Magic Island memang bukan pulau yang sembarang orang bisa masuk ke sana. Langit malam yang dipenuhi bintang serta bulan purnama yang menerangi awan hitam mewarnai suasana sejuk nan asri. Seharusnya lima pemuda berseragam sekolah yang saat itu berkunjung dapat merasakan keindahan yang disuguhkan, namun mata yang tertutup membuat mereka buta. Bukan, hanya satu pemuda yang bisa merasakan tanpa tahu keempat lainnya tersiksa karena bintang.
Kedatangan seekor naga semata-mata bukan untuk menimbulkan kekacauan, melainkan seseorang mengharapkan keberadaannya. Yang termuda mendapat bayangan bahwa naga itu bisa menyelamatkan jiwa mereka, ya, nyatanya memang benar.
Menurut kepercayaan orang Timur, naga bisa dilambangkan sebagai kekacauan. Tapi bagi orang Korea, naga penanda bahwa hujan akan segera turun. Dan terbukti, porak-poranda yang tercipta karena kebakaran hebat bisa reda dengan cepat sebab hujan turun tepat setelah naga menapakkan kakinya di tanah.
Kedua kepercayaan itu rupanya saling terkait. Dan naga menjadi salah satunya yang mengambil peran paling penting.
"Sebentar, Hyung. Kau bilang kebakaran itu terhenti setelah angin menerpa mereka berlima. Kenapa tiba-tiba hujan yang menyelamatkan mereka setelah naga menapakkan kaki?" Yang ditanya menggaruk pipinya. Pertanyaan yang termuda sebenarnya juga menjadi pertanyaan yang tertua setelah kurang lebih tiga jam duduk di kursi panjang itu.
"Lalu, bagaimana dengan capung yang dipegang si tokoh? Bukankah capung itu berubah jadi naga yang saaangat besar dan menakutkan?"
"Apa kau yakin halaman itu berurutan, Hyung? Kenapa aku merasa ada potongan yang terlewat?" Pemuda satunya ikut menambah. Menatap bingung pada yang barusan dipanggil dengan sebutan Hyung.
"Ah ... kau benar, bocah. Ada yang merobek buku ini di lembar ke tiga puluh empat." Yang dibacakan dongeng mengangguk paham. Mulut keduanya menggumamkan huruf O dengan sempurna.
"Tapi kenapa Hyung malah membacakan dongeng yang tidak lengkap? Kita mau tidur, Hyung. Kau mau aku dan dia mimpi buruk karena rasa penasaran?"
"Heh, jadi menurutmu aku harus mengecek tiap halaman untuk mengetahui buku itu lengkap atau tidak?!"
"Tentu saja!"
Pertikaian kecil tidak bisa terelakkan, yang tertua sibuk melempar bantal pada dua pemuda yang termuda yang menyembunyikan seluruh tubuh mereka di balik selimut seraya tertawa puas.
"Kita harus kabur dari sini sebelum Canis vulpes betina ini mengamuk."
"Kau benar, kita bisa saja kempes jika rubah itu menindih kita."
Obrolan singkat nan mengejek dari yang berada di balik selimut membuat yang tertua semakin emosi. Lantas menggamit buku yang dibacanya tadi lalu memukul satu persatu bokong dari keduanya. Yang dipukul teriak kesakitan. Seraya mengusap bokong masing-masing, dua pemuda itu pun membuka selimut dan meminta maaf. Air wajah sengaja mereka buat semenyedihkan mungkin agar masalah cepat selesai.
"Lagipula kalian tidak salah apa-apa." Kedua pemuda itu kompak memiringkan kepala. Mengerjapkan mata polos.
"Lalu kenapa Hyung memukul kami?"
"Hanya ingin!"
"YA! DASAR HYUNG KURANG AJAR!"
Di pojok ruangan ada dua pemuda yang duduk termenung seraya bersandar di punggung kursi. Menatap perkelahian singkat yang kembali terjadi dengan tertua yang berlari kesana-kemari dengan lidah yang menjulur ke depan, mengolok-olok. Sedangkan yang termuda mengejarnya dengan sesekali berhenti karena kelelahan dan sibuk mengatur strategi untuk menangkap Hyung yang mereka juluki sebagai rubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LABYRINTH OF MAGIC [√]
FanficDimalam kelabu yang dipenuhi bintang-bintang, kita mengikrarkan sebuah janji. "Bahkan ketika hatiku penuh dengan kekacauan dan mimpiku menari dibawah sinar kelam malam, aku hanya butuh setitik cahaya sepertimu." Seharusnya selalu seperti itu. Hidupk...