13. Someone

72 2 0
                                    

Angin bertiup pelan mengibaskan rambutnya, menutup matanya demi merasakan kesejukan. Pagi ini reta duduk tepat di samping jendela dengan beberapa orang di dalam kelas.

Tapi Reta membuka matanya, merasakan anginnya tak lagi terasa. "Anta?" Seseorang yang hanya nampak punggung oleh reta.

"Hai, aku juga suka angin." Anta membalikkan badannya dari luar jendela.

"Kenapa?"

"Karena ada nyawa dalam setiap hembusannya." Anta melompati jendela terbuka itu untuk masuk ke dalam kelas.

"Hum." Reta menggeserkan duduknya.

"Rumah kamu dimana ta?"

"Kamu?" Kata yang agak canggung di telinga reta dari mulut anta.

"Hahahaha." Tidak tau mengapa anta tertawa, tapi ini sangat mendebarkan.

"Lo aneh deh." Ungkap reta.

Bukannya menjawab anta malah mendekati reta sembari mengelus rambut reta. "Kamu pernah rambut pendek?"

"Hah?" Reta sama sekali tidak mendengar pertanyaan anta, ia hanya menatap anta salting. Ini sungguh tak biasa.

"Menurutku kamu lebih cocok rambut pendek." Ungkap anta tersenyum, kemudian pergi meninggalkan reta.

"Astaga!" Reta masih saja terdiam di sana, "Anta tanggung jawab lo!" Batin reta.

Berselang kemudian nadila datang menghampiri reta.

"Ngapain?"

"Nggak."

"Eh ret gue mau cerita." Ucap nadila dengan penuh semangat.

"Gue lagi males dengarnya, ntar aja ya." Reta tertawa ria sembari pergi dari kelas.

"Woi, kurang asem lo!" Teriak nadila dari dalam kelas.

Reta hanya berdiri di depan kelas menikmati angin dan juga memikirkan dia. Reta terlalu bahagia untuk mengungkapkan perasaannya saat ini.

...

Reta sangat bersemangat pulang hari ini, bahkan ia tak bertemu dengan the faslorth seharian ini. Ia hanya mengurung diri di dalam kelas menikmati kebucinannya.

"Dudududu." Reta bersenandung kecil, memperhatikan langkahnya menuju parkir.

"Aku udah mikirin ini."

"Hah?" Lagi-lagi reta kaget, mendengar suara dari belakang.

"Hehe, kaget ya. Lupain aja." Lelaki itu terus berjalan dan menarik-lebih tepatnya menggenggam tangan reta, membuat mereka beriringan.

"Mikirin apa?" Reta melihat anta yang lebih tinggi dari reta.

"Nggak, makan bareng?"

Dunia seolah sedang berbahagia, reta bahkan tidak menanyakan mengapa anta menggenggam tangannya. Anta sungguh berlebihan.

"Kamu mau pesen apa?" Tanya anta

"Samain aja." Mereka berdua sedang berada di cafe, "Sepedanya gimana anta?"

"Sepeda siapa?" Jawab anta yang sibuk memilah menu.

"Aku kan nggak bawa sepeda." Jawab reta bingung, anta memang diluar dugaan.

Anta menutup menu yang ia pegang, dan menatap reta dengan wajah yang tak bisa ditebak. "Kamu nggak perlu panggil aku-kamu kalau ngerasa canggung."

"Hem, nggak kok. Nggak canggung." Reta membuang mukanya menyembunyikan pipi yang merona.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

K O M I T M E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang