Akhwat Tak Bernama

169 9 0
                                    


Mekkah, 25 Agustus 2015


Pertemuan tidak terduga dengan Khair bukanlah pertemuan biasa. Beban berat seakan langsung dipikulnya. Semua perkataan Khair menyudutkan, menyalahkan; andai saja amarah itu dibenarkan oleh Islam ia ingin sekali meluapkannya. Arsyad tidak bersalah dalam kasus ini, melainkan Erisca yang meninggalkannya tanpa sebab untuk menikah dengan lelaki lain. Kemudian ia harus berbuat apa? Mengemis cinta Erisca kembali? Jika memang mereka tak ditakdirkan untuk bersama, Arsyad memilih untuk mundur.. Tidak lagi ia acuhkan segala pertanda yang Allah beri. Selepas Isya, Arsyad, Rumi dan Ikhwan kembali ke Mekkah dengan bis. Sebelum berpisah dengan Khair yang ternyata menetap di Jeddah, Arsyad memeluknya, "jaga diri kamu baik-baik, Khair.." kata Arsyad, mencium pipi pemuda itu tiga kali. Khair tersenyum, seperti sudah memaafkan kesalahan Arsyad yang faktanya ia tidak mempunyai salah apapun. Namun namanya juga manusia, jiwa nya penuh dengan tipu daya syaiton, fikirnya.

Sepanjang jalan otak Arsyad belum pula berhenti berputar, memikirkan Erisca. Wanita yang pernah ia cintai itu hampir tidak pernah lagi muncul dalam benak kini kembali menghantui. Kenapa, kenapa, kenapa. Tidak seharusnya Arsyad bertanya 'kenapa.' Jawabannya sudah jelas; Erisca tidak mungkin memeluk Islam, dan menikahkan wanita yang memeluk kepercayaan lain sama dengan mensepak terjang dirinya dari 'gerbang' menuju syurga. Masa lampau telah usai, yang mendatang sedang menunggu untuk dihampiri. Mungkin...ada seorang akhwat diluar sana sedang bersembunyi sampai waktunya tiba. Sudah saatnya Arsyad benar-benar melupakan Erisca dan mulai memikirkan dengan siapa ia akan melabuhkan hati.

"Antum sakit?"

Tanya Rumi, memandangi Arsyad yang sedari tadi melamun.

"Enggak. Kenapa?"

"Soalnya antum dari tadi kayak semut. 'Gak ada suaranya."

Betul-betul konyol manusia ini, fikir Arsyad. Mau tidak mau Arsyad akhirnya bercerita tentang pertemuan singkatnya dengan Khair saat di mesjid Qisas. Saat itu Rumi sedang wudhu bersama Ikhwan. Akibat penasaran yang menjadi, Arsyad setengah ikhlas menjelaskan siapa itu Erisca, siapa itu Khair, dan sebagainya.

"Jadi Erisca itu-"

"Bekas pacar saya."

"Ooh..."

Tiba-tiba suara memekik datang dari kursi belakang. Ternyata dari tadi Ikhwan juga ikut menyimak.

"Kok antum ikut-ikutan?"

Sentak Arsyad. Yang tadinya sudah mendekatkan wajah dicelah kursi antara Arsyad dan Rumi, ia kembali menyandarkan diri. Ikhwan agaknya jengkel karena tidak boleh ikut berpartisipasi dalam pembicaraan ini.

"Khair meminta saya kembali dengan Erisca, demi memualafkan dia."

"Itu namanya pemanfaatan. Antum dimanfaatkan oleh Khair agar kakaknya mengikuti jejaknya. Jangan mau antum. Cinta tidak bisa dipaksa dengan apapun."

Rumi menarik kesimpulan yang sebenarnya kalau dipikir-pikir betul juga.

Tidak....tidak... saya tidak mau kembali tergoda mencintai orang yang salah ya Allah...kuatkan saya." Arsyad berbicara dalam hati dibalut takut. Sungguh Arsyad betul-betul menolak jika Erisca hadir kembali dalam hidupnya.

الله أكبر

"Syad, saya ke toilet dulu, ya. Wudhu saya batal."

ujar Rumi buru-buru. Dua puluh menit lagi masuk waktu Maghrib. Seperti biasa, karena sudah dibiasakan juga, mereka berdua berada di mesjid kurang lebih dua jam lalu; takut tertinggal shalat seperti waktu itu lagi. Arsyad bersimpuh di karpet masjid dekat gerbang King Fahad, dimana segrombolan orang mencoba masuk kedalam mesjid, berdesak-desakkan karena para askar mulai tidak memperbolehkan. Terlalu dekat waktu adzan dengan mengatur ketertiban jama'ah dalam mesjid, jadi mereka memilih untuk memprioritaskan yang sudah ada didalam terlebih dahulu. Sembari menunggu, Arsyad melihat di sebelah kiri container ada air zam-zam. Tak jauh dari dimana ia duduk, Arsyad menaruh tas pinggang di karpet kemudian memutuskan untuk berdiri dan berjalan menuju air zam-zam ketika ia berpapasan...dengannya; wanita bermiqob sang pemilik sepasang bola mata itu. Wanita yang telah membuat hatinya bergetir. Seseorang yang ia cari diantara ratusan wanita ber-miqob lainnya. Arsyad didera rasa hati yang tak menentu; seperti rasa cinta yang membuncah-buncah. Apakah ini hamba Mu yang Engkau kirim untukku Ya Allah? Tidak ada lagi perpaduan kasih lebih indah dari mencintai Allah dan seorang hambaNya. Tidak mau kehilangan untuk kedua kalinya, Arsyad menerobos keramaian dan memanggil akhwat tak bernama itu, memintanya untuk menghentikan langkah.

Menjemput CintaMu   (Allah, Aku & Dia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang