Scare-13

263 25 1
                                        

Warning!!! Part ini mengandung muatan kekerasan.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Jimin segera berlari ke kamar sang kakak di lantai dua setelah mendengar bunyi pecahan kaca dan keributan yang lumayan keras untuk terdengar sampai ke meja makan di lantai satu, begitu pula dengan kedua orang tua itu dan beberapa pelayan.

"Hyeong!!!" Netra Jimin terbelalak setelah ia berhasil membuka lebar pintu kamar sang kakak.

"Namjoon Hyeong, letakkan pecahan kaca itu dan tenanglah, hmm?" Jimin mendekati perlahan sang kakak yang meremat erat pacahan kaca yang lumayan besar untuk melukai telapak tangannya.

Namjoon malah menodongkan pecahan kaca itu pada Jimin, "Diam di sana! Diam!"

"Sssttt, tenanglah Hyeong," Jimin mendekat sedikit-demi sedikit menunggu sang kakak lengah.

"Diam! Aku tak mau seseorang terluka di sini! Diam di sana!!!"

Tapi Jimin kembali melangkah.

Namjoon jatuh berlutut, mengusak-ngusak lantai yang penuh pecahan kaca, "Aku bilang diam- diam di sana- jangan mendekat- mereka melukaimu- maafkan aku, maafkan aku," Ucapnya berkali-kali sembari tersedu, meremat banyak pecahan dalam kepalan tangannya dan memeluknya erat.

Jimin memegangi kedua tangan Namjoon di belakang tubuhnya,
"Pelayan Jo, cepat!" Ucap Jimin karena sang kakak lengah sementara terus meraung-raung lirih sambil terus tersedu begitu dalam.

•••

"Hyeong, makan,"

Namjoon menggeleng samar, tatapannya masih kosong.

"Maaf," Ucapnya tiba-tiba.

"Hmm?"

"Aku seperti orang gila tadi pagi, maafkan aku, kau tergores pecahan kaca," Namjoon menatik lengan Namjoon yang diplester, mengusapnya begitu lembut.

"Maaf," Ucapnya lagi.

"Adikku meraung kesakitan dan aku tak bisa menolongnya Ji, aku kakak yang buruk,"

"Tidak Hyeong, kau-,"

Namjoon menggeleng cepat, "Tidak, seharusnya aku mati saja malam itu, kenapa hanya aku yang selamat? Kenapa hanya aku yang masih hidup?"

"Hyeong," Jimin menggeleng Pelang sembari mengusap pipi sang kakak yang kembali dibasahi air mata.

Namjoon menutup matanya, "Maaf," Ucapnya lagi untuk kesekian kalinya sembari menarik lutut dan memeluknya, menenggelamkan kepala di sana dan kembali tersedu sembari terus menggunakan permintaan maaf.

Jimin menaruh mangkuk bubur yang ia pegang, memeluk sang kakak penuh afeksi sembari terus menggumamkan kalimat-kalimat penenang bahwa semua itu bukan salahnya dan semuanya akan baik-baik saja.

•••

Kini Kim sekeluarga sedang berada di ruang bersantai mereka, Namjoon sudah lebih tenang setelah hampir seminggu diawasi dengan ketat dan mengurung dirinya sendiri di kamar.

"Aku pikir aku telah merepotkan kalian, sangat, jadi, sepertinya aku akan pergi saja dari rumah ini. Aku tak ingin menyakiti siapa pun." Pernyataannya malam itu.

Jimin menyanggah mati-matian tapi keputusan Kim Namjoon harus tetap ditelan bulat-bulat.

•••

Dia melangkah tanpa tujuan, benar-benar dengan pikiran kosong dan tatapan penuh putus asa meski tubuhnya masih bergerak.

Maka tengah malam itu, sorot mendadak kembali menyilaukan netranya tiba-tiba, bunyi klakson melengking panjang, dia hanya diam, menerima takdirnya, menerima 'panggilan' untuknya. Dia berhenti di sana, mematung sedetik namun kemudian jantung itu berhenti untuk selamanya.

Bersambung....

Happy Hours ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang