[Yah, Mama masuk rumah sakit]
Tanpa membalas, Farhan kembali meninggalkan rumah menggunakan taksi. Tidak Naura beri tahu pun, ia sudah tahu di rumah sakit mana Niken berada.
Sesampainya di rumah sakit, pria itu langsung menanyakan kepada suster jaga di mana ruang rawat Niken.
Setelah mengetahuinya, ia segera mencarinya. Di depan ruang yang dikatakan suster, ia berhenti. Ada perasaan bersalah timbul dalam hatinya. Ia telah mengkhianati sang istri.
Dengan sisa tenaga yang ia miliki, diraihnya knop pintu, lalu didorongnya benda di depannya. Di ranjang, Niken tengah terbaring. Matanya terpejam. Ada selang infus menancap di tangannya. Dira dan Naura duduk di sofa.
“Ayah!” ucap Naura.
Farhan mendekati putrinya, kemudian duduk di salah satu sofa.
“Mama kenapa, Ra?”
“Asam lambungnya naik. Selama Ayah pergi, Mama nggak makan sama sekali.”
“Apa?”
“Mama terlalu khawatir sama Ayah. Ayah juga, kenapa nggak kasih kabar ke Mama?”
“Maaf, di sana nggak ada sinyal.”
“Ck. Ayah tahu, Mama nggak pernah ditinggal Ayah sama sekali. Sekalinya ditinggal, satu minggu tanpa ada kabar. Mama mencemaskan Ayah.” Naura sungguh merasa kesal. Selama ini, baru sekali sang mama terlihat tidak memiliki semangat hidup.
“Maafkan Ayah, Ra ... Ayah nggak bermaksud.”
“Ya, udah. Sekarang Ayah temenin Mama. Jangan pergi lagi! Aku sama Dira pulang dulu. Mau mandi. Nanti kami ke sini lagi.”
“Iya, Sayang.”
Naura dan Dira meninggalkan mama dan ayahnya. Mereka memang belum mandi sejak semalam, sejak mereka membawa mamanya ke rumah sakit. Tidak terpikirka sama sekali untuk membawa baju ganti.
Setelah putra-putrinya pergi, Farhan menarik kursi untuk duduk di samping ranjang sang istri. Dipandanginya wajah pucat itu. Ia tidak menyangka, jika apa yang dilakukannya akan berimbas pada kesehatan istrinya, istri pertamanya. Ya, kini dia telah memiliki dua istri. Tanggung jawabnya telah bertambah. Sekalipun hanya istri siri, tanggung jawab pria itu tetap sama.
Diraihnya tangan Niken. Tangan yang terasa semakin kurus. Tulangnya kini terasa saat dipegang. Tidak seperti minggu lalu. Padahal baru seminggu ditinggalkan. Bagaimana kalau nanti Niken tahu, suaminya telah membagi cinta dan raga? Apa dia tidak akan menjadi semakin kurus?
“Maafkan aku, Ken ... harusnya aku tidak mengabaikanmu. Harusnya aku menghubungimu.”
Kelopak mata Niken bergerak samar. Pelan-pelan, mata itu terbuka. Senyum terbit di bibirnya.
“Mas Farhan? Ini kamu, Mas? Kamu pulang? Kamu baik-baik saja?” Dari nada suaranya terdengar ada nada khawatir dalam suara Niken.
Perasaan bersalah Farhan makin menjadi. “Iya, Sayang ... ini aku. Aku baik-baik saja.”
***
Pagi ini hujan mengguyur dengan derasnya. Niken membuka mata. Tidak ada siapa pun di kamarnya. Farhan benar-benar tidak pulang.
Tanpa diminta, air mata Niken menetes. Sekuat-kuatnya dia, dia hanyalah wanita biasa. Wanita yang tidak mungkin begitu saja melupakan rasa cintanya. Sekalipun pria yang dicintainya telah menyakitinya, dia bisa apa. Dua puluh tahun bukanlah waktu yang singkat. Susah, senang, jatuh, bangun, sudah mereka lewati bersama.Meskipun malas, wanita itu mencoba untuk bangun. Tubuhnya terasa sakit, meskipun hatinya jauh lebih sakit. Ia berjalan ke arah cermin.
Dipandanginya pantulan dirinya. Matanya bengkak akibat menangis. Tubuh yang dulu berisi, kini terlihat tulang yang menonjol di beberapa tempat. Sayang, suaminya tidak memperhatikannya.
Dulu, sebelum ada wanita lain di hati suaminya, pria itu pasti akan protes kepadanya, dan akan membelikan apa saja makanan kesukaannya, demi agar tubuh wanita itu tak lagi terlihat kurus.
“Tuhan ... apa yang haru aku lakukan?”
Menjadi istri yang seratus persen mengabdikan diri pada suaminya, membuat Niken tidak memiliki usaha apa pun. Setelah memiliki anak dan memutuskan untuk resign, Niken memang sudah tidak pernah bekerja lagi. Lagi pula, siapa yang mau menerimanya. Wanita sudah bersuami, dan hanya lulusan SMA.
Matanya terarah ke bingkai foto yang tergeletak di meja rias. Foto pernikahannya. Air matanya kembali menetes. Kalau saja semalam Farhan lebih memilihnya, ia pasti akan memberikan kesempatan kedua. Namun, yang terjadi Nadia-lah yang lebih dipilih.
Ingatannya kembali ke saat di mana ia mulai mengetahui hubungan antara suami dan sahabatnya. Hatinya kembali terasa nyeri.
***
Farhan pulang dari kantor. Tak seperti biasanya, pria itu menolak saat Niken ingin memeluknya. Dengan alasan gerah, ia segera masuk kamar untuk mandi. Seperti biasa, baju kotor diletakkan di keranjang yang berada di depan kamar mandi. Niken mengambil baju itu, ia berniat untuk menaruhnya di mesin cuci. Namun, wanita itu merasa curiga. Ada bau parfum wanita di baju sang suami. Parfum yang beberapa waktu ini selalu Niken dapatkan. Bedanya, kali ini begitu menyengat dan sudah bercampur dengan bau keringat.
Niken mencoba untuk berbaik sangka. Ia amati celana kerja dan bokser sang suami. Basah. Diciumnya benda itu. Bau cairan sperma begitu menyengat. Selama ini, Farhan bukanlah pria yang suka ‘main sendiri’. Dua puluh tahun menikah, Farhan anti dengan hal itu. Mungkinkah?
Niken masih menyimpan rapat kecurigaannya. Setelah menaruh baju kotor di mesin cuci, Niken kembali ke kamar. Farhan masih berada di kamar mandi. Diedarkannya pandangan ke seluruh kamar. Ia mencari tas Farhan. Ponsel Farhan tujuannya.
Setelah mendapatkannya, takut-takut ia membuka kunci layar benda pipih itu. Seumur hidupnya, baru kali ini ia membuka ponsel Farhan.
Ia masuk ke aplikasi whatsapp. Tidak ada chat mencurigakan di sana. Begitu juga dengan line, dan aplikasi chat lainnya. Niken merasa sedikit lega. Ia kembali membuka aplikasi lain. Salah satunya galeri. Dibukanya dengan harapan tidak ada yang mencurigakan. Namun, hatinya hancur seketika.
***
Aku ingatkan lagi, cerita ini maju-mundur cantik, ya ... 😁
***
Tbc.
25.01.20
Repost, 24.03.24
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Hati (Lost)-Poligami Series 5
RomantizmCerita ini udah tersedia di Google Play Book. Yang kutahu, cinta itu tidak melukai. Yang kutahu, cinta itu tidak mengkhianati. Yang kutahu, cinta itu selalu mengasihi. Saat aku tidak lagi menjadi alasanmu untuk membuka mata setiap pagi, untuk apa la...