Min Yoongi mengibas-ngibaskan tangan kirinya yang terasa kaku. Berlatih gitar selama berjam-jam membuat pergelangannya sedikit terasa ngilu.
Ia membuat gerakan memutar, mencoba untuk melemaskan pergelangan yang terasa kaku sembari mengistirahatkan punggung pada sandaran kursi. Gitar sudah tersandar rapi di sisi tubuhnya.
Mata sipit itu melirik ke arah jam dinding. Sudah hampir tengah malam dan ia masih berada di studio kecilnya dan bermain musik. Ia pun merogoh saku dan mengeluarkan ponsel.
Ketika hendak memegang ponsel dengan dua tangan, Yoongi menyadari sesuatu yang aneh pada jari-jari di tangan kirinya. Ia membalik dan menatap ujung-ujung jemarinya yang mulai terkelupas.
Bukannya bergegas mengambil salep, Yoongi malah terus menatap kulit-kulit itu sembari memainkannya. Ia terkekeh melihat gumpalan kulit yang menggantung di sana.
Perlahan ia meraih ponsel lalu mengambil foto jemarinya. Ia tersenyum tipis sebelum akhirnya sibuk bermain dengan ponselnya. Membuka aplikasi weverse dan mengunggah foto yang diambilnya tadi.
Senyumnya lebar mengembang kala membaca status yang diketiknya. Tidak sakit.
Yoongi tidak sedang berbohong. Ia memang tidak merasakan sakit pada jarinya-jarinya, hanya sedikit aneh karena ujung-ujung jemari itu mulai mengeras. Berulang kali ia menyentuh bagian ujungnya hanya untuk merasakan sisi yang sudah keras itu.
Beberapa kali ia menarik-narik kulit mati yang mulai mengelupas layaknya mainan seru. Sesekali terkekeh seraya memandangi potongan kulit itu di telapak tangannya.
Kepala Yoongi terdongak cepat ketika mendengar seseorang memasukkan password untuk membuka studionya dengan terburu-buru. Yoongi pun terbangun dari duduk dan menatap terkejut pada sosok yang kini berdiri di depannya sembari memegang sebuah kotak putih.
Langkah pria manis itu sangat cepat menghampiri Yoongi, lalu mendorong tubuh Yoongi hingga terjatuh kembali ke atas sofa. Yoongi menatap penuh heran ketika pria itu berlutut di depan Yoongi dan mulai membuka kotak itu.
"Jimin."
"Diam."
Yoongi bungkam kala mendengar balasan dingin itu dan membiarkan Jimin menarik tangan kirinya. Ia membalik telapak tangan Yoongi lalu terdiam sesaat.
"Aku baik-baik saja."
"Apanya yang baik saja?!" Jimin memekik kencang. Wajahnya merah padam dan maniknya mulai berair.
Yoongi tak membalas. Ia malah menanti Jimin mengeluarkan seluruh emosinya. Yoongi tahu Jimin sedang menahan air matanya dan Yoongi benci melihat Jimin yang menahan diri di hadapannya.
Jimin pun tak kunjung bicara dan memilih untuk memalingkan pandangan dari Yoongi. Menarik napas panjang berulang kali demi menenangkan diri. Ia tidak ingin mengomeli Yoongi yang sudah lelah berlatih gitar seharian. Rasanya seperti tidak menghargai usaha latihan pria itu.
Hening tetap betah pada tempatnya hingga salah satu dari mereka akhirnya membuka suara. "Jariku tidak sakit."
Seketika itu, pertahanan Jimin runtuh. Air matanya lolos begitu saja tanpa sempat tertahan. Yoongi menaikkan tangan dan mengusap pipi Jimin yang basah dengan ibu jarinya. "Kenapa menangis? Aku baik-baik saja."
"Aku khawatir, bodoh!" bentak Jimin di sela-sela tangisnya. "Aku langsung berlari ke sini setelah melihat unggahanmu!"
"Kau tidak terjatuh, 'kan?"
Jimin memukul paha Yoongi cukup keras. "Kau pikir aku sedang bercanda?!"
Yoongi malah terkekeh gemas dan menyeka ujung mata Jimin yang masih basah sementara Jimin menatap kesal ke arahnya.
Tangan Jimin bergerak meraih jemari Yoongi yang bebas. "Coba kulihat."
Jimin membalikkan telapak Yoongi sekali lagi dan mengelus pelan ujung jemari Yoongi. Ia menghela napas panjang. "Pasti sakit, 'kan?"
"Tidak," bantah Yoongi. "Benar-benar tidak sakit."
"Bohong."
Yoongi memutar bola matanya. "Astaga. Aku serius."
Jimin melepaskan genggamannya lalu mulai membuka kotak putih yang dibawanya. Yoongi mengintip dan melihat beberapa obat di dalamnya.
Yoongi menghela napas. "Hei, tidak perlu."
"Salep saja," tukas Jimin.
Yoongi meraih bahu Jimin, membuat pria itu menghentikan gerakannya. "Tidak perlu. Kalau kau mengoleskan salep di jariku, nanti aku tidak bisa berlatih."
Jimin termenung sejenak dan menatap tepat pada manik Yoongi. Pria itu berusaha meyakinkan Jimin bahwa ia baik-baik saja. "Sedikit saja, hm?" Jimin membujuk.
Tangan besar Yoongi tiba-tiba menangkup kedua sisi wajah Jimin dan memangkas jarak di antara mereka. Jimin terkesiap dan mengerjap berulang kali.
"Tidak perlu," bisik Yoongi rendah. "Lagipula, obat yang ampuh itu bukan salep."
Jimin mengerut penuh tanya. "Lalu, apa?"
"Ini."
Yoongi mencuri satu kecupan singkat dari bibir Jimin, membuat si empunya mencebik kesal sementara si pencuri terkekeh menang. "Sudah sembuh," ucap Yoongi riang.
"Apanya yang sembuh!" kesal Jimin.
"Kata ibuku, kecupan bisa menyembuhkan," jelas Yoongi.
Jimin mendengus. "Tapi, yang sakit 'kan jarimu, bukan bibirmu."
Yoongi tersenyum lebar. "Bukankah keduanya sama-sama bagian dari tubuhku? Mereka terhubung. Obat dari kecupanmu akan mengalir ke seluruh tubuhku, termasuk jari-jari ini."
Jimin menyipitkan matanya setelah mendengar penjelasan penuh omong kosong yang dilontarkan Yoongi. "Aku bukan anak kecil yang bisa dibodohi dengan hal tidak masuk akal seperti itu."
Tawa Yoongi benar-benar lepas. Ia kembali menangkup pipi Jimin lalu menggerakkan kepala Jimin ke kanan dan kiri. "Kau menggemaskan, Park Jimin."
Jimin diam pasrah saat Yoongi memainkan pipi putihnya. Berulang kali Yoongi mencubit gemas pipi itu sampai akhirnya Jimin menarik tangan kiri Yoongi.
Yoongi membelalak kaget ketika Jimin mulai mengecupi jemarinya satu per satu dengan durasi yang cukup lama. Membiarkan sensor-sensor yang berada di ujung jari-jari Yoongi merasakan bibir tebalnya yang empuk.
Jimin tak peduli pada tatapan Yoongi dan sibuk menciumi jari-jari dengan kulit yang terkelupas itu. Ketika ia selesai mengecup jari kelingking, ia mendongak. "Sudah sembuh?"
"Sepertinya kecupanmu kurang. Lagi."
Jimin memukul lengan Yoongi sembari tertawa. Yoongi pun ikut tertawa lalu memajukan tubuhnya pada Jimin. "Maaf sudah membuatmu khawatir."
Tangan Jimin terangkat dan mengacak rambut gelap Yoongi. "Aku tidak melarangmu berlatih, tapi kumohon jangan sampai kau melukai dirimu."
Yoongi mengangguk cepat. "Aku mengerti, Jimin-ie. Maaf dan aku mencintaimu."
(fin.)
A/N : Apa ini? Singkat sekali. Hehehe...