"Maafkan aku ... maafkan aku, Sayang. Tuhan, bimbing aku. Jangan biarkan aku merusak rumah tanggaku sendiri. Jangan biarkan aku menyakiti mutiara yang telah kau kirimkan padaku."
***
Esoknya, Farhan berangkat ke kantor seperti biasa. Namun, kali ini ada yang berbeda dari sikapnya. Pria itu menghindar dari Nadia. Wanita itu merasa keheranan. Apa salahnya?
"Mas, tadi Pak Rian telepon,beliau tanya, kapan kira-kira bisa mulai renovasi rumahnya?"
"Oh ... kalau itu, coba tanyakan ke Rio. Dia yang memegang semua jadwal."
"Baik, Mas."
Tidak terjadi perbincangan lagi antara Farhan dan Nadia. Pria itu memilih berdiam diri di ruangannya. Bahkan saat jam makan siang tiba pun, ia tetap memilih untuk tidak keluar.
Saat Nadia sedang memandangi pintu ruangan bosnya, Niken datang dengan membawa box kecil yang berisi menu makan siang.
"Hai, Nad," sapa Niken.
Nadia sedikit terkejut. "Oh, Hai, Ken ... tumben ke sini?"
"Iya ... Mas Farhan minta dimasakin makan siang tadi pagi. Di mana orangnya, ya?"
"Oh ... ada di dalam. Masuk aja, Ken."
"Oke, aku masuk dulu, ya."
Nadia mengangguk. Ada perasaan tidak suka bercampur cemburu dalam hatinya. Kilasan apa yang kemarin ia lakukan bersama pria yang sudah beristri itu kembali terlintas.
"Hilangkan perasaan ini, Tuhan," doanya.
Masuk ke ruangan Farhan, Niken langsung menghampiri sang suami yang sedang sibuk di depan laptop.
"Sibuk banget, sih, suami aku...."
"Hai, kamu udah nyampe?"
"Udah, dong ...."
Niken menaruh tempat makan di meja. Sementara Farhan menyimpan semua file, lalu laptop ia matikan.
"Sini duduk," pinta Farhan sambil menepuk pahanya.
"Di situ? Aku nambah dua kilo pagi ini, lho, Mas ...."
"Nggak apa-apa, masih kuat akunya."
Niken menurut. Ia duduk di pangkuan suaminya. Farhan memeluk tubuh sang istri sambil menciumi lengan Niken yang berada tepat di depan hidungnya.
"Jangan gitu, Mas ... nggak enak sama Nadia."
Mendengar nama Nadia disebut, Farhan teringat kembali kejadian kemarin. Di ruangannya juga ia mencium wanita yang bukan istrinya.
"Mas ... Mas melamun?" tanya Niken saat Farhan tidak merespons ucapannya. Diusapnya pipi suaminya itu.
"Hah? Enggak ... aku nggak melamun."
Ingin membuang ingatan itu, Farhan menarik tengkuk Niken, lalu mencium bibirnya. Saat pasangan itu sedang bermesraan, pintu diketuk.
"Masuk!"
Masuklah Nadia yang matanya langsung tertuju pada posisi bos dan sahabatnya.
"M ... maaf, tadi ada klien yang mengirim email minta tanda tangan."
Nadia menyerahkan selembar kertas yang baru saja di print-nya.
"Sini ...."
Niken sudah akan turun dari pangkuan Farhan. Namun, pria itu menahannya. "Begini saja."
Niken salah tingkah karena malu. Sementara Nadia salah tingkah karena keadaan hatinya makin tidak menentu.
Setelah mendapatkan tanda tangan Farhan, Nadia pamit keluar. Melihat pria yang dicintainya sedang bermesraan dengan istrinya, membuat konsentrasi Nadia hilang. Mood-nya turun drastis. Apalagi saat Farhan pamit pulang lebih awal. Pria itu ingin menghabiskan waktu bersama sang istri, katanya. Karena hari itu pekerjaan memang tidak terlalu banyak.
***
Satu minggu berlalu. Hari ini Nadia tidak masuk kerja. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.
"Yo, nadia nggak masuk, Yo?" tanya Farhan pada Rio yang sudah bersiap berangkat ke proyek.
"Sepertinya, Pak. Mbak Nadia-nya nggak menghubungi Bapak?"
"Enggak ...."
"Oke ... kalau kamu udah siap, silakan berangkat."
"Baik, Pak."
Ingin mencari tahu sebab Nadia hari ini tidak ke kantor, Farhan berniat menghubungi Nadia. Sebelum memilih kolom call pada aplikasi whatsapp-nya, ia melihat ada titik di kolom status, tanda ada status baru dari nomor kontak yang ada di ponselnya. Ia memilih untuk melihat kolom status lebih dulu. Dari banyak teman yang membuat status, ada juga status dari nomor kontak Nadia. Farhan membacanya.
[Nasib jadi janda yang udah nggak punya siapa-siapa, harus strong]
[Malam tadi, baru aja rumahku kemalingan. Untung aku nggak apa-apa]
[Meskipun badan pada sakit gara-gara berkali-kali jatuh saking paniknya]
Nadia menunjukkan keadaan rumahnya yang berantakan, juga tangan dan kaki yang terdapat lebam.
Selesai membaca itu, tanpa berpikir panjang Farhan keluar kantor dan langsung membawa mobilnya menuju rumah Nadia.
***
Mendengar pintu diketuk, dengan terseok Nadia membuka pintu.
"Mas Farhan?"
"Kamu nggak apa-apa?"
"Enggak ... Tuhan masih melindungiku. Ayo, masuk." Nadia mempersilakan Farhan masuk.
"Mau minum apa?"
"Nggak usah, sini duduk aja. Jalan aja susah, mau buatin minum segala."
Nadia menurut. "Ada apa Mas datang ke sini?"
"Kamu nggak masuk kantor, nggak ada kabar. Begitu aku baca status kamu, otomatis aku takut terjadi sesuatu sama kamu."
Nadia tertawa. "Aku nggak apa-apa, semalam aku biarkan pencuri itu mengambil apa yang ingin diambilnya. Jadi dia tidak sampai menyakitiku. Ini pada lebam, gara-gara jatuh, nabrak lemari pas awal aku baru liat ada orang masuk."
"Berarti komplek ini nggak aman?"
"Biasanya aman, Mas. Tapi nggak tahu kenapa bisa ada maling masuk."
"Berarti keamanannya masih kurang."
Nadia mengedikkan bahu. "Makasih, lho, Mas ... udah ke sini."
Farhan tersenyum. Tiba-tiba saja perasaan yang sudah beberapa hari hilang, muncul kembali. Gugup menderanya.
"Oya, kenapa Mas menghindariku?"
"Menghindar? Siapa yang menghindar?"
"Sejak kejadian di ruangan Mas waktu itu, besoknya Mas berubah. Mas menjaga jarak denganku."
"Maafkan aku, aku hanya tidak ingin terjadi sesuatu antara kita. Aku sudah beristri, Nad."
"Apa aku menuntutmu untuk meninggalkan istrimu?"
"Tapi aku tidak ingin menyakitinya."
"Cukup kita yang tahu, cukup kita yang merasakan."
"Tapi ...."
"Jadikan aku yang kedua, hilangkan rasa traumaku, Mas ... setelah itu, aku tidak akan mengganggumu."
Tbc.
19.01.20
Repost, 22.01.24
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Hati (Lost)-Poligami Series 5
RomanceCerita ini udah tersedia di Google Play Book. Yang kutahu, cinta itu tidak melukai. Yang kutahu, cinta itu tidak mengkhianati. Yang kutahu, cinta itu selalu mengasihi. Saat aku tidak lagi menjadi alasanmu untuk membuka mata setiap pagi, untuk apa la...