Niken masuk ke aplikasi whatsapp. Tidak ada chat mencurigakan di sana. Begitu juga dengan line, dan aplikasi chat lainnya. Niken merasa sedikit lega. Ia kembali membuka aplikasi lain. Salah satunya galeri. Dibukanya dengan harapan tidak ada yang mencurigakan. Namun, hatinya hancur seketika.
Di sana begitu banyak potret kebersamaan antara sahabat dan suaminya. Saat dia mengecek tanggal kapan foto itu diambil, ternyata saat di mana sang suami mengatakan akan reuni bersama teman-teman SMA-nya.
Beruntung, wanita itu masih bisa menguasai diri. Ia akan mencari tahu sendiri, ada hubungan apa di antara mereka. Diletakkannya lagi ponsel itu di tempat semula. Ia memilih untuk keluar dari kamar.
Niken masuk ke kamar tamu. Dikuncinya ruangan itu. Ia menjatuhkan diri di ranjang. Tangisnya pecah. Namun, ia menutup wajahnya dengan bantal.
Diingatnya kembali saat dulu Farhan menikahinya, saat mereka memulai semuanya dari nol, hingga saat dengan bodohnya ia mengenalkan Nadia pada Farhan dan membiarkan mereka dekat tanpa ada rasa curiga sedikit pun.
“Tuhan ... beri aku kekuatan, Tuhan.”
***
Esoknya Niken datang ke kantor. Keiginan untuk bersikap biasa saja pada Nadia, nyatanya tidak bisa dilakukan. Hatinya terlalu sakit. Mengingat bagaimana pose mereka berdua di foto, rasanya ingin menjambak rambut Nadia hingga terlepas dari kulit kepala.
Tanpa menyapa Nadia, Niken masuk ke ruangan Farhan. Pria itu begitu terkejut.
“Niken ... kamu datang,” ucap Farhan sedikit gugup. Tidak seperti biasanya, Niken datang tanpa memberitahunya. Untung saja istri pertamanya tidak datang ketika ia sedang berdua dengan Nadia.
“Kenapa? Mas nggak suka?”
“Bukan ... tumben aja nggak ngomong.”
Niken memaksakan diri untuk tersenyum. Ia duduk di sofa panjang di ruangan itu. Sofa yang Niken pikir, belum lama dibeli sang suami.
“Baru sofanya?”
“Oh, iya ....”
“Tumben nggak minta pendapatku.” Tentu saja Niken berkata begitu, Farhan selalu meminta pendapatnya ketika ia akan membeli sesuatu.
“Itu ... ada sales datang ke kantor. Ya udah aku ambil. Mau ngomong ke kamu, aku lupa terus.”
Jawaban Farhan tidak membuat Niken puas. Wanita itu tahu, pasti ada hal yang disembunyikan pria itu.
***
Hari-hari berikutnya, Niken rutin datang ke kantor. Tidak ada yang mencurigakan. Namun, ia berpikir. Mana mungkin Farhan dan Nadia bersikap mesra di depannya. Akhirnya wanita itu memutuskan untuk memasang CCTV di kantor sang suami.
Dengan sepeda motor, Niken mencari toko yang menjual perlengkapan CCTV. Di depan toko, wanita itu memarkirkan sepeda motornya. Ia memasuki toko dan langsung mendekati pegawai toko untuk berkonsultasi. Namun, begitu melihat orang itu, keduanya terkejut.
“Indra!”
“Niken, ya?”
“Iya ... Niken ini, kamu kerja di sini?”
“Enggak ... kebetulan, ini tokoku. Buat sambilan.”
“Wow, ide yang bagus. Buka toko buat sambilan.”
“Ada yang bisa aku bantu?”
“Ya ... aku datang ke sini, sudah pasti mau nyari CCTV.”
“Buat di rumah?”
“Ehm, bukan. Buat di kantor suamiku.” Niken mengatakan apa adanya.
Sejak dulu, wanita itu memang tidak pernah bisa menutupi apa pun dari Indra. Pria itu adalah teman SMP Niken, dulu mereka sangat dekat sebagai teman. Indra yang humoris memang begitu mudah membaur dengan teman wanitanya. Sayang, saat SMA mereka lost contact Indra pindah rumah dan kebetulan juga sekolah di tempat yang berbeda.
“Kantor suami kamu nggak aman?”
Mendengar pertanyaan itu raut muka Niken berubah. Indra tahu, ada sesuatu yang menimpa wanita itu.
“Mau cerita? Kebetulan waktuku longgar. Cofee shop depan sepertinya nggak terlalu ramai.” Indra menunjuk kedai kopi yang berada di seberang tokonya.
“Boleh.”
Mereka berdua berjalan menuju kedai itu.
***
Sepuluh menit berlalu. Niken belum juga membuka suara. Indra masih setia menunggu. Begitulah ... pria itu memang selalu begitu.
