Memories_2-12

230 22 0
                                    

Warning!!! Part ini mengandung muatan kekerasan.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

"-Itu kau Hyeong,"

Namjoon memegangi kepalanya—sedikit pusing melanda, dia mundur selangkah ke belakang.

"Hyeo-ng, m-maafkan aku, malam itu aku- aku benar-benar ketakutan dengan apa yang kulihat, darah, kekerasan, semuanya,"

Namjoon mengisyaratkan Jimin untuk berhenti  bicara dan menyalahkan dirinya, "T-Tidak Ji, tunggu, jangan bahas itu dulu- arrgghh!" Napas Namjoon terengah.

Dia jatuh berlutut sebelum akhirnya terbaring juga meninggalkan Jimin dengan kepanikannya.

•••


Pukul 7.30, Namjoon baru menyelesaikan sekolahnya seperti biasa dan tengah menuju tempat kerja paruh waktunya masih dengan seragam yang masih melekat. Malam ini cukup dingin, mungkin sebentar lagi sudah masuk musim dingin.

Srett!

Tiba-tiba kerah seragamnya ditarik ke gang sempit yang cukup gelap dan tubuhnya dibuat tersungkur karena di lemparkan cukup keras hingga menabrak dinding gang itu.

Namjoon jelas tahu kelima laki-laki itu, sekelompok anak nakal yang menjadi pelanggan tetap untuk memukuli tubuhnya.

"Jadi tikus kecil ini yang berusaha melaporkan kita ke kumite sekolah hmm?" Seseorang menarik kerah bajunya, memaksanya berdiri dan menekannya ke dinding yang dingin.

Dia melihat seorang anak yang sepertinya lebih muda darinya, dia menatap anak itu, memohon untuknya agar meminta pertolongan di luar sana, memanggil seseorang dan pergi dari sana segera karena Namjoon tahu anak itu tak dikenalnya yang berarti 100% tak ada kaitan dengan urusan segerombol anak kasar ini.

"Oh iya, ada kejutan Joon, bawa mereka ke sini!" Ucap salah satu dari mereka.

Sekarang Namjoon tahu kenapa 2 yang lain dari mereka tak ada di sana seperti biasanya. Adik perempuannya dan sang ibu diseret oleh dua orang yang lebih tua satu tahun darinya itu dengan tangan terikat dan mulut dibekam kain.

Namjoon menggeleng keras, "Tidak- Tidak! Jangan sakiti mereka!!!"

Bugh! Perutnya ditendang dengan keras.

"M-Maafkan aku, kumohon lepaskn mereka! Kalian bisa lakukan apa pun padaku, tapi tidak pada mereka, tolong!"

Bugh! Kali ini sasarannya pipi, ujung bibirnya berdarah.

"Hmm, sepertinya mereka benar-benar berharga untukmu hah?" Rahang Namjoon dicengkeram kuat.

"K-kumohon lepaskan mereka, kalian bisa lakukan apa pun padaku, tapi tolong lepaskan mere-,"

Bugh! Bugh! Bugh!

"Kau terlalu banyak bicara bodoh!"

"Kau pikir kumite sekolah akan menghukum kami?!! Hahaha! Bodoh!!!"

Bugh! Bugh! Bugh!

Tubuh Namjoon kini dibiarkan tersungkur, mereka berlima mengeroyoknya, menendangnya, menghajarnya habis-habisan.

"Ah! STOP! Sekarang mari bersenang senang dengan mereka, kalian berdua! Pegangi dia!" Tubuh Namjoon dipaksa berlutut.

Kepalanya menggeleng kasar dan cepat memberontak kala meniknya melebar dan dengan jelas menyaksikan mereka menghampiri kedua orang tersayangnya.

Pertama ibunya, "Ucapkan kalimat terakhirmu Joon,"

Namjoon menggeleng cepat, "J-Jangan! Kumoh-,"

Dorr!!! Tubuh sang ibu terjatuh melemas seketika dengan lubang di kepalanya.

Tangis yang sudah di ujung pelupuk menganak sungai seketika, Namjoon meraung-raung, semakin keras dan menggila saat kelima orang itu mendekati sang adik, menampar pipi gadis itu untuk menyadarkan gadis itu dari kegilaannya dan menghentikan tangisnya.

"Tidak! Jangan!"

"Oppa! Hiks Tidak!!! Jangan!!! Henti-hhh-kan!!! Oppa tolong-hh!"

Namjoon memberontak sebisanya, namun tubuhnya terlalu remuk untuk melawan dua orang yang menekan tubuhnya agar tetap diam.

"Tidak!!!"

"Oppa! Hentikan! Jebal-hh!"

•••

Namjoon masih dengan tatapan kosongnya, menatap dua tubuh tak bernyawa orang-orang tersayangnya, "Brengsek!!!" Dia tiba-tiba melawan meski tubuhnya tetap kalah karena pada akhirnya dia mendapat tendangan keras di kepala dan berakhir tak sadarkan diri.

•••

Dia terbangun, segera bangkit kala menyadari apa yang telah terjadi masih dengan kepala yang didera pening luar biasa. Meski tubuhnya dirasa remuk dia tetap berusaha belari, meminta pertolongan pada siapa pun yang mungkin melewati jalan itu.

Sebuah cahaya lampu mobil yang tiba-tiba menyorot membuatnya berhenti sejenak dan-

Brakk!!!

Ckiit!!!

"Astaga Yeobo!"

"Ayo cepat kita bawa dia ke rumah sakit,"

•••

Namjoon mengerjap, terbangun di kamarnya sendiri dengan napas terengah dan tubuh dipenuhi peluh. Dia tiba-tiba ketakutan, malam itu, dinginnya, wajah kesakitan sang ibu juga adiknya, jeritan permohonan tolong adiknya, tertawaan dan kekehan tujuh orang itu. Semuanya melintas kembali sekelibat-sekelibat dalam pikirannya.

Tubuhnya bergetar ketakutan, Namjoon menutup telinganya rapat-rapat berharap suara-suara itu akan berhenti menghantuinya.

Dia menengok ke kanan, mendapati segelas air jernih terletak apik di atas malasnya, dia meraih benda itu masih dengan tangan yang bergetar.

Namun tiba-tiba dia melihat wajah salah satu orang diantara ketujuhnya tersenyum menyeringai di permukaan cermin di hadapannya. Namjoon reflek melempar gelas dalam genggamannya dan meraung ketakutan setelahnya.

Bersambung....

Happy Hours ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang