1. Awalan pertama

4.4K 451 104
                                    

     Pandangan gelap, pikiran mengawang kelabu pada lain hal. Jaehwa seringkali mengeluh jika ia selalu bersikap terlalu naif. Mewawaskan diri perihal sesuatu—jika itu hanyalah sebuah angin lalu. Indera pencium yang berubah menghirup perasa aroma feminin yang samar namun terasa kentara. Pikirannya terlalu bercabang, tiga tahun berada di bawah atap yang sama—Jaehwa merasa ia terlampau baik berhubungan dengan Jeon Jungkook.

Melupakan jika tabiat bisa saja merasa hampa, ataupula merasa bosan pada segala hal. Jaehwa terlalu mengubur hal itu, barangkali. Jungkook di matanya selalu saja terlihat sama—dulu. Ada banyak perubahan yang terlihat sinkron. Jungkook yang terkadang pulang tengah malam dengan keadaan mabuk, tertidur dengan keadaan punggung yang dilihatkan, atau barangkali kecupan hangat sebelum berangkat kerja pun tidak dapat dihitung jemari Jaehwa ketika pemuda itu kerap kali melewatkannya begitu saja.

Dalam hati, Jaehwa selalu meronta tidak senang. Hatinya selalu saja berdenyut ngilu jika mengingat hal di mana ia selalu melihat suaminya terkadang tersenyum penuh semu merah pada layar ponsel. Diam-diam mengamati, wanita itu terkadang meringis bodoh seraya menatap presensinya pada pantulan kaca sekejap sebelum kembali mengintip presensi yang lain di belakang sana.

Ingin berpura-pura bodoh, nyatanya Jaehwa tidak betulan dalam keadaan dungu. Ingin berlakon sehat tanpa cacat, nyatanya pula Jaehwa tengah menahan keras rasa sakit jika keadaannya pun jauh dari kata baik. Barangkali hubungannya dengan Jungkook tengah ditanami hama, lantas Jaehwa akan berdiam saja, begitu? Tidak, tentu saja tidak. Memastikan dengan atensinya sendiri, akan jauh lebih dapat dipercaya. Meski terkadang taruhan hati yang membuat wanita Hwang meringis sakit tidak tahan.

Seperti ingatan gelapnya pada tiga hari yang lalu. Entah harus bersikap seperti apa ketika Jungkook mampu membeli sesuatu dengan sekali jentik, nyatanya itu tidak teramat menghadap Jaehwa pada perasa senang atau tidak, kendati memang sesuatu yang berlebih tidak akan pernah ada kata baik—barangkali kelebihan harta termasuk kedalamnya.

Ingat sekali Jaehwa, keinginan untuk menyambangi apartemen yang disengaja Jungkook belikan untuk sekadar menanam nama, ataupula ingin bermalam jika ada tugas yang terkadang jauh dari kediaman. Dengan perasaan yang jenuh teramat menggigit, Jaehwa rasa-rasanya ingin membuang waktu dengan sekadar membersihkan dan menata kecil ruang apartemen. Tidak ada salah sama sekali dengan segala kehendak, namun pelipisnya lebih dulu dibuat mengerut heran. Menatap penuh tanya tatkala menilik bagaimana pintu apartemen tidak mengait seluruhnya tertutup, barangkali dengan sekali tendang kecil akan terbuka cukup lebar.

Lantas dengan perasaan penuh tanya, Jaehwa melangkah pelan sedikit ragu. Perasaannya benar-benar tidak karuan, bergetar getir dengan cumbuan asumsi. Bagaimana bisa ada sepasang sepatu wanita yang bersisian rapi dengan sepatu hitam pekat yang kelewat familiar. Praduganya semakin memberontak sakit, seingat Jaehwa ia tidak pernah memiliki sepatu merah berhak tinggi, atau barangkali semacamnya. Menatap lamat, apa mimpi buruknya akan benar terjadi. Sungguh, keinginan untuk segera berbalik dan pergi berlawanan arah—perasaannya menggoda seperti itu. Namun, Jaehwa tidak ingin kembali berulah, kendati perasaanya membutuhkan sebuah pembenaran.

Ketika panca tengah menatap penuh ke bawah sana dengan jalan pikir yang berhamburan, rungunya tidak dapat dibohongi jika Jaehwa dapat menangkap samar seruan canda penuh selingan goda di arah ruang sebelah kiri. Tawa manja itu dirasa-rasa seakan sebuah ilusi. Tapi, ayolah, Jaehwa tidak dapat mencerna dengan baik. Ingin mengenyahkan segala hal buruk, memang siapa lagi yang dapat dengan mudah masuk ke dalam apartemen, selain dirinya dan Jungkook.

Menarik napas sesaat. Jika semua pikirannya selama ini memang betul adanya, Jaehwa harus dapat menahan nyeri dengan sebuah pemaparan yang kelewat nyata di depan mata. Tungkainya perlahan mengayun dengan keringat yang sudah muncul di sisi kanan pelipis. Pandangan Jaehwa berpendar pada segala penjuru, melambat-lambat untuk segera menilik bagaimana pintu kamar yang terbuka—tidak lebih dari satu jengkal.

Labium pendusta; JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang