Jimin kecil mengerjapkan matanya berulang kali. Ia merasakan perih di bagian pelipisnya, dan bau amis darah yang bercampur dengan bau besi terbakar memenuhi indera penciumannya.
Ia berusaha memahami apa yang terjadi, namun penglihatannya kabur, ditambah dengan airmatanya yang mulai mengalir deras. semua pun terlihat samar,
Jimin kecil merasakan tubuhnya terhimpit dengan posisi yang terbalik. Sabuk pengaman masih mengikat dirinya kuat, meskipun kini kepalanya melayang tepat di atas aspal, tergantung karena sabuk pengaman.
Bau terbakar semakin tercium pekat. Anak kecil itu berusaha menggerakkan kepala, untuk mengintip ayah dan ibunya yang duduk di bangku depan.
Ia semakin menangis ketika suara lirihnya berusaha memanggil ayah dan ibunya, namun tak ada suara yang membalasnya. Jimin kecil tak bisa melihat jelas keadaan kedua orang tuanya yang berada dalam posisi terbalik seperti dirinya.
Berulang kali Jimin kecil memanggil meskipun rasa sesak dan panas mulai mencekiknya. Kepalanya semakin berdenyut kuat. Ia berusaha berteriak meminta pertolongan, namun hanya suara bisikan yang terdengar keluar dari mulutnya.
Ketika Jimin menoleh ke kanan, ia merasa secercah harapan menghampiri hidupnya. Ia bisa melihatnya cukup jelas, meskipun air mata membayangi retina. Lelaki pucat itu berdiri disana mengenakan jas hitamnya yang pekat, serta topi dengan warna yang senada.
Jimin berusaha menggerakkan tangannya, namun rasa ngilu segera menghantamnya saat ia mulai menarik tangannya yang terhimpit. Ia merasa frustasi, namun tetap mengerahkan tenaga untuk memanggil orang tersebut.
Wajah Jimin berubah kaget saat ia melihat ayah dan ibunya berdiri di sisi lelaki asing itu. Ia meronta kuat, seraya terus berteriak memanggil ayah dan ibunya. Ia berpikir bahwa ayah dan ibunya selamat, namun kenapa mereka tidak menyelamatkan Jimin?
Pikiran Jimin seakan ditepis dan dijatuhkan begitu keras ke atas tanah ketika menyadari bahwa ayah dan ibunya masih terdiam kaku di tempat duduk mereka masing-masing, dengan sabuk yang masih melilit tubuh tak berdaya disana.
Tangis Jimin membesar. Ia menatap lelaki pucat yang masih terdiam di tempatnya.
Belum sempat Jimin memanggil lagi, pintu disebelahnya bergerak terbuka. Teriakan demi teriakan terdengar memekik. Jimin tak lagi bisa memproses apa-apa. Ia terus menatap pria berpakaian di seberang jalan sana.
Matanya berlarian tak tenang ketika ia tidak lagi menemukan ayah dan ibunya disamping pria itu. Ia terus menangis tak karuan sementara orang-orang berusaha membebaskan dirinya yang terhimpit di dalam mobil.
Jimin tak mengalihkan pandangannya dari orang tersebut, bahkan saat seseorang tengah menggendongnya dan membawanya menjauh. Ia terus menoleh ke belakang, namun tetap saja, pria itu berdiri sendiri, tidak ada bersama ayah dan ibunya disana.
"Bagaimana orang tuanya?"
Jimin mendengar sayup-sayup pembicaraan orang-orang. Ia lalu beralih menatap mobil yang terbalik tak jauh dari gerombolan orang-orang.
"Mereka sudah meninggal."
Tangan Jimin terulur ke arah mobil itu. Ia melihat ayah dan ibunya masih berada di dalam, meskipun orang-orang berusaha mengeluarkan mereka.
Matanya pun kembali menatap kearah dimana lelaki asing itu berdiri tenang tanpa ekspresi. Namun, ia tak lagi berada disana.
📜📜📜
Yoongi menatap datar Jimin yang tersenyum padanya. "Apakah orang tuaku baik-baik saja, jeoseung-saja-nim?" tanya Jimin.
"Ya," jawab Yoongi. "Mereka baik-baik saja."