2. Perlukah dijabarkan?

3.1K 422 69
                                    

     Sudah nyaris dua hari Jungkook tidak pulang pada kediaman. Sempat menghubungi Jaehwa dengan sambungan singkat hanya untuk mengutarakan sebuah alasan. Apa Jaehwa harus mempercayainya? Ayolah, apa masih terlintas dalam benak untuk memegang omongan Jungkook yang jauh dari kata jujur. Bukankah pemuda itu kelewat handal hanya untuk berdusta dengan alasan menemui klien di luar kota. Jungkook itu terlalu bodoh jika hanya untuk membual membodohi istrinya yang juga kelewat bodoh.

Lucu sekali.

Jaehwa menilik kembali jam pada dinding yang nyaris menginjak pukul sebelas tigapuluh malam. Sialnya, Jaehwa tidak dapat berkilah jika ia sedikit mengkhawatirkan pemuda yang bahkan dengan tidak tahu diri malah asik bermain api di belakang sana. Selalu seperti ini, barangkali petuah Jungkook pada sambungan telepon tidak Jaehwa indahkan. Sebetulnya Jaehwa ingin membuang jauh-jauh perihal rasa ingin menunggu kepulangan suaminya. Hanya saja, entah kenapa jelaga miliknya masih setia menerawang sana-sini—hanya untuk mencari posisi tidur yang membuatnya sedikit nyaman.

Helaan napas sudah berbaur dengan dinginnya malam yang makin menggigit minus. Hening menjadi perkara jika keadaan pun bertolak belakang dengan keinginan. Merenungkan pikiran ke lain hal, bahkan itu bukan pilihan yang bagus. Menyesakkan sekali jika mengulang terus kejadian lalu yang membuatnya menahan sesak. Ketika atensinya tengah terfokus pada bingkai photo pernikahannya dengan Jungkook yang melekat di sisi dinding, rungunya terlalu lihai jika harus mendengar deru mesin mobil yang kelewat Jaehwa hapal.

Dia—pulang?

Aneh sekali rasanya harus bertanya-tanya perihal Jungkook yang kembali pulang pada kediaman. Jaehwa tidak tahu, apakah suaminya itu menghilang karena benar ada kepentingan pekerjaan, atau bahkan pula suaminya itu menyinggahi kediaman lain hanya untuk membubuhkan belaian manja pada wanita barunya. Sial, Jaehwa terpancing sendiri dengan asumsinya. 

Tidak ingin terlihat terjaga dengan keadaan yang mengenaskan, dengan segera Jaehwa memejamkan atensi selayaknya tengah terlelap tatkala daun pintu berwarna putih gading mengayun lebar dengan dentuman terbuka dan selepasnya tertutup rapat. Ketika derap langkah yang baru menginjak tiga langkah, Jaehwa sedikit menilik melalui celah bulu mata tatkala suara dering ponsel pemuda itu membelah hening. Jaehwa bergerak untuk berbalik memunggungi, berperan seolah-olah ia terusik dengan tiduran palsunya.

Wanita Hwang itu perlahan menyibak irisnya dengan telinga yang menyimak tajam. Kepalan tangan sudah terbentuk di balik selimut dengan mengigit bilah bibir bawahnya sedikit keras tatkala suara Jungkook menguar pelan—nyaris seperti bisikkan.

"Aku sudah sampai, Yo. Sekarang, kau tidurlah. Dan, terimakasih untuk waktunya. Aku mencintaimu."

Barangkali Jaehwa dapat menangkap jika sambungan itu terputus dengan seruan kata cinta. Demi Tuhan, Jaehwa benar-benar merasa sesak yang tak terbantahkan. Bagaimana bisa suaminya berucap hal yang manis kepada wanita lain tepat di belakangnya. Apa pemuda itu tidak takut jika nyatanya Jaehwa tidak terlelap seperti praduganya?

Dengan keadaan yang menyulitkan untuk bergerak bebas, Jaehwa hanya mampu bersembunyi di balik selimut dengan menggigiti ujung bantal untuk meredam tangis. Tidak, Jaehwa sudha bilang sedari awal. Ia tidak akan menangis dengan keadaan menyedihkan di hadapan suaminya, kendati Jaehwa hanya akan menyimak dengan jengah sampai mana Jungkook akan berlaku bajingan seperti itu.

•••

     Semalam, entah harus menyebutnya tertidur atau tidak. Nyatanya Jaehwa hanya bisa terlelap pada pukul tiga pagi, dan terjaga kembali pada pukul lima. Hanya dua jam matanya benar-benar terpejam, selepasnya ia bergegas membersihkan diri dan turun ke bawah sekedar untuk memasak sarapan pagi. Jaehwa tidak ingin kembali memikirkan perihal kejadian semalam, bahkan itu hanya mampu membuatnya memijat pelipis karena dihantam pening. Kendati, ia harus mencoba bersikap sama, dan mengangkat bahu—lagi-lagi bersikap enggan untuk peduli.

Labium pendusta; JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang