Hal pertama yang Ilsa lihat setelah tiba di parkiran adalah mobil mantan suaminya yang dikendarai kemarin. Sialnya, dia malah parkir bersebelahan dengan mobil Jevan. Andai dia ingat lebih awal, dia akan cari parkiran lain. Parahnya lagi, Jevan baru turun dari mobil sepertinya.
"Pagi, Bu Ilsa," sapa Jevan dengan senyum ramah seperti biasa.
Ilsa mengabaikan panggilan itu.
"Il, jangan jutek-jutek dong sama Jevan. Kasihan dia dijutekin lo sepagi ini," sela suara lain.
Berbeda dengan reaksi Ilsa waktu Jevan menyapanya, kali ini ekspresi Ilsa berubah cerah seperti baru mendapat lotre dan tersenyum lebar. Yang lebih mengejutkan ketika Ilsa berlari menghampiri si pemilik suara. "JEVON!" Lalu, berakhir memeluknya.
Jevin yang kebetulan ikut-ikutan mengantar langsung menyenggol bahu Jevan. "Mantan istri lo kenapa sih? Kalau sama gue sewot mulu, sama lo benci banget, tapi sama Jevon ramahnya ampunan. Pilkas banget. Mau gue selengkat aja tuh tadi pas dia lari," bisik Jevin.
Jevan tidak tahu kenapa ada perbedaan yang cukup signifikan. Akan tetapi, mungkin dia dapat menyimpulkan kalau Ilsa merasa berterima kasih kepada Jevon. Kalau bukan karena bantuan laki-laki itu, mereka tidak akan menikah. Juga, Ilsa sudah menganggap Jevon kakaknya sendiri karena Jevon paling dewasa.
"Il, lo nggak mau peluk yang ini juga? Kasihan tuh Jevan lihatin doang. Ngiler dia," seru Jevin jahil.
Kalimat itu mengakhiri pelukan keduanya, Ilsa menarik diri dan melempar tatapan tajam ke arah Jevin.
"Lo mau gue pukul ya?"
Jevin menggeleng takut, dan bersembunyi di balik tubuh Jevan.
"Darah tinggi lo kalau marah mulu," ujar Jevin, masih sempat-sempatnya meladeni.
Ilsa berdecak. Lengan kemejanya digulung sebatas siku, dan bertolak pinggang dengan gagahnya. "Sini lo! Banyak mulut. Emang bikin emosi ya!"
Niat hati cuma bercanda, tetapi Ilsa meladeni Jevin yang mati-matian ngumpet di belakang tubuh Jevan. Ketika Ilsa hampir menarik kerah kemeja Jevin, laki-laki itu malah mendorong tubuh Jevan ke depan hingga akhirnya Ilsa terdorong dan tersandung sepatu heels-nya sendiri. Ilsa pasti jatuh kalau Jevan tidak menahan lengannya. Keduanya saling memandang untuk beberapa saat sebelum Jevon berdeham keras.
"Aduh, gue kayak lagi liat telenovela," ledek Jevin makin menjadi.
Ilsa hendak mengejar Jevin yang sudah berpindah posisi ke sebelah Jevon, tetapi sapaan yang cukup keras menggagalkan niatnya.
"Pagi, Mbak Ilsa."
Jevan menarik tangannya dari lengan Ilsa. Sementar Ilsa segera berbalik badan dan maju selangkah mendapati sapaan itu.
"Eh, Gustav!"
"Baru dateng, Mbak? Kebetulan banget saya mau kasih oleh-oleh dari Aussie. Mami saya baru pulang dari sana."
"Oh, ya? Buat saya?"
"Nggak, Mbak. Buat Hayra." Gustav nyengir tanpa merasa bersalah.
Jevan dan Jevon menahan tawa. Sementara Jevin menaikkan satu alisnya. Ilsa, hampir saja meninju wajah Gustav kalau tidak ingat sedang puasa mukul orang.
"Eh, ngapain lo ngasih buat Hayra?" serobot Jevin sewot.
Gustav menatap Jevin, menyipitkan matanya lebih tajam. "Loh, Pak Jevan ada tiga? Yang mana nih yang asli?"
Ilsa menunjuk Jevin. "Itu namanya Jevin. Dia adiknya Jevan." Ilsa menyipitkan mata curiga kepada Jevin. "Lo kok kenal Hayra sih, Jev?"
"Lho, Mbak Ilsa udah kenal sama adiknya Pak Jevan? Kok ngomongnya akrab gitu?" Gustav menatap bingung. "Apa jangan-jangan udah saling kenal ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Ex-Husband!
RomanceIlsa, seorang wanita yang berprofesi sebagai pengacara dipertemukan kembali dengan mantan suami yang mendadak menjadi klien di firma hukum tempat dia bekerja. *** Ilsa Fiorella, 28 tahun, seorang pengacara yang berada dalam puncak karir. Ilsa terpa...
Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi