Anggita Desfiya. Gadis cantik yang awalnya di penuhi dengan kebahagiaan berubah menjadi kesedihan ketika Papanya meninggal karena kecerobohannya. Selama 3 tahun dia mencoba menghilangkan bayangan masa lalu yang menyedihkan itu. Tapi itu tidak semuda...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
*:..。o○ ○o。..:*
"Pa... Anggi kangen..." Isak gadis itu memegang sebuah nisan yang bertuliskan nama:
Dino Ferdian Bin Dimas Sartio
Gadis itu sekarang sedang berada di pemakaman umum yang terletak di pinggiran kota Bandung. Tempat dimana Papanya, Dino dimakamkan.
Rindu...
Hal itulah yang dia rasakan selama 3 tahun belakangan ini. Kehidupannya terasa hampa. Tanpa adanya Dino di sampingnya, hidupnya merasa biasa-biasa saja.
Dia bukannya tidak Ikhlas dengan kepergian Dino. Dia Ikhlas. Sangat meng-ikhlaskannya. Hanya saja semua itu terlalu cepat baginya.
Bahkan setelah kepergian Papanya, dia semakin sering menyalahkan dirinya sendiri jika kematian Papanya itu karena dirinya. Karena dirinya! Rasanya terlalu sulit baginya untuk melupakan itu.
Meskipun Naya sering menjelaskan jika kejadian itu bukan salahnya. Tetap saja! Itu semua karena kecerobohannya. Jika saja dia menuruti perkataan Dino untuk tidak menyebrang, sudah pasti Papanya itu masih ada di sampingnya.
Dia merasa kesepian...
Meskipun Naya selalu ada dan memberikan kasih sayang kepadanya. Tetap saja, semua itu terasa kurang tanpa kehadiran Dino.
Meskipun dulunya Dino selalu kerja, jarang ada di sampingnya. Itu tidak memungkinkan Anggi untuk tidak menyayanginya. Sungguh, dia sangat menyayangi Papanya itu, sama seperti dia menyayangi Naya.
"Papa tau?" Gadis itu menjeda perkataannya. Mengusap air mata yang jatuh di pipinya. "Anggi kangen banget sama Papa. Anggi kangen Papa yang selalu bawain Anggi oleh-oleh jika baru pulang dari luar kota. Anggi kangen Papa yang selalu memarahi Anggi jika berbuat salah. Anggi juga kangen Papa yang selalu memuji Anggi jika mendapatkan nilai bagus. Anggi kangen semua itu pa, Anggi kangen..."
Semilir Angin menghembus menerpa kulit putih milik Anggi. Bahkan suasana begitu sunyi. Seperti mengizinkan Anggi untuk mencurahkan segala kerinduannya di tempat itu. Dengan Langit senja yang menjadi saksi kesedihannya di pemakaman itu.
Gadis itu langsung ke pemakaman setelah pulang sekolah. Dia tidak akan pernah melewatkan waktunya untuk mampir ke tempat ini. Meskipun itu hanya sebentar.
Bahkan kadang-kadang jika dia merasa bosan di rumah. Dia memilih untuk datang ke sini. Karena menurutnya ini tempat yang baik untuk mencurahkan segalanya. Baik itu rindu, maupun yang lainnya.