Pena-1

942 36 3
                                    


Pemuda itu berjalan dengan wajah datarnya, seperti hari-hari lainnya. Dia memang dikenal begitu dingin dan penyendiri.

Di saat-saat menunggu jam mata kuliah berikutnya yang harus ia hadiri seperti biasa dia pergi ke belakang kampus. Di belakang kampus ada bukit kecil dengan hamparan rerumputan yang luas juga pepohonan yang cukup rindang. Dia duduk di salah satu pohon apel dengan buah memerah yang lumayan lebat. Dia menyandarkan punggungnya, kepalanya mendongak dan matanya terpejam. Dia mengambil napas yang begitu teratur, menikmati begitu tenang dan berharganya 'Me Time' yang ia miliki.
Tiba-tiba ia merasakan presensi lain yang duduk di sebelahnya. Dia cukup terganggu, tapi selama orang itu tak berisik ataupun mengganggu lebih dari ini, ia tak akan ambil pusing.

"Ekhem!" Baiklah, deheman itu cukup mengganggunya, dia membuka matanya dan melihat ke sebelahnya.

Sebuah presensi dengan rambut pirang tengah melakukan kegiatan yang beberapa detik lalu ia lakukan.

"Jangan menatap terlalu lama, nanti jatuh hati baru tahu rasa,"

Dia menegakkan tubuhnya, dahinya mengernyit sembari menatap tak suka. Orang di sebelahnya membuka matanya dan menatapnya balik dengan tatapan yang begitu tenang.

Sebuah uluran jabat tangan disodorkan padanya dengan senyuman miring yang membuat pipi orang itu mencetak lesung, "Hai, siapa namamu?"

Dia cepat-cepat meninggalkan tempat favoritnya itu, sial, tempatnya diambil alih orang lain.

"Hei! Hei!"

Orang itu tergopoh-gopoh mengikuti langkahnya yang ia percepat.

"Tunggu dulu!"

Dia membalikkan tubuhnya dengan amarah yang kentara sekali terlihat di wajah yang biasanya datar itu. 'Me Time' miliknya terganggu bro, dan jujur hal itu belum pernah terjadi. Dan saat hal itu terjadi hari ini, dia benar-benar membencinya.

"Penamu jatuh," Orang itu menyodorkan pena klasik kesayangannya, baiklah, untuk pertamakalinya dia seceroboh ini.

Dia segera membalik badannya dan hendak meninggalkan 'orang asing' itu setelah mengambil pena kesayangannya itu namun langkahnya dicegat kembali.

Matanya berotasi dengan malas, "Ck! Apa maumu?"

"Begini, pepatah mengatakan, "Tak kenal, maka tak sayang." Maka dari itu, biar sayang, kita kenalan dulu ok! Namamu siapa? Aku Kim Namjoon mahasiswa semester 6 Fakultas Seni Musik,"

Rahangnya hampir saja menyentuh lantai, cara berkenalan macam apa itu?! Dia menatap tak suka pada orang yang ternyata lebih tua darinya itu.

"Park Jimin," Ia menyambut singkat uluran jabat tangan yang sudah lama digantungkan itu.

Lebih jelasnya,
Namanya Park Jimin, mahasiswa semester 4 fakultas seni tari di Universitas Seni Yeoil itu.

Si muka datar Jimin hendak menarik kembali uluran tangannya, namun ternyata ditahan oleh yang lebih tua yang masih tersenyum tipis sedari ia mengulurkan tangan besarnya itu.

"Well, 'Sunbae' bukankah urusan kita sudah selesai? Aku masih ada kelas omong-omong," Jimin menekankan panggilannya padayang lebih tua dengan wajah menantang tepat ke wajah yang selalu tersenyum itu.

"Just call me 'Hyeong'. Atau, karena kita udah kenal, 'Sayang' juga boleh," Punggung tangannya dikecup tanpa izin.

Jimin menarik paksa telapak tangannya, segera menjauh secepat yang ia bisa dari orang yang bernama 'Kim Namjoon' yang terus memandanginya dengan begitu hangat dan senyuman miringnya itu-

Arrgh! Jimin benar-benar kesal!

Astaga! Apakah dia perlu menelpon RSJ dan menanyai apakah ada pasien yang kabur?!

"Sesekali tersenyumlah!"

Jimin masih bisa mendengar teriakan itu, dia malah semakin geram.

Bersambung....

I hope you like this;)

1 Desember 2019

Happy Hours ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang