Go

2.2K 377 22
                                    

"Kak Tia kenapa sih kak?" tanya Satria sambil menahan Arin masuk ke dalam kamar Tiara.

Arin tersenyum kecil. "Nggak, nggak kenapa-kenapa,"

"Bohong, jangan bilang dia di sakitin cowok lagi. Siapa sih cowoknya?" Kata Satria malah makin kesal. Habisnya sejak pulang wisuda itu, Tiara kayak nggak bersemangat sama sekali.

"Kebalik, justru Tiara yang nyakitin cowoknya," kata Arin sambil berusaha melepaskan diri dari Satria, ribet soalnya dia lagi bawa makanan.

"Masa sih?" Tatapan Satria menyelidik. "Kayak bisa aja kak Tia nyakitin orang?"

Arin menatap Satria cengo, buru-buru mengusir laki-laki itu sebelum makin kepo. Arin kan juga bingung gimana mau ngejelasinnya.

"Ra," sapa Arin yang kemudian masuk ke kamar Tiara, si empunya kamar saat ini sedang bengong di depan laptop, terlihat lesu. "Masih mikirin?"

Tiara yang akhirnya sadar dari lamunan, hanya menghela napas panjang lalu menyandarkan diri pada punggung kursi.

"Ni dah, makan dulu. Barengan sama gua," kata Arin sambil meletakkan nasi goreng ke atas meja, niatnya sih buat makan bersama. Tapi sampai dia duduk dan makan sesuap, Tiara masih juga tak bergeming. "Lu kalo nggak mau makan gua yang makan dah, enak banget nasi goreng pak Budi, rugi lu kalo gak mau," kata Arin lagi.

"Rin," panggil Tiara tanpa menoleh, nggak mengindahkan sama sekali celoteh Arin dari tadi. "Jadi menurut kamu, Winwin beneran nyariin aku?"

Arin berhenti mengunyah, hanya sebentar sebelum dia mengunyah lagi. "Kan gua udah bilang, lu gamau percaya,"

"Maksudnya Rin, dia beneran nyariin aku?" tanya Tiara sekali lagi, masih nggak puas dengan jawaban Arin.

"Ya menurut luuuu? Jauh-jauh dia ngirim temennya buat nyariin lu buat apa coba kalau emang dianya nggak mikirin lu?"

"Bisa jadi kan buat mastiin aja kalau aku selamat? Maksudnya, nggak benar-benar khawatir gitu. Bisa jadi dia cuma penasaran? Atau lagi iseng aja makanya Yuta nyari?"

Arin menghela napas, meletakkan sendoknya sambil menatap Tiara kesal. "Ra, berhenti bohongin diri lu sendiri. Lu tau kalau Winwin khawatir sama lu, tapi ngapa sih lu tepis semua kenyataan itu? Lu kenapa?"

Tiara menatap Arin bimbang, nggak menjawab. Oke, Tiara mungkin mulai punya firasat, kalau Winwin memang benar-benar khawatir padanya. Harusnya dia membantu Winwin agar lelaki itu tau Tiara baik-baik saja, supaya Winwin merasa tenang. Arin benar, rasanya nggak adil kalau Tiara tau Winwin selamat tapi Winwin nggak tau kalau Tiara juga selamat.

Tapi tetap ..

Tiara takut ..

Tiara takut kecewa dengan reaksi Winwin nantinya.

"Ra, gini. Anggap Winwin itu orang lain dah, misalnya si Winwin itu gua. Lu gak kenal gua, gua anak orang kaya banget lah tajir melintir terkenal sejagat raya. Suatu hari gua sama lu ketemu gegara musibah. Kita saling nolong sampai akhirnya selamat sama-sama. Kira-kira lu dan gua bisa jadi temen baik nggak, terlepas masalah gua anak orang kaya atau bukan?" Tanya Arin serius.

Tiara menggigit bibirnya dengan resah, lalu menjawab pelan. "Bisa sih .." katanya sambil meringis.

"Iya Ra, bisa. Kenapa? Karena saat itu, kaya atau nggak, terkenal atau nggak, cantik atau nggak, kita sama-sama nggak peduli. Lu cuma menghadapi seorang manusia yang saat itu nggak punya apa-apa, nggak punya siapa-siapa, gak punya embel-embel sama sekali. Sekarang gini, di antara semua orang yang ngeliat lu dari apa yang lu punya dan satu orang yang nggak ngeliat siapa diri lu, lu milih yang mana?"

Tied | Winwin [Dong Sicheng] [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang