"Benar dengan saudara Min Yoongi?" Lelaki berambut hitam kecokelatan itu mengangguk, raut kesedihan tidak bisa ia sembunyikan. Banyak penyesalan yang ia rasakan saat ini, melambung tinggi nalarnya mempertanyakan tentang keanehan yang terjadi pada keponakannya, Kang Taehyun.
Ruangan itu sempit, ada seorang ahli intelijen bernama Kim Namjoon dan seorang psikiater wanita bernama Adora. Min Yoongi tidak gila, ia hanya ingin ditanya tentang pelaku sekaligus korban dari tragedi kebakaran di sekolah Taehyun.
Mengapa bukan Taehyun saja yang ditanya, kan, dia pelakunya! Bukankah semua sudah jelas? Taehyun itu pelaku sekaligus korban. Banyak yang mengira Taehyun melakukan percobaan bunuh diri di ruang kelasnya sehingga mengakibatkan satu sekolah hangus terbakar. Dan di balik reruntuhan bangunan yang sudah hangus itu hanya ada Taehyun dengan seragam rapi serta tubuh tanpa cacat terkulai tidak sadarkan diri. Jantungnya tidak lagi berdetak, napasnya tidak lagi terasa, jadi polisi dan pengawas tempat kejadian perkara menyatakan bahwa Taehyun tewas di tempat.
"Kami memohon maaf jika panggilan kami membuat Anda tersinggung. Tapi apakah Anda merasa ada yang mengganjal dengan kematian keponakan Anda?" Lelaki berlesung pipit itu memecah keheningan. Sementara Adora mulai memperhatikan gerak-gerik Yoongi.
"Aku sudah dengar semuanya, kalian menyatakan bahwa kematian keponakanku disebabkan karena percobaan bunuh diri. Itu sama sekali tidak wajar, dia ditemukan dalam keadaan baik-baik saja sementara seluruh gedung hangus terbakar. Tidak ada luka ataupun cacat ditubuhnya dan tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik." Yoongi menghela napas panjang, netranya tanpa sengaja bertemu dengan tatapan serius sang psikiater.
"Aku tahu maksud kalian memanggilku ke sini. Aku memang satu-satunya keluarga Taehyun yang tersisa, tapi aku tidak pernah melakukan hal tidak masuk akal seperti yang kalian pikirkan. Aku masih waras dan tidak mungkin melakukan pelecehan atau semacamnya kepada keponakan sendiri!"
Namjoon berdehem, "Aku mengerti, tapi Min Yoongi-ssi maaf memotong, apa keponakan Anda melakukan hal yang mencurigakan belakangan ini?" Yoongi menatap langit-langit ruangan, berusaha mencari celah tentang pertanyaan Namjoon barusan.
"Taehyun cukup aneh!" ucapnya kemudian.
"Aneh bagaimana maksudnya, Yoongi-ssi?" Adora angkat bicara.
Yoongi memiringkan kepalanya mengingat-ingat, "Seperti sering berbicara sendiri?"
"Aku mengenal Taehyun dengan sangat baik, aku sudah merawatnya saat Taehyun berumur tiga belas tahun. Taehyun kehilangan keempat sahabatnya tepat setahun setelah kedua orang tuanya meninggal dunia. Aku rasa itu alasan Taehyun menjadi sangat pendiam dan sering melamun. Tapi Taehyun berubah sejak beberapa hari terakhir. Jadi selalu bersemangat pergi ke sekolah dan terlihat sumringah setelah pulang ke rumah. Taehyun juga sering keluar rumah, alasannya karena tugas sekolah, tapi setahuku Taehyun tidak punya teman lain selain keempat sahabatnya yang meninggal itu. Taehyun menutup diri."
"Empat sahabatnya? Siapa saja mereka?" tanya Adora lagi.
"Beomgyu, Yeonjun, Soobin, dan Kamal? Aku hanya sering mendengar nama itu, tidak sampai seluk beluk dan sedekat apa persahabatan mereka, tapi yang aku tahu mereka adalah pengaruh terbesar mengapa Taehyun bisa berubah drastis. Taehyun memang sempat menjadi sangat dingin saat kehilangan orang tuanya, tapi itu tidak berlangsung lama saat Soobin mulai mengajaknya berteman, setidaknya aku pernah dengar itu dari Taehyun." Yoongi menatap Namjoon dan Adora bergantian.
"Soobin?" Air wajah Adora berubah. Hal itu memancing rasa penasaran Namjoon untuk bertanya, namun belum sempat Namjoon melemparkan pertanyaan, ia lebih dulu terkejut.
"Adora punya adik bernama Soobin, meninggal empat tahun yang lalu," jelas Namjoon pada Yoongi. Yang diberitahu mengangguk maklum.
"Oh iya, aku bawa ini." Yoongi mengeluarkan sebuah buku dari dalam ranselnya, terlihat seperti buku diary namun ketebalannya persis seperti ensiklopedia. Adora mengamit buku tersebut setelah diberi izin oleh Yoongi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LABYRINTH OF MAGIC [√]
FanfictionDimalam kelabu yang dipenuhi bintang-bintang, kita mengikrarkan sebuah janji. "Bahkan ketika hatiku penuh dengan kekacauan dan mimpiku menari dibawah sinar kelam malam, aku hanya butuh setitik cahaya sepertimu." Seharusnya selalu seperti itu. Hidupk...