Part 7

1.2K 237 7
                                    

Lidya berdiri di depan gedung yang menjulang tinggi. Ia terkesima dengan kantor tersebut. Apa benar ini kantornya? Batinnya. Antara percaya dan tidak, gadis itu tetap melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Ternyata dirinya justru bingung, harus kemana dulu untuk bertemu Kaendra. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar. Banyak orang yang lalu lalang. Ingin bertanya tapi segan.

Lidya mengambil ponsel dari dalam tasnya. Lebih baik menanyakannya langsung pada Kaendra. Ia mengirim chat.

"Aku udah ada di bawah." Tidak lama terdengar notifikasi balasan.

"Naiklah ke lantai 16."

Lidya tercengang, "jadi ada berapa lantai gedung ini?" gumamnya. Ia segera mencari lift untuk naik ke atas. Di dalam lift, ia tidak sendirian. Ada beberapa orang ikut naik bersama, sekitar 5 orang. Lidya menekan angka 16 Seseorang meliriknya, seperti ada sesuatu yang orang itu pikirkan.

"Lantai enam belas, Mbak?" tanya seseorang membuat Lidya menoleh.

"Oh, iya Mbak." Lidya menjawabnya dengan ramah

"Itu kantornya si ganteng kan ya?" ucap salah satu dari mereka. Temannya menimpalinya dengan berbisik.

"Mau ngapain Mbak?" tanyanya ingin tahu.

"Oh, ketemu orang Mbak. Saya lagi ngelamar pekerjaan."

"Oh, tapi.. " wanita berambut pendek itu mengurungkan niatnya untuk melanjutkan ucapannya karena bahunya di senggol oleh temannya. Lidya sempat memperhatikan gerak-gerik dari mereka yang mencurigakan.

Saat tiba di lantai 16, dengan sopan Lidya menganggukan kepalanya sekali. "Saya duluan, Mbak."

"Oh iya, Mbak."

Lidya berbalik menatap pintu kembali tertutup. "Kenapa ya? Kok mereka ngeliat aku seperti ada yang aneh. Apa penampilanku?" ia memandangi dari ujung kaki sampai pakaian yang di kenakannya. "Nggak ada kok, biasa aja, " ucapnya pelan.

"Lidya!" tegur Kaendra yang sudah menunggu di depan pintu kaca kantornya.

Gadis itu dengan langkah cepat menghampirinya. "Maaf apa aku telat?"

"Nggak kok, masuk," ajaknya. Di dalam kantor terlihat para pegawai tenang. Lidya tersenyum ramah saat ada yang berpapasan dengannya. Ia mengikuti Kaendra ke ruangannya. Tapi ada yang aneh, kaki Lidya berhenti sejenak. Lalu ia mengamati pegawai yang bekerja di sana yang terlihat hanyalah laki-laki. "Lidya," panggil Kaendra menoleh ke belakang saat melihat Lidya berhenti berjalan.

"Eoh," ucap Lidya sadar. Ia melanjutkan langkahnya.

Kaendra membuka pintu ruangan kerjanya. "Masuklah," Lidya mengangguk. Mata gadis itu tidak berenti bergerak memandangi ruangan tersebut. Tidak ada yang istimewa. Berbeda dengan bagian pegawai yang begitu berkonsep. Cat abu-abu dan putih. "Duduk," sambungnya. "Mau minum apa?" tanya Kaendra seraya menutup pintu.

"Eum, apa aja." Lidya duduk di sofa berwarna hitam. Ia mengira Kaendra akan memerintahkan sekertarisnya untuk membuatkan minuman untuk mereka. Ternyata ada ruangan khusus di pojok untuk membuat minuman. Lengkap dengan kulkas. Ia heran kenapa Kaendra sendiri yang mengerjakannya. Pria itu selesai, Lidya memalingkan wajahnya. Kaendra menaruh mug yang masih mengepul.

"Kopi nggak apa-apa kan?"

"Iya, makasih," sahut Lidya. Kaendra melepaskan kancing jasnya sebelum duduk di hadapan Lidya. "Jadi? Pekerjaan apa?"

"Jadi asistenku," ucap Kaendra.

"Hah?"

"Kamu udah liat kan pegawaiku di sini itu laki-laki semua. Aku nggak punya asisten."

Big Heart (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang