stepping back

3.4K 314 25
                                    

Park Jimin duduk dengan wajah penuh berharap. Kedua tangannya saling bertautan di depan dada. Matanya terpaku pada kelompok yang tengah bertanding basket di tengah lapangan.

Sorak sorai memenuhi indera pendengarannya, namun ia maaih tertuju pada sosok yang sedang menggiring bola mendekati ring lawan. Mulut Jimin perlahan membuka dan hal berikutnya yang ia lakukan adalah bersorak keras.

"Ya! Min Yoongi kembali menambah angka!" seru sang komentator pertandingan.

Senyum Jimin semakin mengembanh lebar. Netranya masih menatap laki-laki yang baru saja mencetak angka di depan sana. Namun, senyum itu perlahan sirna saat lelaki bernama Min Yoongi itu melangkah menuju bangku penonton, kearah seseorang yang duduk disana lalu mengelus puncak kepala sang kekasih.

Jimin membuang pandangannya dengan cepat. Hatinya terasa perih. Ia sadar bahwa tidak seharusnya ia merasa seperti ini. Ia sadar bahwa dirinya tidak berhak untuk merasa sakit.

"Mereka manis sekali."

Kepala Jimin menoleh kearah kiri dan mendapati sahabat baiknya telah duduk di sampingnya. "Oh, kau datang juga, Kim Taehyung."

Taehyung melahap eomuk-nya dengan nikmat. "Tentu saja. Aku tidak mungkin membiarkanmu patah hati sendirian disini."

"Aku tidak patah hati!" erang Jimin.

Taehyung memutar bola matanya. "Katakan itu pada mata sendumu."

Jimin terdiam. Ia menunduk dan menatap kedua tangannya. "Aku tidak patah hati. Lagipula, aku tidak seharusnya merasakan hal itu, bukan?"

"Kenapa tidak? Kau mencintainya, jadi wajar jika kau merasakan sakit saat melihatnya mencintai orang lain," balas Taehyung.

Jimin memaksa senyum kecil. "Yah, kurasa pepatah 'cinta tidak harus memiliki' itu ada benarnya."

Taehyung berdeham pelan. "Aku tidak sepakat. Setiap manusia dilahirnya dengan ego-nya masing-masing. Ketika kau mencintai seseorang, ego-mu akan menginginkannya. Ego-mu akan mengharapkannya berada disisimu. Karena itulah mengapa manusia berjuang untuk bisa hidup bersama dengan orang yang mereka cintai. Jika kau berkata bahwa cinta tidak harus memiliki, bukankah itu terdengar seperti kau tidak ingin berjuang untuk bisa bersamanya?"

Jimin menoleh dan menatap sendu pada Taehyung. "Kau tau ini tidak semudah itu, Taehyung."

💧💧💧

Jimin menutup pintu dan berjalan perlahan. Bunyi berisik terdengar dari arah dapur. Ia pun mengintip dan melihat seorang disana.

"Seokjin hyung..."

Seokjin menoleh lalu tersenyum. "Oh, Jimin! Aku tidak mendengarmu datang."

Jimin menarik satu bangku untuk ia duduki dan menarik bangku lain untuk meletakkan tasnya disana sementara Seokjin masih sibuk memasak.

"Kau pulang bersama Taehyung?" tanya Seokjin sambil tetap membelakangi Jimin.

"Ya," ucap Jimin lalu meminum segelas air. "Taehyung mengantarku."

"Kau tidak mengajaknya masuk?"

"Ah, tidak," jawab Jimin. "Dia bilang ada janji dengan Jungkook."

Seokjin terkekeh. "Haha, mereka pasangan yang manis. Aku pernah berpapasan dengan mereka di mall."

"Oh, Jiminie!"

Tubuh Jimin menegang. Matanya membulat besar dan perlahan ia menoleh menuju asal suara yang menyebut namanya.

Matanya mengikuti pria yang kini berdiri di sisi Seokjin, mengintip masakan yang dibuatnya.

"O-oh..." balas Jimin.

Seokjin tertawa. "Kenapa kau kaku begitu pada Yoongi, Jimin?"

Jimin terdiam dan tidak menanggapi. Ia masih menatap Yoongi yang menarik bangku dan duduk di hadapannya.

Jimin seakan dilemparkan dengan keras diatas lapisan kenyataan yang menyakitkan. Hatinya terasa perih saat Yoongi tersenyum manis kearahnya, namun Jimin berusaha memaksa senyum kecil untuk membalasnya.

