Perang Dunia Semalam

7.6K 173 0
                                    


Kiara memasang alat itu dipinggangnya seperti sebuah sabuk. Dia melihat ekspresiku yang penuh ketakutan, "ya, itu dia sayang. Itulah ekspresi yang aku ingin lihat sejak tadi," katanya dengan kedua tangan yang memegang pipi dan senyuman paling mengerikan.

"Ki-Kiara, a-aku tidak bisa-" sebelum aku selesai bicara, dia memutarku, memasangku ke posisi seperti seekor anjing yang mengangkat ekornya.

"Hihi. Jangan kuatir, ini akan terasa sakit, tapi aku akan membuatmu sangat menyukainya sampai kau lupa apa itu rasa sakit dan apa itu kenikmatan," dia mengangkat pinggangku sedikit dan menempelkan alat itu tepat didepan lubangku.

"Tunggu Kiara, kumohon jangan masukan itu," aku memohon dengan sia-sia, aku tidak bisa melawan lagi.

"Mintalah lebih keras sayang, dan aku...akan...lebih...ber~se~mang~at."

Dia memasukan alat itu ke lubangku, alat yang lebih panjang dan besar dari milikku itu masuk dengan sekali dorongan. Sensasi tajam menusukku, rasanya sakit, sangat sakit. Kiara mulai menggerakan pinggangnya maju dan mundur, aku menggerang kesakitan selagi alat itu bergerak didalamku.

"Bagaimana sayang, apa ini sakit?" tanyanya dengan nafas yang hampir tak terkendali.

"Sa-sakit, ini sangat sakit, hentikan ini Kiara, kumohon."

"Maaf sayang, aku tidak bisa berhenti. Aku tidak mau berhenti melihatmu yang seperti ini," Kiara mempercepat ayunannya.

Tubuhku melemas dan pengelihatanku mulai rabun, sebentar lagi aku akan pingsan. Mungkin aku bisa melewati ini tanpa sadar, pikirku mengurangi rasa putus asa. Tapi Kiara menyadariku yang hampir pingsan dan menancapkan sebuah suntikan kecil ke leherku. Rasa tajam yang menusuk leherku, membuatku segar kembali, tapi rasa sakit dari alat Kiara terasa berlipat kali lebih menyakitkan dari sebelumnya.

"A...a-apa yang kau-" sensasi yang terlalu besar dan Kiara yang tidak berhenti memompaku membuatku susah mengeluarkan kata-kata.

"Suntikan adrenalin racikanku sendiri. Ada kafein yang akan membantumu tetap bangun dan obat frigid yang akan membuatmu jauh lebih sensitif."

"F-frigid?"

"Obat yang sebenarnya untuk wanita saat sex, tapi aku mengotak-atiknya agar bisa bekerja untukmu,"dia tak berhenti memompa bahkan untuk bicara, "dengan begini kau tidak akan tertidur lagi sayang."

Aku kesulitan mencerna apa yang dikatakan Kiara dan kepalaku tidak bisa berpikir jelas. Sensai yang sangat besar membuatku keluar lagi, aku sudah tidak tahan lagi.

"Apa kau baru saja keluar sayang? rasanya hebat bukan bisa keluar tanpa ada yang menyentuh penismu kan?" akhirnya dia berhenti.

"Khiarah, khumohon shudah chukuph," aku kesulitan berbicara.

"Hihi" dia menertawaiku yang kesusahan berbicara, "kita masih belum selesai sayang. kita hanya akan berhehti saat aku puas...atau kau sudah tidak bisa bernafas lagi."

Dia merenggangkan kakiku dan menempelkan tubuhnya ke punggungku, menindihiku.

"Aku pernah dengar, bila ada indra yang mati atau ditutup, idra lainnya menjadi lebih aktif," dia menutup mataku dengan sebuah kain dan menutup kedua telingaku dengan tangannya. "Mari kita bukitikan itu," bisiknya ditelingaku dan mulai bergerak lagi. Sepertinya dia benar, rasanya lebih tajam dan lebih besar dari yang sebelumnya.

"Bagai mana sayang apa rasanya lebih hebat dari sebelumnya?"

"I-iyah."

"Hm? Apa kau sudah mulai menyukai rasanya sayang?"

"Tih-tidak, a-haku tidak menyukainya," bantahku.

"Hihi, tidak apa-apa. Cepat atau lambat kau akan menyukainya."

Aku mencengkram bantal di depan wajahku, mencoba menahan rasa sakit yang terlalu hebat. Tak lama aku keluar lagi dan aku masih belum pingsan walau otakku seperti sedang mencair, sepertinya kafeinnya bekerja.

Kiara menarik nafas panjang dan mengeluarkannya lagi, "ayo kita lanjutakan lagi," dia melepas kain di mataku dan mengangkatku dengan kakiku yang terbuka seperti sebuah bunga.

"Kau tetap bisa keluar hanya dengan pantatmu, tapi bagaimana jika aku juga memainkan ini?" dia menggenggam Penisku dan mengangkatku naik turun, mengusap-usap penisku dan menusukku lebih dalam lagi menggunakan beratku.

"Bagaimana, apa kau menyukainya?"

"A-aku tidak-" mendadak dia mempercepat gerakannya.

"Benarkah itu, apa kau benar-benar tidak menyukaiku?"

"A-aku...aku-" gerakannya semakin cepat.

"Apa itu sayang? katakan padaku, cepat katakan," dia bergerak lebih cepat lagi, menggunakan semua tenaganya.

"Aku...aku...AKU MENCINTAIMU KIARA," teriakku bersamaan dengan keluarnya spermaku.

"Ya, aku juga mencintaimu," akhirnya Kiara juga ikut keluar.

Kami berdua jatuh kekasur karena kewalahan, nafas kami tidak berturan, keringat membasahi seluruh tubuh kami, kami berdua lemas tak bisa bergerak lagi. Kiara menatapku dengan senyuman yang hangat, "aku sangat mencintaimu Nicko," dia memeluku dan kami tertidur bersamaan karena kelelahan.

[Bersambung]

A [Heart] For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang