Juventino Kim tak pernah mengharapkan sahabatnya akan seperti ini. Juno–sapaannya–sangat menyayangi Mikha seperti adiknya sendiri. Pemuda manis bersurai pirang yang lebih muda 4 bulan darinya itu adalah sosok yang sangat polos dan juga jujur.
Mikha adalah orang terakhir yang akan Juno sakiti mengingat begitu sayangnya pada pemuda beriris shappire itu.
Hanya saja, Mikha itu setengah lemot dan setengah goblok–kasarnya–untuk menanggapi sikap Juno selama ini terhadap pemuda itu. Pria keturunan Korea itu tak pernah sekalipun merasa terbebani akan keberadaan sosok Angello muda itu.
Mikha juga tergolong seorang makhluk yang sangat tidak peka akan keadaan sekitarnya. Selalu menyalahkan dirinya sendiri atas segala kesialan yang ada disekitar pemuda bersurai pirang itu. Selalu dan selalu yang mana membuat Juno kadang merasa gemas akan sifat Mikhaela yang satu itu.
Juno bukan orang yang budek ataupun buta. Ia sangat tahu bahwa si pirang itu sedang mengalami namanya krisis kepercayaan diri. Atau kita sebut saja disorientasi diri, dimana pemuda itu seperti hampir tak mengenal dirinya sendiri.
Membuat si manis beriris shappire itu terlihat menyalahkan dirinya dan melukai dirinya sendiri.
.
.
.
Semuanya berawal dari hari itu. Tepatnya sebulan lalu atau lebih. Ketika Juno mengetahui bahwa sang sahabat telah berakhir dengan si cucu pemilik sekolah mereka–Daniel Lorenzo.
Semenjak hari itu juga si pemuda yang di agungkan seantero sekolah itu menghilang, kesialan selalu menjadi teman Mikhaela. Bukan Juno berniat menghina atau menyindir tapi hal itu memang benar adanya.
Sebelum mereka berpacaran pun Mikha tak pernah sekalipun terpuruk seperti saat mereka–Daniel dan Mikha–berpacaran. Meski sekalipun si manis bersurai pirang itu sudah di kucilkan oleh seisi sekolah, namun tidak separah saat Daniel menghilang atau bisa dibilang cuti selama sebulan dari bangku sekolahnya.
Mikhaela sering sekali di bully dan yang lebih parahnya lagi anak itu selalu pulang dengan membawa luka baru setiap harinya. Tak hanya itu, kehidupan rumit yang di jalani si iris shappire itu bahkan sudah memberatkan dirinya selama masa hidup 18 tahunnya itu.
Tidak mendapat pengakuan dari satu-satunya anggota keluarga yang dimiliki adalah hal paling menyakitkan yang bisa Juno katakan. Bagaimana Mikha begitu menderita di saat ibunya memilih menjadi gila–garis bawahi menjadi gila–demi menjauhi anaknya sendiri adalah hal paling parah yang di pikirkan Juno.
Ingin sekali Juno mengumpat kasar bagaimana begitu acuhnya sang ibu terhadap anaknya sendiri dan malah membuat sang anak merasa tertekan akan kehidupan yang di jalaninya. Bagaimana seorang Mikhaela Angello selalu menyalakan dirinya sendiri akibat kelahirannya yang tak pernah diinginkan itu.
Juno sangat sedih mengetahui itu dan jelas ia tahu bahwa Mikha tidak pernah baik-baik saja dengan masalah rumit itu. Pemuda manis itu pastinya sangat sakit. Entah itu sakit hati maupun sakit lainnya.
Juno hanya berharap semua itu cepat berakhir dan ia dapat kembali melihat senyum Mikha yang tak pernah di paksakan lagi. Senyum innocent dan tulus yang sayang sekali sudah sangat jarang dilihatnya itu. Mungkin terakhir kali ia melihat itu saat Mikha dengan polosnya membeberkan rahasia kecilnya.
Sebuah rahasia yang mana berakhir dengan begitu mengerikan sekarang ini. Juno bukan ingin menjadi hiperbolis, tapi itulah kenyataan yang dialami Mikha. Sahabat polosnya.
*****
With love,
Khey NocQend
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Without WINGS [END]
Teen FictionTittle : "WITHOUT WINGS" Genre : Romance, School life, Shounen Ai Status : 32 Chapter + 1 Extra Chapter (Tamat) Publish : [07.01.21 - 17.02.22] Author : Khey NocQend Subtittle : Indonesia Deskripsi: Dia berteriak. Melepas segalanya. Tak tersentuh. ...