"Selamat atas kemenanganmu, hyung," lirih Jimin.

Yoongi mengangguk cepat. "Aku keren, kan?"

Jimin hanya tersenyum, berusaha mengalihkan rasa sesak di dadanya.

Seokjin berjalan mendekati meja makan dan meletakkan masakannya di tengah meja. "Ayo makan. Kau pasti belum makan, Jimin."

"Kau harus makan yang banyak, Jiminie," ujar Yoongi. "Aku dan kakakmu tidak ingin melihatmu kurus saat menjadi pembawa cincin di pernikahan kami."

Air mata Jimin mulai menumpuk. Ia menatap lurus pada Yoongi yang sedang bersenda gurau dengan Seokjin. Ia lalu memandangi Yoongi dan Seokjin bergantian.

Bagaimana caranya aku bisa berjuang jika aku harus menyakiti kakakku sendiri?

"Kau tau," ucap Seokjin tiba-tiba. "Kami bertaruh hari ini, jika Yoongi menang, maka kami akan memakai konsep yang dia inginkan. Dan sialnya, dia menang!"

Yoongi tertawa keras. "Keberuntungan selalu berada disisiku, Seokjinie. Lagipula, konsep monochrome lebih baik daripada konsep pink-mu itu."

Seokjin menoleh pada Jimin. "Jimin, bagaim... kenapa kau menangis?!"

Jeritan Seokjin menyadarkan Jimin. Ia langsung menyentuh pipinya dan merasakan jejak basah disana. Jimin menyeka cepat seraya menggeleng.

"Jiminie, ada apa?" tanya Yoongi.

Suara lembut Yoongi meruntuhkan pertahanan diri Jimin. Air matanya malah mengalir semakin deras tanpa bisa ia hentikan. Ia menyeka berulang-ulang namun sia-sia.

"Maaf," lirih Jimin. "Sebaiknya aku ke kamar."

Mengabaikan Seokjin yang memanggilnya, Jimin berlari menaiki tangga. Ia mengunci pintu kamar dan mulai menangis.

Tatapannya kosong, namun air mata terus mengalir deras. Semua terasa menyakitkan untuknya.

Kenapa Yoongi mencintai kakaknya? Kenapa sang kakak? Seakan Tuhan tidak ingin memberi kesempatan pada Jimin untuk bisa berjuang mendapatkan Yoongi.

Jimin-lah yang mencintainya lebih dulu.
Jimin-lah yang menginginkan Yoongi sejak awal.

"Jiminie, bisa kau buka pintunya?"

Suara Yoongi terdengar dari balik daun pintu. Jimin merasa ragu untuk membuka pintu. Namun, tangannya bergerak sendiri menarik kenop pintu dan menariknya membuka.

Yoongi berdiri di hadapannya dengan membawa tas Jimin yang ia tinggalkan di meja makan. Yoongi menyodorkan tas itu pada Jimin.

Jimin memilih untuk menunduk. Terlalu menyakitkan baginya untuk bisa melihat wajah Yoongi saat ini. Tangannya menarik tas itu dari tangan Yoongi.

Yoongi menatap lekat pada Jimin. "Kau baik-baik saja?"

Hanya anggukan yang diberika Jimin sebagai jawaban, karena ia tau, jika ia mengeluarkan suara, tangisnya akan pecah.

"Baiklah. Sebaiknya kau istirahat," ucap Yoongi seraya membalikkan tubuh.

"Yoongi hyung," panggil Jimin dengan suara parau.

Yoongi berbalik. "Hm?"

Jimin menarik napas dalam-dalam. "Apa kau mencintai kakakku?"

Jimin menarik napas sekali lagi, berusaha menguatkan dirinya untuk mendengar jawaban yang akan ia dengar dari Yoongi.

"Ya, aku mencintainya. Aku mencintai Seokjin."

Nyatanya usaha itu sia-sia. Tangis Jimin meluruh sesaat Yoongi meninggalkan kamarnya.

Aku berharap kau tidak mencintai kakakku, Yoongi hyung.

💧💧💧

A/N: berusaha untuk membuat angst lagi, tapi ternyata tak bisa..

Oh iya, aku bagi rekomendasi fanfic angst dong~ hehehehe

Satu lagi, buat yang nunggu dating dan the combs II, mohon maaf yaa aku belum update-update... maafkan crunchyoongi

just a storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang