Sesampainya di rumah, Hyunjin masih setia menyeret Jeongin bahkan sampai ke kamarnya. Hyunjin kemudian menghempaskan tubuh Jeongin sehingga lelaki manis tersebut jatuh tersungkur di atas tempat tidur. Hyunjin lalu mengunci pintu kamar Jeongin dan mengantongi besi kecil bernama kunci tersebut.
Jeongin sudah meringkuk ketakutan, ia sama sekali tak berani berhadapan dengan Hyunjin yang tengah berada dalam mode seperti sekarang. Jeongin tidak akan mendapat akhir yang baik, terutama untuk lubangnya nanti.
"Apa yang kau lakukan di sana?" Jeongin sedikit tersentak mendengar nada suara Hyunjin yang begitu dingin dan menusuk. Tak mendapat jawaban dari Jeongin, Hyunjin kemudian berjalan mendekat dan mencengkram dagu Jeongin cukup kuat.
Jeongin hanya diam, bahkan sekedar meringis pun ia takut.
"Jawab aku Yang Jeongin." suara Hyunjin terdengar tak terbantahkan. Sembari menelan ludahnya gugup, Jeongin bersusah payah berusaha menggembalikan suaranya yang hilang entah kemana.
"A-a-aku ha-hanya berkerja di sana."
"Pembohong."
"A-aku tak berbohong." meski ketakukan, namun Jeongin masih bisa membela dirinya.
Tatapan Hyunjin makin mendatar. "Lalu apa yang kau lakukan dengan lelaki tadi?"
"Aku tak melakukan apapun." Jeongin memberanikan diri menatap manik hitam Hyunjin, menunjukkan jika ia tak sedang berbohong saat ini.
"Turunkan pandanganmu itu Jeongin, apakah kau lupa sudah menjadi milik siapa kau sekarang ini?"
Ah sial, Jeongin menyesali keputusannya di saat-saat seperti ini, kenapa pula Hyunjin harus datang ke club tadi, dari sekian banyak club malam yang ada, kenapa harus ke tempat Jeongin bekerja?
"Ma-maafkan aku." ya, secepat itu keberanian Jeongin menghilang.
Hyunjin menyeringai, membuat Jeongin semakin was-was. "Tentu tak semudah itu rubah kecil."
Setelahnya, Hyunjin kemudian membuka laci di samping tempat tidur Jeongin, mengeluarkan sebuah tali juga penutup mata. Jeongin melebarkan pandangannya, sejak kapan benda-benda tersebut ada di sana? Kenapa Jeongin tak pernah menyadarinya?
"A-apa yang akan kau lakukan Jin?" Jeongin panik, ia bergerak mundur. Hyunjin tetap tersenyum miring, menikmati raut ketakutan Jeongin saat ini. Tak lama setelahnya, Hyunjin kemudian naik ke atas tempat tidur dan dengan mudah bisa menindih tubuh Jeongin.
Jeongin memberontak namun hal tersebut tak berarti apa-apa bagi Hyunjin. Hyunjin kemudian dengan cepat meraih tangan Jeongin, mengikatnya dengan tali yang tadi ia ambil.
"To-tolong lepaskan aku hiks..."
"Tak semudah itu, kau sudah mulai bermain di belakangku, sekarang aku akan kembali mengingatkanmu tentang posisimu yang seharusnya."
Tak menghiraukan tangisan Jeongin, Hyunjin mengikatkan penutup mata tadi ke mata Jeongin, membuat pandangannya menggelap seketika. Jeongin bergerak rusuh, berusaha melepaskan diri, namun sama seperti sebelum-sebelumnya, Hyunjin akan selalu berhasil mengalahkannya dengan mudah.
"Kau milikku." ucap Hyunjin kemudian mulai melepaskan kancing kemeja putih yang Jeongin kenakan, sedikit menariknya sehingga menampilkan bahu putih pulus juga dada juga perut Jeongin.
Jeongin menangis dan berdoa dalam hati, semoga ia baik-baik saja setelah ini.
"Kau mengerti Jeong, kau hanya milikku."
Jeongin menganggukkan kepalanya, tak mau membuat Hyunjin semakin marah.
Hyunjin tersenyum puas melihat bagaimana Jeongin yang tak berdaya di bawah kuasanya, ah rasanya Hyunjin ingin memasuki lubang hangat Jeongin saat ini, namun sayangnya Hyunjin besok memiliki jadwal rapat penting dan malam ini ia harus menyelesaikan beberapa hal.