“Hampir dua tahun yang lalu, aku mengenalkan teman SMA-ku pada suamiku. Kami memang lama tidak bertemu. Beberapa bulan kemudian, aku dengar kalau dia resign dari tempat kerjanya. Kebetulan, saat itu kantor suamiku nggak punya sekretaris. Suamiku apa-apa sendiri. Akhirnya aku menawarkan pekerjaan itu pada temanku. Dia mau.” Niken menjeda ceritanya. Ia mencoba agar emosinya tetap terkendali.
“Awalnya, aku tidak memiliki kecurigaan sama sekali. Aku juga bukan istri yang over protective sama suami. Kami sama-sama saling percaya. Kami tidak pernah mengganggu privasi satu sama lain, termasuk masalah hape.”
Indra setia mendengarkan.
“Tapi ... beberapa bulan ini, aku mulai merasakan ada yang janggal. Suamiku mulai merubah kesukaan dan kebiasaan. Dan beberapa bulan ini, aku sering menemukan bau parfum wanita di kemeja suamiku.”
“Mungkin saja, suami kamu memang menyukai bau parfum itu. Jadi, dia memakainya.” Indra mencoba mengajak Niken untuk berpikir positif.
“Tadinya aku juga berpikir begitu. Tapi ... minggu lalu aku menemukan sebuah fakta yang jujur membuatku sakit hati.”
“Apa itu?”
“Tidak seperti biasanya, pulang kantor suamiku menolak untuk aku peluk. Dia langsung masuk ke kamar, terus mandi. Awalnya aku tidak curiga. Tapi, begitu aku mengambil pakaiannya untuk aku masukkan ke mesin cuci, bau parfum itu sangat menyengat. Aku masih berpikir positif. Sampai akhirnya, aku menemukan cairan sperma yang belum kering di celana dalam suamiku.”
“Bisa saja, kan, dia habis ....”
Niken tahu maksud perkataan Indra. “Suamiku bukan tipe orang yang menyukai hal begitu. Kami pasangan yang terbuka kalau masalah sex. Ya ... abis itu, aku mencoba membuka ponselnya. Hal yang selama dua puluh tahun belum pernah aku lakukan, semenjak aku mengenalnya.”
“Apa yang kamu dapatkan?”
“Foto. Foto suami dan sahabatku yang kelihatannya sedang berlibur ke luar negeri. Pose mereka melebihi poseku saat berfoto dengan suamiku. Mereka berpelukan, merangkul, bahkan sampai berciuman.”
Indra membelalakkan mata.
“Sebagai seorang pria, apa kamu juga akan seperti itu pada pegawaimu yang tidak memiliki hubungan apa pun?”
“Sorry, kalau aku harus jawab tidak. Ya, sekalipun aku duda, tapi aku duda terhormat.”
“Jadi, kamu udah nikah?”
“Udah, dong ... jangan dikira aku bujang lapuk.” Indra terkekeh.
Niken pun ikut tertawa. “Lalu, kenapa kamu bercerai?”
“Aku tidak bercerai. Istriku meninggal karena kecelakaan.”
“Oh ... sorry.”
“Nggak apa-apa. Silakan kamu lanjut lagi cerita kamu.”
“Waktu itu aku masih mencoba berpikir positif. Tapi, waktu aku mengecek kapan foto itu diambil, ternyata saat di mana suamiku mengatakan ada reuni bersama teman SMA-nya. Waktu itu, dia nggak ngabarin aku sama sekali. Aku cemas. Aku khawatir. Bahkan sampai masuk rumah sakit, gara-gara asam lambungku naik karena aku nggak bisa makan sama sekali. Aku hancur, Ndra.” Mengingatnya membuat hatinya nyeri. Namun, Niken mencoba untuk tidak menangis.
“Setelah itu, apa yang kamu lakukan?”
“Aku datang ke kantor setia hari. Tapi, ya ... mana mungkin mereka akan membuka kedok di depanku. Karena itulah, aku ingin memasang CCTV tanpa sepengetahuan mereka. Apa kamu bisa membantuku?”
“Ya, tentu saja. Kamu kasih alamat kantornya padaku. Kapan kantor tutup, biar kami bisa memasangnya secara diam-diam.”
“Baiklah. Ini nomor hapeku.”
Indra menerima kertas yang berisi nomor ponsel Niken. Indra pun memberikan kartu nama kepada teman SMP-nya itu.
Tbc.
27.02.20
Repost, 30.03.24
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Hati (Lost)-Poligami Series 5
RomanceCerita ini udah tersedia di Google Play Book. Yang kutahu, cinta itu tidak melukai. Yang kutahu, cinta itu tidak mengkhianati. Yang kutahu, cinta itu selalu mengasihi. Saat aku tidak lagi menjadi alasanmu untuk membuka mata setiap pagi, untuk apa la...