Nyai Sembadra seperti biasa tak bisa menahan diri saat mendengar kabar pertunangan antara Juan dan Lara. Ia tak sabar berkendara ditemani sopir dari Kraton ke Bangil—tempat berdiamnya keluarga de Weisch.
Hanya 15 menit perjalanan, Nyai Sembadra seolah ingin meloncat dari mobil MPV berwarna marun itu dan segera mencari adiknya. Ayu Laksmita sedang duduk di kursi teras, menggambar desain baju pesanan, saat ia melihat kakaknya—dengan setelan jarik dan kebaya bordir yang tampak masih baru, sembari menenteng tas jinjing bermerk mahal, sedikit tergesa berjalan ke arahnya—ia segera menyambutnya dengan hangat.
Setelah berbasa-basi sebentar, Nyai Sembadra segera berkomentar untuk mengeluarkan seluruh uneg-uneg dan rasa herannya.
"Kok bisa, Dik Ayu? Katamu tadi, Juan keliru saat mau meminang Bestari? Seharusnya ia meminang Lara? Aku sungguh pusing saat tahu hal ini," komentarnya sedikit tersengal.
Pagi itu, seluruh putri-putri de Weisch tidak ada di Nugraha Wetan. Sedang beraktivitas di luar. Bestari bekerja di kantor PMI, Lara dan Gendis sedang kuliah, sementara Arimbi dan Woro masih di sekolah.
Tak lama berlalu, Mbok Darmi datang dengan sepoci teh hangat, dan sepiring banana cake.
"Tehnya, tanpa gula kan, Mbok Darmi?" ucap Nyai Sembadra.
"Nggih, Ndoro Nyai, tanpa gula. Seperti biasanya," jawab Mbok Darmi datar. Lalu berlalu ke arah dapur.
"Ya, memang kenyataannya begitu, Mbak Badra," tutur Ayu Laksmita, "Juan berkata ia telah keliru mengenali Bestari dan Lara. Semacam tertukar begitu."
"Waduh, kok bisa sih? Bukannya yang agak mirip Bestari itu si Arimbi ya?" katanya sembari menuang teh dalam cangkir, "Lara ... kan paling beda. Maksudku, ya cantik juga tapi kan tidak mirip Bestari dari mana-mana kecuali hidungnya saja."
"Hem ...," Ayu Laksmita berpikir sebentar, "tapi, perasaanku keputusan si Juan sudah final. Seminggu lagi keluarga de Borgh datang dari Den Haag," jelas Ayu Laksmita santai.
"Memangnya Juan dan Lara ketemu di mana? Yang kita ajak ke pesta keluarga de Borgh kapan lalu itu kan Bestari saja, Dik Ayu?" kejar Nyai Sembadra kurang puas.
"Entah Mbak, katanya Lara sempat datang ke resor dengan teman-temannya saat ada tugas membuat apa itu tulisan yang kayak di koran-koran itu lho," Ayu Laksmita menjawab sekenanya.
"Oh, begitu."
"Konon, Juan dan keluarganya ingin pernikahan ini cepat terlaksana."
Nyai Sembadra memegang dadanya, "Aduh, jantungku. Semoga saja pernikahan ini langgeng dan berkah. Kasihan si Bestari, masak dia dilangkahi adiknya begitu? Memangnya dia mau, Dik Ayu?"
"Tentu lah Mbak Badra. Bestari malah senang karena dia bisa tunangan dengan temannya yang calon dokter itu," ucap Ayu Laksmita dengan mata berbinar, "aku juga nggak capek tiap malam mendengar tangisannya. Konon sejak SD mereka sudah saling suka."
"Duh, Gusti? Sejak SD?" seru Nyai Sembadra, "pantas Bestari tak silau dengan harta Juan."
"Si Roma ini kan masih tetangga, Mbak. Rumahnya sekitar tiga blok dari sini. Teman masa kecil. Bestari kan begitu, agak melankolis beda dengan Lara."
"Oalah ... "
"Mungkin ini yang namanya cinta mati," komentar Ayu Laksmita sembari tertawa, "anak sekarang mana mengerti ruwetnya kehidupan rumah tangga."
"Ah, Lara ... masih muda sudah menanggung semua untukmu, Dik Ayu. Moga anak itu baik-baik saja nanti," ucap Nyai Sembadra sembari menikmati banana cake yang kenapa kok rasanya terlalu manis kali ini. Bisa-bisa gula darahnya melonjak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Pertama Lara (18+)
RomanceLara Lembayung berjingkat pelan turun dari tempat tidur. Kakinya yang jenjang menapak dengan hati-hati di atas lantai parket. Suara derit kayu pelan terdengar. Lara meringis. Ia menoleh ke samping. Lelaki itu masih terlelap. Matanya masih rapat ter...