Apa yang kau tahu tentang luka, Sayang?
Ada yang menghindar dan pergi jauh saat ia menemukan luka. Ada yang terpuruk dan tak mampu menghadapinya. Lara tidak termasuk keduanya.
Saat mengetahui dirinya hanya terdiam membeku di depan kamar. Sembari menatap punggung Juan yang menjauh.
Gadis itu hanya menghela napas. Mengedikkan bahunya, lalu melangkah seolah tak terjadi apa-apa.
Ia mencoba mengembalikan keriangan dalam dirinya. Mungkin Juan sedang mengalami gangguan hormonal. Haha! Siapa yang tahu?
Ia pernah menghadapi situasi yang lebih sulit dari ini. Pertemuan pertamanya dengan Juan di wisma de Borgh. Saat itu, ia bisa kuat bertahan. Jadi, kenapa tidak untuk saat ini?
Lara berjalan pelan ke ruang tamu, mengambil koper dan tas ranselnya. Lalu, memasuki kamar utama. Kamarnya dan Juan. Sesaat, ia berpikir.
Kenapa ia tidak menempati kamar di sebelahnya saja? Bukankah lelaki itu sangat sibuk?
Tadi, secara jelas dan gamblang lelaki itu tak ingin diganggu. Baiklah, ia tak akan mengganggunya. Lalu, apa yang akan dia lakukan di tempat ini?
Lara membuka lemari kecil yang berada di kamar kedua. Ia menyusun pakaiannya. Baju-baju gamis, rok, celana panjang, sweater, gaun resmi, beberapa kerudung, hot pant, kaos, dan ... lingerie.
Pipi Lara bersemu merah. Susunan lingerie itu masih nampak baru. Sama sekali belum terpakai. Ia juga belum melepas labelnya. Ada empat lingerie di dalam koper mungilnya. Hadiah dari saudari-saudarinya saat tahu ia akan berbulan madu.
Bulan madu?
Lara tergelak. Menertawakan diri sendiri. Inilah bulan madu. Mungkin bagi Juan pernikahan tidak sepenting arti resor yang legendaris ini. Atau mungkin bagi Lara pernikahan ini adalah pelunasan dari seluruh utang Nugraha Wetan.
Lara mengelus lingerie hitam di pangkuannya. Lalu meletakkannya di lemari bagian atas. Saat ini ia tidak membutuhkan pakaian itu. Ia lalu mengambil dress kaos. Ia ingin bersantai di dalam rumah kayu.
Gawai Lara tiba-tiba menyalak. Ia sudah pasti mengenal nada panggilnya. Mama. Hati Lara melonjak gembira. Sebelumnya, ia kira sinyal di daerah ini tidak cukup bagus sehingga setelah melihat sikap Juan ia merasa sedikit kesepian.
"Bagaimana di sana, Lara?" Mama dan ke-empat saudarinya bergerumbul di ruang santai. Bestari, Gendis, Arimbi, dan Woro saling berlomba melongokkan wajah di layer sempit gawai Ayu Laksmita.
"Duuh, yang pengantin baru. Pipinya merah mulu!" goda Arimbi.
"Iya, nih. Udah lupa sama kita ya ..." Woro tak kalah pula.
"Ra ... kamu gimana. Juan sopan dan baik, bukan?" ini jelas perkataan Bestari begitu melihat wajah Lara yang tampak sedikit pucat walau memamerkan senyum lega.
"Mbak Lara, kado lingerie dariku sudah dipakai kan?" goda Gendis. Disambut tawa cekikikan dari Arimbi dan Woro.
"Ssst, sudah biar Lara yang menjawab satu-satu. Gimana di sana, Nduk?"
Lara bingung harus menjawab apa.
"Baik, Ma. Aku baik-baik saja di sini. Tapi, banyak ngganggurnya."
"Yaa, kreatif dong, Mbak. Godain tuh Mas Juan sampai kapok," sahut Arimbi.
"Iya, dong Mbak. Jangan mau ngganggur gitu."
Lara hanya tertawa-tawa.
Siang itu ia menghabiskan hari dengan mendekam di kamar, bersenang-senang dengan keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Pertama Lara (18+)
RomanceLara Lembayung berjingkat pelan turun dari tempat tidur. Kakinya yang jenjang menapak dengan hati-hati di atas lantai parket. Suara derit kayu pelan terdengar. Lara meringis. Ia menoleh ke samping. Lelaki itu masih terlelap. Matanya masih rapat ter...