EPILOG

153 8 0
                                    

Jadi, nggak ada lagi cerita hujan dalam hidupku. Aku menggantinya dengan cerita yang lebih ceria. Cerita malam. Dengan cahaya lilin yang mengapung di kolam dan langit yang indah oleh taburan bintang.

Arda membuat hidupku kembali berwarna. Dia menyapu kelabu yang ditinggalkan Rafa dengan tinta warna-warni. Layaknya pelangi yang muncul setelah redanya hujan.

Hidupku kembali lagi seperti semula. Pagi yang ceria. Mama yang cerewet. Sahabat yang rese tapi baik seperti Lyana dan Dika. Jemputan dari pacar yang aku sayang. Yup. Arda kembali menjemputku seperti yang sering dia lakukan dulu. Dan dia sempat dapat wejangan dari Mama untuk tidak menyakitiku seperti yang dilakukan Rafa. Mama mengancam, kalau sampai ada kejadian aku nangis gara-gara dia, Mama akan menggunduli kepalanya dan mengganti celananya dengan kain mbak-mbak jamu.

Yang tadinya aku cemas Arda akan tersinggung, jadi tertawa mendengar wejangan konyol Mama itu. Yang membuatku mendapatku jitakan dari Mama.

Dan dari kasus Ralin aku jadi belajar, bahwa sekecil apa pun kesalahan yang kita perbuat pada orang lain bisa meninggalkan luka yang begitu besar terhadap orang itu. Karenanya, mulai sekarang aku harus lebih bijak baik dalam berkata maupun bertindak. Agar tidak ada lagi orang yang terluka karenaku. Karena faktanya terkadang tanpa kita sengaja dan kita inginkan pun, tutur kata dan perbuatan kita bisa menyakiti orang lain.

Bahagia itu sederhana. Sesederhana saat aku merasakan nyaman berada di tengah keluarga yang menyayangiku, sahabat-sahabat yang perhatin padaku, serta pacar yang aku sayang dan sayang padaku. Sesederhana melihat tawa lepas Arda saat menertawakan kekonyolan Lyana dan Dika yang berdebat tentang alasan kenapa warna celana kolor ijo itu hijau bukannya merah.

Sesederhana itulah bahagia untukku.
───

SELESAI

TRIANGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang