Ada banyak bayangan kelam yang tiap harinya mengerubungi hati dengan dentuman sesak. Jaehwa teringat pada helaian di mana penghidunya kerap kali menyesap aroma asing di kala bagaimana kameja kotor milik suaminya tercecer begitu saja di atas tempat tidur. Isi kepalanya sudah sering berlaku naif untuk sesuatu hal yang disangkanya memang benar positif.
Meninggalkan berbagai pemikiran yang membuatnya kerap kali tertidur larut, Jaehwa tidak dapat mengelak jika itu sudah sering menimpanya. Sorot mata yang berbeda, di saat dekat terasa berjarak jauh, di dalam satu ruang—terasa begitu canggung yang melilit hening. Seasing itukah rasanya sekarang. Nyatanya Jaehwa menggeleng tidak tahu. Ia hanya ingin berdiam saja, kendati mengetahui apa sebab muasal akan menjadi tamparan yang mampu membuatnya tergesa untuk segera memutuskan di sebelah pihak.
Tabiatnya terlalu bar-bar. Mengambil jalan serampangan, timbal balik malah akan membuat sesal di lain hari. Jaehwa tidak ingin itu berlaku untuk kedepannya. Namun, tentu saja Jaehwa tidak harus berdiam saja dengan mulut rapat tertutup. Barangkali kehidupannya masih panjang. Ingin berpikir positif tentang perbedaan yang amat kentara, Jaehwa tidak dapat mengiyakan begitu saja dengan presensi yang menerima sesuka hati.
Jujur saja, Jaehwa terlalu labil dalam mengambil beberapa opsi. Ketakutannya seakan terus menjadi-jadi, padahal itu belum saja terlaksana. Terkadang Jaehwa mengutuk geram diri sendiri.
Ada hal yang sekarang masih melekat dalam ingatan. Jaehwa tahu betul itu, perihal Jeon Jungkook yang kerap kali pulang dari kantor nyaris larut malam setiap harinya. Dengan alasan pekerjaan yang masih banyak, Jaehwa menahan-nahan diri untuk tidak berceloteh tanya perihal ini itu. Tentu, Jaehwa hanya tidak ingin menambah luka pada hati tatkala mulut suaminya akhir-akhir ini kerap kali melemparkan sarkas dengan sinis.
Bagaimana gelisahnya Jaehwa saat ini. Jungkook benar berbeda dari biasanya. Pelukan yang jarang menyambangi tubuhnya, perkataan halus yang seakan langka menjejal pada rungu, ingin terlelap saling berhadapanpun teramat asing. Sungguh, malam itu Jaehwa tidak dapat berpikir jernih. Ingin bertanya, namun niatannya selalu tersendat. Mulutnya hanya bungkam seraya mata yang menatap lamat pada bercak merah yang terdapat pada perpotongan leher milik Jungkook.
•••
a/n: tyda tahu diri sekali saya, banyak work yang nunggak, udah up work baru🙂
Cuma mau jawaban,
Lanjut atau tidak?
Daliiii💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Labium pendusta; JJK
FanfictionAda banyak rahasia di balik sebuah punggung yang kokoh. Hwang Jaehwa membenci itu. Membodohi dan dibodohi seakan sudah menjadi asupan sehari-hari. Kendati menghirup kelebat bayang pun sudah muak mendarah daging. Namun, tetap saja. Jaehwa tidak padat...