"Ahjusshi."
Park Jimin mendekatkan dirinya pada seorang pria berjas hitam yang bersandar di dinding. Ia berjalan seraya memegang tas ranselnya erat.
Pria berkulit pucat itu tidak bergeming bahkan ketika Jimin telah berdiri di hadapannya. Ia hanya memandang Jimin tanpa bersuara sama sekali.
"Kau datang lagi," gumam Jimin
Jimin menarik napas dalam saat pria itu mengangkat alisnya penuh tanya. "Aku sering melihatmu berdiri disini, seperti menunggu sesuatu."
Rasa kesal Jimin membesar ketika lelaki itu tetap diam dan tak membalas. Ia menghentakkan kakinya. "Aku seperti sedang bicara dengan dindi..."
"Kenapa kau disini?" potong pria dewasa itu.
"Huh?"
Pria itu mengangkat tangan dan melirik arloji disana. "Bukankah sekarang masih waktu pelajaran?"
Jimin menoleh menatap gedung sekolah yang ada disampingnya dan hanya terpisah sebuah dinding beton. Ia menghela napas panjang. "Apa gunanya kau bersekolah kalau kau tidak tau apa yang mau kau lakukan dalam hidupmu," gumamnya.
Mata Jimin membulat lebar ketika pria itu menepuk pelan puncak kepalanya. Ia sedikit terkejut dengan pergerakan yang tiba-tiba itu, namun yang lebih membuatnya terkejut adalah ucapan pria itu setelahnya.
"Lakukan saja semaumu."
Jimin merasa aneh. Bukankah biasanya orang dewasa akan menceramahinya? Jimin sudah sering mengatakan hal itu setiap kali ia tertangkap basah sedang membolos oleh guru konseling, tapi tentu saja semua berakhir dengan ceramah panjang yang diarahkan untuknya.
Namun, pria itu malah mengatakan hal yang sebaliknya. Ia malah terlihat seperti mendukung apa yang Jimin lakukan, bahkan menyuruhnya untuk melakukan apapun yang ia mau.
Siswa SMA itu masih tercengang di tempatnya sementara pria asing dengan setelan jas hitam itu menegakkan tubuhnya dan mulai berjalan menjauh darinya. Jimin mengerjap sesekali lalu berteriak, "Ahjusshi! Siapa namamu?"
"Kau tidak perlu tau."
"Apa kau akan datang kembali besok?"
Pertanyaan Jimin seakan terbang tertiup angin karena pria itu tidak menjawabnya dan semakin berjalan pergi. Jimin mengigit bagian dalam bibirnya dan mengeratkan genggamannya pada tali ransel.
"Aku berharap kau datang lagi besok."
📜📜📜
"Aku sudah menduga kau akan datang lagi."
Jimin bisa melihat kilatan kejut dari manik hitam pria itu. Mata Jimin menggerayangi tubuh pria itu, menyadari bahwa lelaki itu mengenakan pakaian yang sama seperti kemarin.
"Kau tidak punya pakaian lain, ya?"
Pria itu mendongak. "Apa yang kau lakukan disini?"
Jimin memberengut. "Aku bosan. Kurasa aku memang tidak seharusnya pergi ke sekolah."
Hela napas Jimin terdengar ketika pria itu kembali tak memberikan balasan. "Apa kau selalu bertingkah seperti ini? Mengabaikan pertanyaan orang lain dan membiarkan mereka bicara sendirian?"
"Yang kau katakan tadi pernyataan, bukan pertanyaan," jawab pria itu datar.
Jimin langsung memasang wajah datar. "Tapi setidaknya kau bisa memberiku respon seperti 'oh, begitu' atau bertanya kenapa."
"Oh, begitu."
Seketika Jimin menyesal sudah menyarankan kata-kata balasan tadi kepada pria yang menurutnya berada di sekitar umur 25-an itu. Sebenarnya pria itu juga terlihat seperti anak muda yang baru memasuki usia 20 tahun, tapi menyaksikan gelagatnya yang seperti orang dewasa, rasanya tidak mungkin ia berumur semuda itu.