4

27 4 0
                                    


Saat sampai dirumahnya, Zay terkejut karena orangtuanya sudah ada dirumahnya. Biasanya mereka akan pergi sampai beberapa Minggu, dan itu pun mereka tak pernah berada dirumahnya. Setiap pulang mereka langsung pergi lagi.

"Zay! Kenapa nilai kamu gak dapet seratus lagi? Mama sama papa itu kerja buat sekolahin kamu biar kamu pinter, masa nilai aja ga bisa dapet seratus. Percuma aja papa sekolahin kamu mahal-mahal tapi hasil kamu tidak memuaskan. Kami kerja capek-capek gak kenal waktu dan kamu malah enak-enakan gak belajar? Mau kamu apa sih?" Omel papa dan mamanya sat mengetahui nilai ulangan bahasa Indonesia Zay hanya mendapat 96.

"Mama sama papa tanya aku maunya apa? Oke Zay maunya mama sama papa ada buat Zay, kalo Zay sakit, sedih, sampai rumah disambut hangat sama mama, main sama papa, gak kaya gini Zay itu punya orang tua lengkap tapi rasanya kaya anak yatim piatu. Hidup sendiri." Jawab Zay dengan nada sedikit meninggi.

"Jaga omongan kamu!. Dasar anak nggak tau diri. Kamu pikir tanpa kita kerja bisa kamu sekolah di sekolah elit, bisa kamu pergi kemana pun kamu mau?, Bisa kamu beli apa yang kamu mau? Gak bisa kan? Semua itu karena harta papa. Kalo gak ada kami kamu gak bisa apa-apa sekarang." Kata Papa Zay.

Zay langsung pergi kekamar dan menutupnya dengan keras, niatnya ingin memberikan undangan ia urungkan karena moodnya sedang tidak baik. Apalagi setelah ia berdebat dengan orangtuanya.

"Sayang, kamu marah ya sama mama papa?" Tanya Vita, mama Zay. Zay sebenarnya mendengar tapi ia pura-pura tidur karena ia malah berbicara pada mereka toh hasilnya sama saja.

"Maafin papa ya, tadi papa capek." Ucap Vita sambil melihat-lihat buku-buku yang ada dimeja belajar Zay. Ia membuka satu persatu buku anaknya. Saat melihat ada kotak dus berada di pojok meja belajar Vita penasaran lalu ia membukanya. Ia terkejut banyak surat dari sekolah yang diberikan kepada Zay. Tanpa berkata lagi Vita berlalu dan meninggalkan kamar Zay tanpa mengucapkan sepatah katapun.

________

"Zay sarapan dulu, ada yang mau mama tanyakan!." Ucap Vita sambil mengoles roti dengan selai coklat.

"Hem."

"Sejak kapan mama sama papa ngajarin kamu bolos, tawuran, berkelahi?" Tanya mamanya.

"Gak tau." Jawab Zay cuek sambil mengunyah nasi gorengnya.

"Oh jadi udah mulai berani kamu? Kami kerja buat kamu biar kamu sama kaya temen kamu. Tapi apa balasan kamu? Kaya anak yang gak tau didikan sama sekali." Ucap Papanya mencemooh.

"Dan satu lagi, mama gak akan datang ke sekolah kamu, mama sibuk harus ketemu klien tender besar gak boleh disia-siakan." Pungkas mamanya.

"Papa juga, papa udah bilang sama mama Ran biar diwakilkan. Papa ada meeting. Belajar yang benar jangan buat papa malu."

Zay yang sudah ditinggal kedua orangtuanya nya merenung di meja makan. Mereka bertanya kenapa dia bisa seperti ini? Apakah Zay kurang didikan? Dan jawabannya adalah ya. Sejak kecil ia hidup dengan kedua orangtuanya dan mbok Surti, tapi ia seperti anak yang tidak memiliki orang tua, mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing, melupakan bahwa mereka memiliki anak yang membutuhkan kasih sayang penuh dari orangtuanya bukan dari pembantunya. Sedari kecil ia sudah terbiasa mandiri dan melakukan apapun dengan sendirinya, bahkan saat sakitpun ia tak mau merepotkan orang lain, Ia mencoba menarik perhatian orang tuanya dengan selalu pulang malam tapi selarut-latutnya ia pulang orangtuanya belum sampai rumah, ia membuat keributan disekolah sampai banyak surat panggilan orang tua, tapi mereka juga tidak peduli. Bahkan ambil rapot pun mereka enggan, mereka lebih memilih menghadiri rapat dengan temannya. Selalu mbok Surti ataupun mama Ran Yang selalu mewakilkan.

Ia tak pernah mendapat kasih sayang orang tua, tapi ia selalu berfikiran positif bahwa yang dilakukan mereka untuk kebaikannya. Tapi sekarang Zay bukanlah anak kecil yang polos dan tidak bisa membedakan sesuatu. Ia merasa sudah lelah dengan semuanya, dituntut menjadi penurut, mendapat peringkat utama, nilai selalu sempurna dan selalu mengikuti olimpiade. Tapi ketika ia mendapat peringkat pertama ataupun nilai memuaskan orang tuanya tak mau mengambil hasil ujiannya, tak mau mensuport sat ia akan melakukan olimpiade, yang mereka tau saat sampai rumah nilai baik dan mengambil dalam perlombaan. Apakan ini adil? Zay yang dipaksa bekerja keras berfikir agar pandai, tapi orangtuanya tak mau melihat hasil anaknya. Yang mereka tau Zay harus sempurna Dimata mereka.

I'm ok (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang