Part 1

1.9K 274 10
                                    

"Selamat pagi anak-anak. Bagaimana kabar kalian? Sehat?" Lidya tersenyum sembari meletakkan tas dan buku yang berada di tangannya.

"Pagi Bu," jawab  murid-murid dengan serempak. Lidya memberitahu kepada ketua kelas untuk segera memimpin doa.

Setelah selesai, mata cantiknya mengedar melihat para muridnya. Ia membuka buku presensi, memanggil satu persatu siswanya. "Seperti yang Ibu bilang beberapa hari lalu, kita akan mengadakan kelas di luar. Bukan di halaman ya, tapi di dalam perpustakaan. Kita akan membahas tentang cerpen. Untuk itu, kalian siapkan buku dan alat tulis. Kita akan segera ke perpus."

Lidya dan siswanya beriringan menuju perpustakaan. Di tengah lorong, ia bertemu dengan Jeno. Agak canggung memang. Lidya tertegun, entah mengapa ia merasa lain dengan pandangan rekan kerjanya tersebut. Namun, ia buru-buru menggelengkan kepala. Ini pasti gara-gara pesan yang dikirimkan pria itu. Mana mungkin Jeno masih menyimpan rasa terhadapnya.

Lidya tersentak saat bahunya ditepuk pelan. Ia menoleh dan mendapati siswanya yang mengenakan kacamata.

"Maaf, Bu. Dinda mau tanya, ini nanti kami setelah menemukan cerpen harus bagaimana?"

Lidya tersenyum. "Nggak apa-apa, Dinda, silakan kembali ke tempatmu. Nanti Ibu akan jelaskan." Ia menjelaskannya pada murid-muridnya. Dan untuk apa mereka di suruh mencari cerpen.

Jam pelajarannya telah usai. Lidya mengambil tas di atas meja kerjanya. Hari ini jadwalnya mengajar sudah selesai, tidak sepadat kemarin. Ia harus menggantikan guru yang tidak masuk. Mau tidak mau. Gadis itu melakukannya. Terdengar suara ponsel dari dalam tasnya. Ia segera mengambilnya untuk melihat siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Lidya tertegun saat membacanya. Dirinya tidak lantas membalas. Melainkan raut wajahnya berubah gusar. Ada apa dengan orang tersebut menghubunginya setelah sekian lama.

"Bu Lidya, nggak pulang?" tegur rekannya sesama guru.

Lidya baru tersadar. Ia menjawabnya, "ah, iya Bu Rita. Ini baru mau pulang." Terulas senyum tipis di bibirnya. "Aku pulang dulu, Bu." Lidya berpamitan.

Rita mengangguk, "hati-hati di jalan ya."

"Iya," seru Lidya.

Sepanjang Lidya berjalan kaki pikirannya melambung jauh. Ia masih memikirkan pesan itu. Entah apa yang akan terjadi jika mereka bertemu meskipun rasa rindu tidak bisa di bendung kembali. Namun masa lalu seakan menyitanya untuk berhenti. Mungkin itulah yang membuatnya tidak bisa melepaskannya begitu saja.

Lidya tidak membawa motor karena sedang musim hujan. Ia lebih memilih menggunakan transportasi umum agar tidak kehujanan. Gadis itu hanya perlu membawa payung. Melihat toko roti saat tengah berjalan, Lidya teringat sang ibu. Ibunya sangat menyukai roti coklat. Di nikmati saat hujan ditemani secangkir kopi atau susu. Itu, sangat menyenangkan.

Ia lantas masuk ke dalam toko roti. Ada beberapa orang yang mengantri. Lidya segera mengambil tempat di belakang ibu-ibu yang bertubuh tambun. Takut ada yang menempati dan membuatnya lebih lama. Toko itu menyetel sebuah lagu barat. Lidya tidak tahu judul lagu tersebut. Lagunya memang enak di dengar. Sampai ia tidak fokus. Ibu-ibu di depannya terdorong membuatnya ikut terdorong ke belakang. Karena tidak dalam posisi siaga. Lidya sempat terhuyung namun di belakangnya ada yang menahan punggungnya. Sontak Lidya menoleh lalu mendongak untuk melihat wajah seseorang itu. Ia adalah seorang pria tegap yang sedang menahannya agar tidak jatuh.

"Oh, maaf.. " Lidya segera berdiri tegak. "Maaf, tadi ada yang ngedorong dari depan jadi aku .. " Pria itu hanya mengangguk. Membuat Lidya menghentikan penjelasannya. "Sekali lagi maaf." Ia berbalik untuk kembali mengantri. Lidya menatap tajam punggung ibu-ibu di depannya. Orang itulah yang menyebabkannya hampir terjatuh jika tidak ada yang menahannya. Tetapi tidak meminta maaf padanya. Ia berdecak dalam hati.

Big Heart (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang