Hujan tidak turun begitu saja, Sayang.
Butiran-butiran bening melayang dari langit mengecup dedaunan yang basah dan membelai atap rumbia, di malam itu. Saat Juan masih duduk mengamati Lara di sisi tempat tidur.
Pandangan matanya yang tajam, tampak lelah. Raut wajahnya sangat kusut. Beberapa kali ia mengembuskan napas dalam-dalam. Berusaha menjaga jarak dirinya dengan Lara.
Tirai air dari langit itu menari-nari mengetuk-ketuk pintu jendela yang terbuat dari kayu. Memberi nada sumbang yang membuat Juan tak mampu memejamkan mata.
Kasihan, lelaki itu.
Juan masih mengepalkan tangannya, Sayang.
Menahan dirinya agar tak merasakan apapun dari dalam diri Lara. Sesuatu sebenarnya yang sejatinya adalah hal normal, yang biasa. Tapi, Juan bersikeras melawannya.
Saat hujan semakin menderas. Mengurung rumah kayu dengan ukuran paling besar di resor itu, lelaki itu berdiri. Ia masih merasa tak bisa meninggalkan gadis itu sendiri.
Jadi, ia mondar mandir di dalam kamar sempit itu. Ia berdecak dengan kesal. Tak berapa lama, hujan mulai mereda. Angin lembut membawa aroma tanah dan dedaunan yang segar.
Lelaki itu berdiri di depan jendela kamar Lara, membuka daun jendela kayu, tidak seberapa lebar.
Merasakan tamparan lembut angin malam yang begitu dingin. Ia seperti menghukum dirinya.
Ia kembali menoleh kepada Lara.
Wajah gadis itu masih tenang menghanyutkan. Benar-benar tidur dengan nyenyak.
Mungkin, gadis itu kelelahan. Juan membatin.
Sebenarnya, bisa saja ia meminta staf atau pegawainya membantu Lara mengurus rumah.
Sehingga gadis itu tidak perlu repot memasak, membersihkan rumah, atau mencuci pakaian. Ia bisa saja melakukan itu.
Tapi, Juan tidak mau.
Ia ingin melihat seberapa tangguh Lara menghadapi dirinya, menerima takdirnya sebagai penghuni Taman Asoka.
Tempat terpencil yang konon bisa mengubah segalanya, termasuk tekad gadis itu dengan pernikahan mereka.
Jauh di lubuk hatinya, Juan sebenarnya ingin gadis itu menyerah. Lalu pulang ke Nugraha Wetan dan mengadukan keadaannya yang tidak bahagia dengan pernikahan ini.
Namun, Lara belum melakukannya. Gadis itu masih kuat bertahan di sini. Menghadapi dirinya yang memuakkan dan menjengkelkan.
Baiklah, Lara. Mari kita lihat seberapa tangguh dirimu.
Bisik Juan di telinga gadis itu. Seperti mendesis. Nyaris tampak putus asa.
Ya, Tuhan! Sungguh dia ini lelaki normal. Juan nyaris berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Pertama Lara (18+)
RomanceLara Lembayung berjingkat pelan turun dari tempat tidur. Kakinya yang jenjang menapak dengan hati-hati di atas lantai parket. Suara derit kayu pelan terdengar. Lara meringis. Ia menoleh ke samping. Lelaki itu masih terlelap. Matanya masih rapat ter...