Part 6

1.1K 233 4
                                    

Setelah acara makan selesai, tidak lama rekan kerja Lidya berpamitan pulang. Lidya mengantar mereka sampai ke depan rumah. Teman Lidya yang wanita memeluknya dan mengucapkan kata 'Semoga cepat sembuh'. Lidya mengamini dalam hati dan berterimakasih atas perhatian mereka padanya. Rudi mengerlingkan matanya saat bersalaman. Kaendra di sebelahnya seolah seperti pengawal saja. Kemudian pria itu ke mobilnya. Range Rover hitam yang berada di pinggir jalan. Ia membuka pintu belakang mobil lalu mengambil sesuatu.

"Bener dia bukan pacar kamu, Lidya?" Rudi yang masih saja kepo dengan hubungannya dan Kaendra.

"Bukanlah," bisiknya.

"Masa sih, kalau bukan kenapa dia ngasih hadiah?" ucap Rudi dan Lidya mengikuti pandangannya. Kaendra sedang berjalan ke arahnya membawa boneka beruang yang sangat besar berwarna putih. Hampir saja mulutnya menganga lebar.

"Aku lupa ngasih ini," ucap Kaendra dengan polosnya. "Biar aku bawa ke dalam ya," belum juga menyahutinya. Pria itu sudah meninggalkannya.

"Lid, nemu cowok model begitu dimana?" celetuk Kiki. Matanya berbinar-binar. "Aku mau atu," ucapnya kegirangan.

"Kalian ini ya, udah pulang sana!" usir Lidya karena selalu menggodanya. Mereka tertawa melihat Lidya kesal. Satu persatu mereka menaiki motornya masing-masing.

Dan terakhir Jeno berpamitan pada Lidya. Ia tersenyum kecut. "Nggak aneh kamu nolak kita balikkan," ucapnya sinis. "Ternyata dia lebih dari aku. Namanya cewek pengen yang lebih, iya kan?!" sindirnya.

Lidya menatapnya tajam. Ia sudah tahu betapa bejatnya Jeno. Karena telah menduakannya dan Nadia. Ingin rasanya ia berteriak di depan wajah pria itu. Namun Lidya masih mempunyai hati nurani untuk tidak mempermalukannya di depan umum. "Hati-hati di jalan," ucap Lidya dingin tanpa mengendahkan perkataan Jeno. Pria masih menertawakannya saat akan pergi.

Lidya membuang napas dengan kasar. "Dia emang cowok berengsek!" umpatnya sebelum masuk ke dalam rumah. Ia mengedarkan pandangannya mencari sosok Kaendra, tidak ada. Bu Mirna langsung tahu apa yang putrinya cari. Ia memberitahu jika Kaendra berada di kamarnya membawa boneka. Lidya tidak menyukainya, bagaimana bisa orang lain masuk ke kamarnya. Apalagi seorang pria, dengan cepat ia menaiki tangga.

Pintu kamarnya terbuka, ia berdiri di ambang pintu. Memantau apa yang Kaendra lalukan di ruang pribadinya. Ia berdehem, pria itu menoleh ke belakang.

"Maaf, aku cuma naruh bonekanya aja," ucapnya.

"Aku belum nerima boneka itu,"

"Ini cuma hadiah kecil aja kok." Lidya melirik boneka yang sudah nyaman duduk di pinggir ranjangnya.

"Lain kali jangan ngasih apa-apa lagi," ucap Lidya seraya menatapnya serius.

"Kenapa?"

"Itu akan membebaniku," ucapnya jujur. "Aku tau kamu ngelakuin ini semua karena Nadia. Kamu mau bertanggung jawab atas kesalahan Nadia lakuin sama aku? Sedangkan itu bukan masalahmu. Walaupun kamu kakaknya. Aku rasa udah cukup, jangan seperti ini lagi. Sekarang aku udah mulai bisa menerima semuanya. Dan aku berterimakasih padamu atas kebaikanmu."

Kaendra mengangguk samar, ia mengerti. Tapi ini tidak mudah baginya. Ia tidak mungkin mengabaikan permintaan almarhumah Nadia. Pria itu menghela napas, "fotomu waktu kecil sangat lucu," ucapnya sambil tersenyum tipis. Ia sedang mengalihkan pembicaraan mereka. Kaendra tidak bisa menghentikan semuanya saat ini. Rasanya belum cukup menebus semua kesalahan yang telah di lakukan orangtuanya dulu. Dahi Lidya mengerut. "Aku pulang dulu," ucapnya seraya melangkah kakinya tepat di depan Lidya. Gadis itu mendongakkan kepalanya. Pria itu sangat tinggi. Tanpa di duga Kaendra mengangkat tangan dan menyentuh rambut Lidya. "Sekarang pun kamu masih lucu," ucapnya. Jantung Lidya seketika berdetak dua kali lipat lebih kencang.

Big Heart (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang