Di luar dugaan Lara tersenyum. Senyum memabukkan yang pernah dilihatnya, saat kali pertama mereka bertemu di jalan setapak menuju villa de Borgh. Atau mungkin saat gadis itu salah tingkah begitu tahu ia meminangnya secara mendadak?
"Mas Juan terlalu hati-hati. Sangat menahan diri," komentar Lara memandangi mata biru suaminya, dadanya terasa sesak. Mata itu masih seteduh dahulu. Seperti laut biru yang tak bertepi, "tapi aku tidak, aku masih menunggu," desahnya melepas apa yang selama ini mengganggu tidurnya.
"Maksudmu?"
"Mas Juan pasti mengerti maksudku," ucap Lara kemudian melangkah meninggalkan lelaki itu terdiam di sisi tempat tidur. Menatap punggung gadisnya yang menjauh kemudian menemui teman-temannya di ruang tamu.
Meninggalkannya terdiam cukup lama dalam keheningan yang getir. Baru kali ini Lara mengutarakan pendapat tentang dirinya sejak mereka menikah. Selama ini Lara hanya mengobrol dalam tema biasa-biasa saja. Nyaris hambar.
Sudah lama Juan tidak mendengar gadis itu mendebatnya seperti saat ia bertemu dengannya di kantor Taman Asoka.
Anda bisa menemukan perempuan idaman itu dalam kontes putri sejagat.
Itu adalah kalimat ironi yang pernah dilontarkan Lara, saat mewawancarai dirinya. Juan tahu gadis itu sedang mengejeknya. Ia cukup mengerti mengapa Lara seolah menyindir dirinya yang terlalu tinggi menetapkan level perempuan yang kelak menjadi istrinya, kala itu.
Harga dirinya sebagai lelaki saat itu diinjak-injak gadis ingusan yang hanya ingin menikah dengannya gara-gara keluarganya sedang bangkrut. Gadis yang cuma memikirkan nasib saudarinya. Sangat egois. Sungguh tidak masuk akal.
Selama ini ia seperti menghukum Lara dengan seluruh konsekuensi terburuk-bercerai. Ia tak mungkin jatuh cinta pada gadis itu semudah lelaki bau kencur yang dilihat selalu mencuri pandang ke arah Lara dengan wajah terluka.
Ia bukan lelaki seperti.
Tidak, hingga Lara dan pesonanya merusak hari-harinya yang sibuk di Taman Asoka. Sejauh mana ia bisa bertahan? Apakah ia memang terlalu hati-hati untuk mencintai seorang perempuan?
Bukankah selama hidupnya, perempuan-perempuan dengan segala keunikan dan pesona masing-masing datang dan pergi seperti musim yang berganti-ganti?
Ia tak mungkin mengorbankan kebebasannya selama ini hanya gara-gara pernikahan paling konyol yang telah disetting kedua orang tuanya dari Den Haag. Itu tidak akan terjadi.
Juan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rahangnya mengeras, dan dahinya berkeringat. Lelaki itu segara berdiri, mengambil jaket olahraga.
OOO
"Maret nanti aku akan wisuda, Ra," itu kalimat Osman begitu Lara duduk di bangku taman, menunggui Lun dan Nissa yang sedang membereskan barang-barang bawaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Pertama Lara (18+)
RomanceLara Lembayung berjingkat pelan turun dari tempat tidur. Kakinya yang jenjang menapak dengan hati-hati di atas lantai parket. Suara derit kayu pelan terdengar. Lara meringis. Ia menoleh ke samping. Lelaki itu masih terlelap. Matanya masih rapat ter...