7. Mencoba untuk bangkit

2.6K 436 81
                                    

     Pening yang menghantam kepalanya membuat Jaehwa sedikit meringis tertahan. Mencoba mengingat apa yang membuatnya terbangun dengan keadaan pengar di pagi hari. Jemari ringkihnya mencoba untuk memijat kecil pangkal hidungnya seraya penghidu yang membaui aroma alkohol bekas semalam yang masih melekat. Sekelebat bayang Jaehwa ketahui. Ia memaksa Jimin untuk menemaninya menyesap beberapa botol minuman dan—entahlah, Jaehwa masih harus berpikir keras bagaimana bisa ia terbangun di dalam kamarnya dengan aroma Jungkook yang menginvasi tiap hembusan.

Ketika tungkai itu hendak menapak untuk segera membersihkan diri meski sedikit memaksa, pintu kamar lebih dulu di buka dengan presensi suaminya yang tengah menenteng nampan berisi makanan. Jaehwa dapat menangkap bagaimana raut ini bernampak datar seakan enggan menunjukkan kecapan ekspresi. Wanita itu memalingkan wajah ke samping tatkala irisnya ditatap datar. Entahlah apa yang terjadi, Jaehwa enggan untuk menelisik lebih jauh. Keadannya benar-benar tidak tahu rasa—seakan kelewat random.

"Keadaanmu mabuk berat ketika Park Jimin mengantarkanmu pulang," ujarnya datar.

Dengan lantas Jaehwa menoleh untuk menatap bagaimana Jungkook berjalan ke arah nakas untuk sekadar menyimpan sarapan dengan satu gelas susu yang masih menguar hangat. "Makanlah, aku membuat sup penghilang pengar untukmu," lanjutnya sebelum berbalik dengan pintu kamar yang sedikit tertutup dengan keras.

Jaehwa lagi-lagi memejamkan matanya rapat-rapat sebelum tersingkap dengan arahan atensi tertuju ke arah lengan yang tiba-tiba terasa berdenyut perih. Sialan, kenapa Jaehwa harus melakukan hal semacam ini juga. Bahkan Jaehwa tidak tahu bagaimana perbannya mendadak terganti dengan tampilan yang baru. Perasaannya menggeleng jika ini bukalah Jungkook yang lakukan. Barangkali Jaehwa menilik, mana peduli pemuda itu pada lukanya.

•••

Kali ini Jaehwa tengah di hadapkan dengan lemari es untuk mengambil air mineral dingin. Telinganya masih setia mendengarkan bagaimana pemuda Park itu mengoceh di seberang sana perihal bagaimana luka di lengannya ia dapat. Tidak ingin mengelak, barangkali Jimin sudah mengetahui apa yang Jaehwa lakukan. Awalnya pemuda itu menghubungi Jaehwa hanya untuk bertanya bagaimana keadaannya sekarang, namun semakin berangsur ke arah tanya mengenai luka yang didapat. Pukulan tanya pada kepala bagaimana perbannya tertampil dengan yang baru terjawab semuanya, sebab Jimin berujar jika ia yang melakukan itu sebelum benar-benar mengantarkan Jaehwa pulang ke kediaman.

Mengulang lagi ingatan pagi tadi, nyatanya seruan perihal asumsi sepele Jaehwa tentang Jungkook yang mengganti perbannya tidaklah nyata. Mana mungkin suaminya peduli akan luka yang Jaehwa dapat. Bajingan, Jaehwa benar-benar ingin mengumpati Jungkook terus-terusan. Tidak berguna sekali jika sampai saat ini Jaehwa masih berharap pada si Keparat itu. Baiklah, mulai sekarang Jaehwa harus memukul angan dengan umpatan,

'Jangan berharap lebih, Sialan!'

Jujur saja. Jaehwa sudah benar merasa lelah. Dulu gerangannya tidak selemah ini, sungguh. Bukankah Jaehwa harus mengukuhkan diri untuk kembali seperti semula. Berlaku lemah buka gayanya, barangkali Jaehwa harus bersombong untuk terlihat kuat. Jaehwa akan mengikut alurnya saja. Jika memang hubungannya akan berakhir, Jaehwa pasti mengangguk setuju saja. Masih banyak kebahagiaan yang harus Jaehwa raih sebelum perasaan hambar mengimbangi.

Dengan pikiran yang terbang ke mana saja, Jaehwa kembali menyimak dengan seksama bagaimana atasnya terus saja menggerutu kesal perihal malam tadi ketika dirinya dirundung mabuk yang mampu membuat Jimin kewalahan. Di balik sambungan, wanita Hwang itu terkekeh dibuatnya. Ia tahu jika Jimin tidak benar-benar berlaku kesal padanya. Kendati Jaehwa dapat menangkap sirat nada yang melengking khawatir ketika bertanya perihal keadaan.

Labium pendusta; JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang