padahal hari talah sore. Disampingku ada Rindu yang masih fokus dengan sepatu yang berwarna hitamnya. Sesekali dia melirik ke arahku. Namun, saat aku melirik balik dia langsung menunduk.
Aku tersenyum samar melihat aksi Rindu. Sifatnya mengingatkan aku dengan senja sahabat satu-satunya yang kupunya saat aku ada di Bogor. Ahk, berbicara soal senja mengapa aku menjadi rindu padanya yah. Biasanya aku akan bercerita banyak tentang sosok Bryan padanya.
"Lo kenapa sih?" Tanyaku. Sambil memandang Rindu yang masih menunduk takut. "Gua buakn setan jadi lo gak usah takut" lanjutku.
"Ma .. maaf" lirihnya. Aku mengerutkan dahiku maaf? What padahal dia tidak melakukan kesalah sama sekali.
Aku tertawa mendengar apa yang ia lontarkan. Konyol mengapa ia minta maaf atas apa yang tidak sama sekali ia lakukan. "Lo gak salah ngapain, lo minta maaf" ujarku.
"Udah lo sekarang jadi sahabat gua aja. Dari pada kagak punya temen" ujarku.
Dia mendongkak sambil tersenyum. "Tapi, aku orang miskin aku gak cocok sama kamu yang orang kaya kasta kita berbeda" ujarnya. Yang membuatku terkejut mendengarnya. Apa masih ada orang yang berpikir tentang kasta. Gila banget nih anak buset dah pemikirannya jauh banget.
"Emang lo pikir gua kaya?" Tanyaku. Dia hanya mengangguk sambil membenarkan kaca matanya.
Aku tersenyum. "Gua kagak kaya. Yang kaya ortu gua, gua mah cuman numpang" ujarku.
"Tapi.."
"Tapi apa? Pokok nya gua mau sahabatn sama lo!" Ketusku.
"Rumah aku kecil, aku gak punya harta, bahkan aku bukan anak femes kaya Riana" ujarnya.
"Bodo amat. Mau rumah lo kecil kek, gak punya harta kek, bukan anak femes kek. Pokoknya gua mau temanan sama lo tampa lihat lo punya materi ataupun ke femesan. Gak banget yah nant gua dikira pansos!" Ujarku sambil memutar bola mataku.
"Nanti malah aku yang disebut pansos" uajrnya lagi.
"Udah deh Rin. Gua yang mau temenan napa lo yang ribet mikirin kedepannya sih?" tanyaku.
"Tapi aku cuamn takut" lirihnya.
"Udah gua minat no wa lo dong biar besok gua bisa main sama lo" uajrnya. Dia pun mengeluarkan hendphonnya dan memberikan nomor nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi setelah Hujan (End)
Ficção AdolescenteAku merindukan saat-saat kita masih bersama tanpa mengenal waktu. Saat pertama kali kau mengajaku berkenalan dan danau menjadi saksi bisu bahwa persahabatan kita di mulai. Saat itu pula kau mengembalikan dunia ku yang hilang dengan kecerian yang kau...