Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi

Prolog

368K 13K 132
                                    

Kaki mengetuk lantai, mata menatap jam tangan tidak sabar, dan detak jantung yang berdebar tidak karuan. Ilsa sedang panik saat mengetahui dirinya terlambat satu jam setibanya di kantor. Naik menuju lantai empat dengan lift super menyebalkan yang terasa begitu lama, membuat Ilsa nyaris mengutuk kalau saja pintu lift tidak terbuka.

Berbeda dengan hari biasanya yang tidak pernah terlambat, pagi ini Ilsa kesiangan karena alarm tidak bunyi lantaran ponselnya mati. Dia lupa memasang alarm pada jam weker karena menurutnya alarm ponsel sudah cukup. Nyatanya perkiraannya salah.

"Pagi, Bu Ilsa." Seorang perempuan berparas cantik menyapa. "Pak Miko sudah menunggu di ruang meeting," lanjutnya.

"Makasih ya," balas Ilsa singkat. Setelah itu, dia mempercepat langkahnya menuju ruangan yang akan menjadi saksi dirinya kena omelan sang bos, atau langsung dipecat karena keterlambatan yang luar biasa.

Baru memegang daun pintu, tiba-tiba bosnya keluar dari ruangan. Hal itu memaksa Ilsa mundur beberapa langkah sambil menunduk dan bergumam maaf.

"Bagaimana sih kamu sampai terlambat begini? Klien kita udah nungguin dari satu jam lalu, Ilsa!" omel Miko dengan suara lantangnya.

"Maaf, Pak. Saya ke sini naik mobil, dan jalanan macet banget makanya terlambat," alasan Ilsa. Kalau mengatakan dia telat karena bangun kesiangan, bisa-bisa diceramahi. Toh, kebetulan jalanan ke kantornya memang selalu macet tanpa mengenal waktu.

Miko menghela napas. "Ya sudah, kalau gitu masuk ke dalam. Kasihan klien kita udah nungguin. Untung aja dia bukan tipe kayak Pak Suroto."

Ilsa mengangguk pelan. Iya, mengingat kejadian sebulan lalu mengenai Pak Suroto rasanya mengesalkan. Pria itu mudah emosi, dan sering berteriak kalau mereka lamban. Padahal tidak semua hal bisa instan.

"Jangan lupa minta maaf. Ini klien penting kita karena dia berani bayar mahal," ucap Miko mengingatkan.

Ilsa hanya manggut-manggut sambil mengatakan 'iya' sebelum akhirnya memasuki ruang rapat yang diperuntukkan para klien ketika akan menjelaskan permasalahan mereka.

Ketika masuk, dua rekan kerjanya menatap sinis. Dari tatapan itu Ilsa mengerti kalau dia salah karena terlambat. Tetapi, tanpa perlu melakukan itu pun, Ilsa sepenuhnya sadar dirinya salah.

"Masalah kali ini soal apa, Pak?" tanya Ilsa pelan kepada Miko yang sudah berada di sampingnya.

"Penipuan. Kamu lebih paham masalah seperti ini mengingat beberapa kali kamu sempat menangani kasus penipuan. Jangan ditolak," jawab Miko, yang kemudian melangkah maju menuju klien mereka.

Miko menunjuk Ilsa yang berada di belakang sana sambil tersenyum. "Untuk kasus ini, Bapak bisa bicarakan lebih lanjut dengan pengacara kami, Ilsa."

Ilsa buru-buru berjalan menghampiri bosnya setelah ucapan itu. Dengan memaksakan senyum, Ilsa menatap kliennya. Namun, apa yang dilihat Ilsa membuat senyumnya pudar, lalu digantikan dengan keterkejutan yang tidak terduga.

"Ilsa, Bapak Jevan Adibroto ini adalah klien kamu. Beliau akan menjelaskan permasalahannya sama kamu."

Ilsa tidak salah dengar bukan? Dia menjadi pengacara untuk laki-laki itu? Gila! Dia bisa gila!

"Halo, Ilsa. Saya harap kamu bisa membantu saya menyelesaikan permasalahannya dan memenangkan kasus ini," ucap laki-laki itu dengan senyum manisnya.

Ilsa tidak percaya. Dia benar-benar tidak menduga hal ini. Bagaimana bisa—argghh!!

"Duduk, Ilsa. Kamu mau berdiri terus?" bisik Miko sesaat menyadari Ilsa hanya berdiri mematung. Sementara Jevan sudah duduk di tempatnya.

Mendengar teguran itu Ilsa segera menarik kursinya. Belum sempat duduk, Ilsa nyaris jatuh kalau tidak berpegangan pada meja saat kursi berodanya tidak sengaja terdorong ke belakang tersenggol tumitnya.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Jevan.

"Saya baik-baik aja, Pak."

Miko geleng-geleng kepala. Begitu pula dua rekannya. Ilsa yang mereka kenal tidak ceroboh dan tidak pernah mempermalukan dirinya di depan klien.

Setelah hampir mempermalukan diri sendiri, akhirnya Ilsa bisa duduk dengan nyaman. Tetapi, perasaannya tidak nyaman. Perlu digarisbawahi, sangat tidak nyaman!

Bagaimana bisa dirinya menjadi pengacara mantan suaminya sendiri?! Astaga... kenapa pula dirinya harus bertemu Jevan setelah sembilan tahun perceraian mereka?! Apa yang sedang laki-laki itu lakukan di Jakarta?

"Besok saya akan bawakan beberapa bukti yang Pak Miko minta. Mungkin saya akan lebih sering ke sini untuk melihat progresnya," ucap Jevan.

Oh, tidak. Ini benar-benar musibah!

Hello, Ex-Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang