Two

595 89 8
                                    

Vote & Comment

*

Hawa sudah duduk di kursi kerjanya, dia mengucap syukur dan terima kasihnya kepada Awan berulang kali karena dengan telponnya yang mengharuskannya agar kembali ke office mampu menyelamatkannya dari pesona Adam.

Dengan membawa proposal menu baru minuman yang akan dibuat demonya dalam waktu tiga bulan ke depan ke meja Awan yang kini tengah menerima telpon. Sepertinya tidak terlalu serius karena Awan menanggapi sang pembicara dengan tawa ejekan.

"Lo tuh emang pantesnya sama Hawa bro, ngapain aneh aneh pacaran sama Jovanka. Biar apa sih?"

Hawa mengernyitkan dahinya. Kenapa namanya dibawa-bawa pula, terus Jovanka juga diikut-sertakan. Apa itu Adam?

Ah sudahlah, batinnya.

Diletakkannya map yang berisikan proposal tadi di meja sang bos, dilihatnya Awan yang kembali mengejek sang lawan bicara sambil mengatainya bujang labil. "Ini ya pak bos,"

Awan tersentak hebat, dia mengumpat pelan, nyaris sedikit lagi ponsel terbarunya melumer di lantai. Ponsel yang bagian belakangnya terdapat gambar apel yang digigit di bagian atasnya, yang merupakan keluaran terbaru, yang baru dua hari dipamerkannya kepada Hawa hampir saja menuju kata ambyar. Dengan mengelus ponselnya dia melotot kesal pada Hawa yang kini memutar bola matanya.

"Ketuk pintu dulu bisa kali, Wa. Lo pikir nih HP murah apa? Baru juga kemaren pamer-pamer udah mau ambyar aja. Heran deh gue, lo sama cowok lo tuh hobi bikin gue kesel. Lo pengen gue cepet tua ya? Jah..."

"Woy Awan mendung berani ya lo bentak bentak cewek gue? mau gue sunat lagi lo?" seruan dari sang penelpon menghentikan segala curahan hati Awan membuat empunya mengerucutkan bibirnya, oke lagi lagi Hawa memutarkan bola matanya, awan yang merajuk seperti ini akan semakin menyusahkannya.

Hawa merebut ponsel Awan untuk diarahkan ke telingannya. "Udah dulu ya masku, mas Awan udah merajuk. Assalamu'alaikum," tanpa mendengar balasan sang empu Hawa langsung memutuskan sambungan telponnya dan meletakkan ponsel kesayangan Awan ke meja pemiliknya.

Dalam pertemanan ketiganya memang selalu begini, walau pun termasuk cewek sendiri tapi Adam dan Awan sangat menyayangi dan memanjanya dan berakhir membuat perasaan yang harusnya mampu ditahan oleh Hawa mengudara bebas. Hawa mulai merasakan detakan itu saat bersama Adam dan tidak jika dengan Awan.

Awan mengetahuinya, tahu jika Hawa menyukai Adam, tahu jika Hawa sangat mencintai sahabatnya sejak kecil itu. Maka tak heran kadang Awan meledek mereka dengan menggunakan kata cewek lo ataupun cowok lo yang pastinya juga tanpa sepengetahuan Jovanka, bisa kena gorok lehernya bila the real girlfriend Adam denger candaannya itu.

"Nih mas, udah jadi. Cek gih! Apa? pake segala monyong-monyongin bibir segala," cerocos Hawa sambil duduk di depan meja kerja Awan, bersedekap sambil menatap Awan dengan wajah garangnya layaknya ibu yang akan memarahi anaknya.

Awan semakin mengerucutkan bibirnya, kesal karena Hawa tak menangkap kode darinya atau malah sengaja pura-pura tidak paham, semakin membuatnya kesal. "Waaaa,"

Hawa menghela nafasnya dengan pelan, Adam dan Awan akan sangat manja jika merajuk seperti ini. Hawa fine aja jika itu Adam tapi tidak jika itu Awan. "Yaudah iya. Jam 7 ya mas, ntar gue tawarin deh Meganya mau ikut apa enggak."

"Jam 7 amat neng, habis sholat Maghrib ya? Ntar gue ngajak Adam sekalian deh," ucapan terakhir Awan membuat Hawa melotot kaget.

"Nggak, ntar mbak Jo cemburu lagi sama gue, marah-marah lagi. Gue kan jadi nggak enak mas,"

Awan berdecak acuh-tak acuh, sebenarnya dalam hatinya yang paling dalam dia sangat tidak setuju Adam dan Jovanka berpacaran. Selain posesif tingkat akut, cewek itu juga kurang sopan, menurutnya.

Adam & HawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang