Part 8

6.1K 494 128
                                    

Selamat sore ... siapkan hati baca part ini, ya ... tarik napas, embuskan.
Soalnya, part ini akan membuat kita keluar asap 😂

Oya, ada yang tanya, ini siapa tokoh utamanya? Niken atau Nadia? Kok, Nadia terus yang nongol.
Wkwkwk, sabar ... ini alurnya maju-mundur. Jadi aku buat alon-alon, biar nggak terjadi plot hole.

Sekadar pertanyaan, kalau disuruh milih, mau ending yang kaya gimana, nih?
-Kayak KCMT (Bayu-Anisa), di mana Farhan akhirnya bahagia sama Nadia.
-Kayak Cinta Sendiri (Revan-Zahra), di mana Niken menemukan pria lain sebagai jodohnya. Atau ...
-Kayak LHSI, di mana Farhan dan Niken kembali bersama setelah Farhan dapat karma?

Jangan lupa dengerin lagunya ☝☝☝

***

Niken menatap Farhan penuh air mata. Namun, yang ditatapnya tengah terdiam dengan pandangan kosong.

“Kamu pilih aku atau dia, Mas?!”

Farhan diam tak menjawab, tetapi beberapa detik kemudian, ia berlari keluar mengejar Nadia.

Tubuh Niken luruh ke lantai. Inikah akhir dari perjuangannya selama dua puluh tahun mendampingi suaminya?

Melihat sang ayah keluar, Dira langsung mengejarnya.

"Ayah!"

Mendengar Dira memanggilnya, Farhan berhenti.

"Apa Ayah lebih memilih wanita itu daripada kami?"

Farhan tak menjawab.

"Jawab, Yah! Kalau iya, berarti Ayah jangan menyesal jika nanti tak bisa menemui kami lagi!"

Farhan bimbang dipandanginya punggung Nadia yang sedang menunggu taksi, juga Dira secara bergantian.

"Sana, Yah! Kalau itu yang Ayah mau, silakan! Kejar wanita itu!"

Dira berbalik arah. Bocah berusia sebelas tahun itu cukup shock dengan apa yang terjadi. Namun, sebagai satu-satunya anak lelaki dari orang tuanya, dia akan membela sang mama sampai titik darah penghabisan sekalipun.

Farhan bimbang. Namun, pada akhirnya ia lebih memilih mengikuti Nadia dan segera masuk ke dalam taksi yang sama.

***

Tanpa Farhan, acara tetap dilanjutkan. Meskipun berubah menjadi acara makan malam biasa. Tamu-tamu cukup terkejut dengan apa yang terjadi, tetapi mereka memilih untuk diam. Meskipun ada dari mereka yang  sangat ingin tahu cerita lengkapnya.

Niken yang meskipun sudah menduga apa yang akan terjadi, tetap merasa hancur. Di depan banyak orang, suaminya lebih memilih selingkuhannya daripada dirinya.

Keluarga Farhan tidak ada satu pun yang bersuara tentang apa yang Farhan lakukan. Entah karena apa, Niken pun tak mengerti.

Sampai acara selesai, Naura dan Dira tidak berani berkata apa pun pada sang mama. Mereka bersikap seperti biasa. Mereka mengerti, Niken butuh waktu. Nanti, pasti mamanya akan bercerita.

Ya, Naura bukan lagi anak kecil. Dia sudah 19 tahun, sudah mengerti apa yang mamanya rasakan. Dan Dira meskipun baru 11 tahun, sedikit banyak juga sudah mengerti.

***

Niken meneteskan air mata. Ia sudah berada di ranjang di kamarnya. Sudah pukul satu dini hari, tetapi Farhan belum juga kembali.

Hatinya sakit, sungguh sakit. Kalau saja tahu apa yang akan terjadi, dia pasti tidak akan pernah mengenalkan Nadia pada suaminya.

***

Waktu itu, liburan kenaikan kelas. Farhan mengajak Niken dan anak-anaknya untuk camping di Puncak. Niken menyarankan agar Nadia diajak. Tadinya Farhan tidak setuju, pria itu takut tidak bisa menyembunyikan perasaannya di depan sang istri.

Sejak kejadian kemalingan di rumah Nadia, hubungan keduanya memang kembali membaik. Menjadi lebih akrab malahan. Tidak ada status pacaran atau sebuah affair, semuanya mengalir begitu saja. Sering mengobrol bersama, tukar pikiran, makan siang, dan jika ada meeting di luar kantor, pulangnya jika masih ada waktu mereka pergi jalan berdua. Apa Niken tahu? Tidak.

Niken terus membujuk, Farhan pun akhirnya mengizinkan untuk mengajak Nadia ikut serta. 

Saat berangkat, Niken, Nadia, dan Naura duduk di jok belakang. Niken-lah yang berada di tengah. Tanpa sepengetahuan istrinya, Farhan mencuri pandang Nadia lewat spion.

Sampai di lokasi, tenda sudah didirikan. Mereka hanya tinggal memakainya. Mereka menyewa tiga tenda. Satu untuk Farhan dan Niken, satu untuk Naura dan Dira, dan satunya untuk Nadia.

Tengah malam Niken sudah tidur di tendanya, begitu juga dengan Farhan. Saat pria itu terjaga, ia melihat bayangan orang sedang duduk memainkan api unggun. Dia sangat mengenal bayangan siapa itu.

Pelan-pelan, Farhan bangun. Tanpa mengusik sang istri, ia membuka tenda kemudian keluar.

"Hai, belum tidur?" tanya Farhan kepada si pemilik bayangan, Nadia.

"Nggak bisa tidur. Dingin."

"Nggak biasa camping, ya?"

"Begitulah...."

Farhan tersenyum. Ia jerang telapak tangan di dekat api unggun. Setelah itu digosoknya kedua telapak tangan. Lalu, ia gosokan ke telapak tangan Nadia.

"Bagaimana? Hangat?"

"Lumayan." Nadia tersenyum. "Sana Mas masuk. Nanti Niken bangun."

Farhan menggeleng. "Enggak. Dia itu penyuka camping. Salah satunya karena dia bisa tidur nyenyak meskipun tanpa AC."

"Bertolak belakang banget sama aku, ya...."

Farhan dan Nadia saling tatap. Getar yang sama dalam hati kembali mereka rasakan. Tangan mereka saling meremas. Farhan berdiri, dituntunnya tangan Nadia menuju tenda wanita itu.

"Tidur sana!"

"Oke, oke...." Wanita yang menggunakan setelan training itu masuk ke tenda.

Tanpa diminta, Farhan mengikuti. Pria itu terlebih dulu merebahkan dirinya.

"Sini, aku peluk kamu sebentar."

Nadia tidak menolak. Kapan lagi pria yang ia kagumi akan melakukan hal itu. Ia meringkuk di pelukan suami sahabatnya. Kepalanya berada di depan dada Farhan. Menghirup aroma pria itu yang mampu memberinya ketenangan. Wanita itu mendongak, tepat saat Farhan juga sedang memandanginya. Wajah mereka semakin mendekat. Kejadian yang pernah terjadi di kantor, kembali terulang untuk kedua kalinya.

Farhan dan Nadia berciuman. Kali ini lebih dalam dari apa yang terjadi di kantor. Tubuh mereka makin marapat, saling memberi kahangatan. Tidak ada kata terucap selain embusan napas mereka.

Tangan Farhan makin bergerak nakal. Menjelajahi setiap inci tubuh wanita yang masih saja kencang meskipun sudah tak lagi muda itu.

"Emh...."

Mendengar itu membuat Farhan makin kehilangan akal sehat. Meskipun mereka masih berpakaian lengkap, rasanya sudah tidak ada lagi sekat di antara mereka.

Saat Farhan mulai merasa tidak lagi bisa menahan gejolak dalam dirinya, ia melepaskan diri. Napas keduanya beradu. Sama-sama seperti selesai lari marathon.

"Hhh, sudah tidak merasa dingin lagi, kan? Tidurlah."

"Mas?"

"Aku kembali ke tenda Niken."

"Makasih, Mas ... untuk apa yang sudah Mas lakukan untukku."

Satu kecupan mendarat di pipi Farhan.

Tbc.
22.01.20
Repost, 18.03.24

Luka Hati (Lost)-Poligami Series 5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang