CHAPTER 9

1K 133 17
                                    

Pastikan internet kalian terhubung ketika membaca agar bisa melihat ilustrasi cerita
Please click ⭐ first

***

"Another Scene"

***


"Anak itu pembawa sial! Dia satu-satunya yang selamat dalam kejadian mengerikan itu. Seolah dia hidup dengan mengorbankan nyawa semua orang yang meninggal disana."

Sebuah tamparan keras membuat pipi pria dengan kumis tipis itu seketika panas dan terasa perih. Tamparan yang cukup ampuh membuatnya berhenti berbicara, lantas menggantinya dengan tatapan kecewa yang ia tujukan pada seorang wanita dengan rambut sebahu yang baru saja menamparnya. Lee Seon Mi.

"Jaga bicaramu! Jangan mengatakan hal itu tentang keponakanku yang berharga!" Seon Mi berkacak pinggang dengan gagah, meski hatinya sakit dan matanya mulai berair, "Bukan hanya kau yang kehilangan keluarga. Seung Gi-ku juga kehilangan orang tuanya! Sebagai orang dewasa, jangan menambah bebannya!" sambungnya dengan nada suara semakin tinggi. Sementara di dalam ruang rawat, Seung Gi mendengar semua pembicaraan itu dengan sangat jelas.

Semua pembicaraan yang membuat dirinya yang tersisa tampak mulai luruh dan hancur. Tangan kecilnya hanya berusaha menutup kedua telinganya, seiring dengan air matanya yang terus mengalir. Bibir mungilnya terus memanggil kedua orang tuanya dengan suara yang tertahan.

"Kau bicara begitu karena tidak merasakan bagaimana rasanya kehilangan keluarga. Istri yang paling aku cintai!" pria itu membalas perkataan Seon Mi dengan suara tak kalah nyaring.

Seon Mi menghela napas, berusaha membuang setengah dari emosinya, "Apa dengan menyalahkan anak kecil yang juga terluka akan membuat istrimu kembali?" tanyanya yang tak mendapat jawaban apapun dari pria itu, "Kau seharusnya juga melihat luka yang didapatkan Seung Gi-ku, luka yang dia dapatkan tidak lebih baik daripada kematian."

____

Seung Gi mengepalkan kedua tangannya yang tengah memegang kemudi mobil. Mengingat hal itu membuat dadanya terasa terhimpit oleh sesuatu, menutup jalan napasnya.

Mobil pribadi dengan warna hitam metalic itu sudah berhenti sekitar lima belas menit tak jauh dari sebuah rumah berukuran cukup besar. Rumah yang menyimpan banyak sekali kenangan dan ingatan yang bercampur menjadi satu.

Rumah yang baru kembali Seung Gi lihat sejak beberapa tahun yang lalu.

Seung Gi mencoba mengatur kembali napasnya, kemudian memutuskan untuk keluar dari mobil setelah ia menaikkan masker hingga menutup sebagian wajahnya juga sebuah topi berwarna kehitaman.

Dengan pakaian casual, Seung Gi berdiri di depan gerbang rumah yang menjulang. Rumah yang akan membuat seluruh tubuhnya bereaksi karena serangan ingatan dan kenangan yang terus datang silih berganti di dalam kepalanya.

Sekali lagi, Seung Gi mengepalkan kedua tangannya begitu erat sampai buku-buku tangannya memutih. Berusaha menahan gejolak yang terus memberontak di dalam dirinya. Gejolak yang masih sama seperti yang ia rasakan ketika dulu ia juga berdiri di tempat yang sama.

____

Saat itu. Ketika ia baru saja masuk SMA. Saat ia memutuskan kembali ke Seoul untuk melihat rumah itu lagi setelah semua hal buruk yang terjadi disana. Setelah ia berusaha melewati masa kecilnya yang tak lagi terasa normal.

Itu adalah kali pertama Seung Gi menginjakkan kaki di depan gerbang rumah itu lagi sejak ia dibawa Bibi Seon Mi untuk tinggal di Busan.

Seung Gi yang masih remaja saat itu mengenakan hoodie hitam dengan garis putih pada bagian lengan, juga merasakan gejolak yang sama. Justru rasanya lebih sesak sampai ia tidak mampu walaupun hanya berdiri selama lima menit di depan gerbang yang sunyi itu. Gerbang yang seolah menatapnya dengan penuh rasa nelangsa.

EPOCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang