Jika Jaehwa tahu lebih awal siapa gerangan tamu yang Jungkook maksud—Demi Tuhan Jaehwa enggan untuk bersudi mengiyakan petuah yang suami sialannya itu lontarkan. Menyesali jika semuanya sudah terjadi, percuma saja. Bahkan Jaehwa lagi-lagi harus menahan sakit di mana saat ia hendak pergi untuk meredam dahaga panas yang mengelilingi kediaman—si Nona Selingkuhan dengan pongah berkunjung untuk berkunjung dengan alasan pekerjaan.
Persetan!
Jeon Jungkook itu sudah kelewat berengseknya. Jaehwa tentu saja tidak terima. Jika alurnya akan terus seperti ini, barangkali hanya Jaehwa yang berjuang menahan luka—gerangannya akan angkat tangan dengan presensi yang menyerah untuk mempertahankan pernikahannya. Proses sidang perceraian sudah melayang-layang di dalam kepala. Tapi sungguh, sebelum Jaehwa betul-betul memutuskan—akan jauh lebih dewasa ia harus berbicara kelewat serius dengan suaminya.
Suasana hatinya benar-benar kacau. Padahal sudah Jaehwa terapkan jika hari ini ia ingin bersenang-senang saja dengan Park Jimin. Namun memang pada dasarnya kebahagiaan kelewat sulit untuk didapat, Jaehwa tidak dapat memancing segala hal untuk selalu berpihak padanya. Oke, Jaehwa harus mengubur perasaan sakitnya dalam-dalam. Hari ini saja Jaehwa harus berbahagia dengan Jimin yang selalu mengawasi jika daksanya harus selalu bersinar dengan rona euforia. Jaehwa berdoa dalam hati semoga ia tidak mengacaukan suasana hari ini.
Masih ingat ketika Jaehwa hendak pergi tatkala mobil Park Jimin sudah menepi tepat di halaman rumahnya, di saat itu pula seruan suaminya terdengar lantang dengan fokus yang mengabaikan si Selingkuhan yang berada di sampingnya. Jaehwa ingin mangacuhkan begitu saja, namun lengkingan si Jeon itu benar-benar membuatnya ingin menendang tulang kering yang terbalut celana kain rumahan itu.
"Berkencanlah, asal tidak lupa jika kau memiliki rumah. Aku mengijinkan kau pulang malam, tapi tidak lebih dari jam sembilan."
Dengarkan perkataannya yang membuat Jaehwa harus memunggungi seraya menggigit bibir bawahnya sebelum tungkainya bergerak dan lebih memilih untuk segera mengayunkan langkah—meninggalkan Jungkook tanpa menyahuti apa yang diucapkannya. Jaehwa membenarkan jika ia kelewat muak. Presensinya ingin terlihat baik-baik saja di hadapan Jimin, sungguh. Namun nyatanya, dengan raut wajah si Hwang yang tertebak sedang tidak dalam keadaan baik, Jaehwa bersyukur nyatanya Jimin masih enggan untuk berseru tanya. Barangkali pemuda Park itu sudah dapat menebak apa yang sudah terjadi.
Bukannya enggan bertanya, namun Jimin memilah dahulu waktu yang tepat untuk menguarkan perasaan pedulinya. Bahkan rahangnya mengeras diam-diam. Kenapa si Jeon Sialan itu senang sekali membuat perempuan yang didambanya menahan luka yang terlalu sering ditorehkan. Sungguh, hari ini Jimin betulan berniat untuk memperbaiki perasaan Jaehwa yang seringkali dikacau oleh suaminya. Namun nyatanya, belum apa-apa ia bertindak—Jaehwa sudah lebih dulu ternampak menahan isak tetapi disembunyikannya rapat-rapat.
Semilir angin di saat waktu nyaris menginjak senja dengan menghantarkan perasaan damai di sela deburan ombak yang terdengar bergemuruh. Luasnya tidak dapat dihitung, namun Jaehwa kelewat bersungguh jika ia menikmati, pun berhasil membuat hari ini menjadi hari yang baik. Selepas menjamu kecapan dengan olahan makanan laut yang Jimin tawarkan, pemuda itu menyeretnya untuk menikmati suasana pantai dengan sorot cantik dari si Fajar senja yang hendak menenggelamkan diri.
Jaehwa kenikmatan apa yang Jimin suguhkan hari ini, sungguh. Perasaannya benar-benar membaik—tetapi entah ketika Jaehwa pulang untuk kembali ke kediaman. Mengingatnya juga Jaehwa tidak ingin berlama-lama. Jaehwa harus menikmati waktu seperti ini dengan sangat baik.
"Apa saat ini perasaanmu cukup membaik, Jae?" Jimin bertanya dengan iris yang sedikit menyipit tatkala menoleh ke arah samping dengan lambaian angin yang teramat kentara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Labium pendusta; JJK
FanfictionAda banyak rahasia di balik sebuah punggung yang kokoh. Hwang Jaehwa membenci itu. Membodohi dan dibodohi seakan sudah menjadi asupan sehari-hari. Kendati menghirup kelebat bayang pun sudah muak mendarah daging. Namun, tetap saja. Jaehwa tidak padat...