Jadi bersabarlah, belum saatnya kau memasuki Jeongin wahai adik kecilnya Hyunjin.
Namun yang namanya Hyunjin, mana mau ia melepaskan Jeongin begitu saja, terlebih rubah tersebut sudah berani macam-macam. Menurut Hyunjin, untuk apa Jeongin bekerja? Terlebih lagi di tempat seperti itu, apakah biaya yang diberikan Hyunjin tak cukup untuk memenuhi kebutuhan Jeongin.
Tak tahu saja kau Hwang, Jeongin itu tak sudi memakai uang pemberianmu, Jeongin hanya merasa menjadi barang yang telah dibeli meski pada kenyataannya memang tak jauh berbeda. Jeongin benci itu.
"A-ahh jangan..." Jeongin menggeliat kegelian saat merasakan lidah basah Hyunjin menyapu lehernya. Jari-jari kaki Jeongin melengkung merasakan anehnya sensasi yang ia rasakan saat ini, terasa seperti jamais vu. Meski sudah melakukannya berkali-kali namun perasaan ini tetaplah terasa asing dan baru. Apakah Jeongin sudah terlihat seperti jalang sekarang? Kuharap tidak karena itu sama sekali bukan atas kehendaknya.
Suara kecipak mulai terdengar, Hyunjin memberikan banyak tanda merah keunguan di leher juga dada Jeongin, tak ingin peduli tentang bagaimana cara Jeongin menutupinya besok, sebaliknya, Hyunjin justru ingin semua orang melihatnya agar mereka sadar jika Jeongin sudah dimiliki orang lain.
Jeongin mendesah sembari terisak, merasa tak terima diperlakukan seperti ini. Mendengar isakan Jeongin yang semakin keras membuat mood Hyunjin seketika memburuk. Hyunjin kemudian merarik dirinya dan menatap datar ke arah Jeongin yang masih terdengar menangis.
"Diamlah, suara tangisanmu menggangguku."
"Ma-maafkan hiks aku..."
"Ck, kau akan kumaafkan setelah mendapatkan hukuman." Hyunjin lalu meraih kedua kaki Jeongin dan membukanya lebar, tidak, Hyunjin tak berniat untuk bercinta dengan Jeongin, ia masih ingat dengan rapat besok.
Hyunjin kemudian mengambil tali lain yang ada di laci lalu mengikat masing masing kaki Jeongin di sudut ranjang. Jeongin meronta, dan menendang nendang ke segala arah, namun terlanbat, kakinya sudah terlebih dahulu terhubung dengan kaki ranjang, kali ini semua pergerakan Jeongin sudah terhenti. Rubah tersebut memilih pasrah karena ia memang tahu jika dirinya tak bisa berbuat apa-apa sekarang.
Hyunjin menatap Jeongin sebentar, lelaki manis tersebut terbaring dengan posisi tangan dan kaki terikat, matanyapun masih tertutup dengan kain hitam, ah dan jangan lupakan kemeja yang tak terkancing tersebut. Hyunjin bersumpah, siapapun yang melihat keadaan Jeongin sekarang, pasti ingin segera menyerang lelaki tersebut.
Tak ingin nafsu semakin menguasainya, Hyunjin kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Jeongin lalu mengecup kening Jeongin pelan sebelum mengelusnya sekilas.
"Nikmati hukumanmu sayang."
Setelahnya, Hyunjin segera pergi meninggalkan Jeongin yang mulai meratapi nasib yang tak pernah berpihak padanya.
Jeongin lelah.
To Be Continue
Huaaaa...k-k-kok ceritanya gini, kok alurnya gini, kok pembawaannya gini hueeeee...pengen mewek 😭✊
Btw btw, ada yang merasa ter-php-kan tidak? :>
Tertanda, 05/03/2020
Bee, lagi galau tapi males ngegalau
KAMU SEDANG MEMBACA
Warm Bed [Hyunjeong] ✔
FanficHanya kisah klise tentang Hyunjin dan Jeongin. Hanya sebuah konflik yang berakar dari masalah hutang piutang. Hanya tentang Jeongin yang menjadi boneka sex Hwang Hyunjin. Hanya itu, tak ada yang terlalu menarik di kisah ini. Tapi sepertinya sedikit...