PROLOG

597 16 0
                                    

"Jadi bener apa yang dibilang Rafa?"

Aku menarik kembali tanganku yang siap membuka handle pintu. Menoleh untuk menatap Arda. Aku tersentak saat mendapati Arda menatapku dengan tatapan, bisa dibilang terluka.

"Maksud kamu?" Aku memposisikan tubuhku membelakangi pintu mobil, menghadap Arda.

Arda kembali memejamkan matanya sesaat. Kemudian menatapku. Aku terpaku. Benar-benar terpaku. Hanya dengan melihat matanya, aku tahu apa yang tersimpan dihatinya.

"Aku suka sama kamu, Ra. Dan aku yakin kamu juga tau tentang itu. Yang kamu belum tau, aku suka kamu dari pertama ngelihat kamu pas masa orientasi dua tahun lalu. Aku mundur karena ternyata ada Rafa di samping kamu. Dan selama kebersamaan kalian dua tahun ini, kamu nggak sadar kan, kalau ada yang terluka?"

Hening sejenak.

"Jujur aku orang yang paling seneng waktu beredar gosip kalian putus. Hanya saja aku belum yakin mau deketin kamu. Baru berani akhir-akhir ini. Tadinya semua berjalan seperti yang aku inginkan." Arda berhenti untuk menarik napas.

"Ya. Yang dilihat Lyana tiga hari lalu di gudang itu bener. Rafa datengin kelasku dan menarikku ke sana. Bener juga yang Lyana bilang kalo Rafa pukul aku. Dia memintaku buat jauhin kamu. Dia bilang kalian hanya break sementara. Dan aku hanya pelarian kamu seperti halnya Ralin sebagai pelarian Rafa. Tadinya aku nggak percaya dan tetep mau memperjuangkan perasaan aku ke kamu. Tapi─" Arda tersenyum sinis. Aku merasakan mataku memanas.

"─aku jadi ragu buat lanjutin perasaan aku ke kamu setelah lihat apa yang kalian lakuin tadi. Sungguh, Ra. Bilang ke aku kalau memang kalian cuma break. Dengan begitu aku nggak perlu lagi menyakiti hatiku dengan maksa deketin kamu. Aku mundur kalau memang kamu masih sayang sama Rafa."

Aku tidak tahan lagi. Air mataku mengalir begitu saja. Hatiku sakit mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Arda. Rasanya seperti garam yang ditaburkan di lukaku. Terlebih saat melihat matanya berkaca-kaca. Aku merasa sangat jahat.

"Aku nggak akan ganggu kamu lagi. Semoga kamu bahagia sama pilihan kamu. Sekarang kamu boleh turun."

Arda mengulurkan tangannya untuk membuka pintu di belakangku. Napasku serasa berhenti saat tubuhnya berada tepat dihadapanku. Aku bisa mencium bau parfumnya yang sangat kusukai.

Wajah Arda beralih dari samping kepalaku menjadi di hadapanku. Tatapan Arda kembali padaku.

"Maaf, udah menganggu waktu kamu," kata Arda kemudian mengusap lembut kepalaku. Hanya sekilas. Tapi perlakuannya itu malah membuatku semakin nelangsa.

Kuberanikan untuk menatap matanya. Arda menaikkan sebelah alisnya. Seperti menyuruhku untuk segera turun. Dengan berat hati kubalikkan tubuhku dan melangkah turun dari mobil Arda. Arda langsung melajukan mobilnya tanpa menungguku masuk ke rumah. Aku terpaku. Diam di tempatku. Memandangi mobil Arda sampai benar-benar hilang di tikungan.

TRIANGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang