Antara POV'S
Hari ini, sebagian jiwaku seakan mati. Pernyataan dan ucapannya membuat sebagian jiwaku seakan melayang, bahkan apakah aku masih hidup saat ini?
Dia. Ya. Istriku baru saja meminta untuk kami berpisah. Dengan air mata yang mengalir tanpa mau berhenti di pipinya, ia terus memukul mukul dadanya dan meminta untuk berpisah. Bahkan, kalimat itu benar-benar membuatku menjadi orang bodoh. Diam mematung dan tak berguna.
Aku tahu, aku memang telah menyembunyikan suatu hal yang sangat besar. Merahasiakan tentang perlakuan kejiku di masa lalu.
Aku memang pria itu. Pria keji dengan segudang kejahatan. Sudah berapa orang yang mati ditanganku. Sudah menjadi kewajiban anjing militer menjalankan tugas. Ya , aku hanya bertugas tanpa sedikitpun niatan untuk menghancurkan hidup seorang wanita yang sangat kucintai. Seorang wanita yang membuatku bahkan rela untuk melepas dan mencopot gelarku, melepas segalanya, hanya untuk hidup dengannya.
Apa manusia berdosa sepertiku juga berdosa jika mencintai?
Ketika pertama kali bertemu dengannya, aku tahu jika terjadi sesuatu pada diriku. Hatiku yang dingin perlahan mencair jika melihat tatapan matanya yang polos, terkadang terasa hangat jika melihat dia sedang tersenyum. Aku tahu, usiaku bahkan hampir separuh dari usianya, aku meradang memikirkan apakah yang kurasakan adalah rasa tertarik pada gadis yang sangat muda.
Aku tahu, dia sangat membenciku dulu. Sikapku sangat jahat dan kasar padanya yang membuatnya seperti itu. Hatiku nyaris tak pernah tersentuh oleh siapapun kecuali oleh gadis dengan senyuman bak mentari itu. Setiap ku menyakitinya, setiap malam aku tak bisa tidur. Sempat, aku terjaga semalaman untuk merawat luka ditubuhnya karena ulahku. Salahkan dia yang tak pernah mau menurut padaku. Pemikiranku juga buntu, ketika tahu dia adalah anak dari orang yang memang harus ku tangkap, jika saja orang tuanya tidak memberontak, aku tidak mungkin meluncurkan pistolku. Aku bahkan heran, mengapa bisa dia memiliki orang tua seperti mereka.
Semakin hari, dia semakin membenciku terlihat dari cara ia menatapku yang seakan akan ia akan membunuhku jika ia memiliku kesempatan. Hal itu, entah mengapa malah membuatku tertarik padanya. Salahku.
Salahku yang memang tidak bisa memberitahu maksudku padanya. Maksud hatiku padanya.
Rasa bencinya padaku bahkan semakin menjadi, ia depresi dan mencoba untuk bunuh diri. Hari itu juga, aku langsung memanggil adikku, aku sangat khawatir dan nyaris menyalahkan diri. Lagi dan lagi, salahku.
Salahku juga yang menuupi rasa khawatirku, aku memang tak pandai untuk mengungkapkan.
Semenjak itu, ku coba menghindarinya, aku tak mau kondisinya semakin memburuk.
Arga, adalah adik tiriku. Kami memang tak akur. Tapi ,demi Dia, aku rela meminta pertolongan dan memohon padanya agar membantu dia.
Tak disangka, dia menyukai Arga. Sangat mencintai Arga. Aku marah dan aku semakin tak menyukai Arga.
Sejak itu, hubunganku dan Adikku semakin rumit dan tak akur. Setiap malam, aku selalu berkelahi dengannya. Bagaimana tidak? Arga sudah memiliki kekasih saat itu. Aku tak mau dia terluka dan patah hati kembali karena tingkah adiiku yang sialan itu.
Hanya saja, perlahan. Dia sudah mulai menerimaku, menatapku dan membalas pertanyaanku.
Karena itu, aku tak apa. Selagi dia tidak memukul ataupun berteriak padaku jika bertemu, aku tak apa dia bersama adikku.
Terkadang, perasaan cinta itu lucu. Suatu yang diluar logika tapi tetap bisa diterima. Sudah ku bilang, bertemu dengannya membuat bagian diriku yang ku tak pernah ku tahu sebelumnya datang.
Sampai saat itu terjadi, ketika dia melihat orang tuanya setelah sekian lama pencarian kami, hanya saja saat itu Orang tuanya memberontak dan tak mau melepaskan dan memberitahu keberadaan bom yang dibawa olehnya, jelas hal itu akan membahayakan semua orang. Dia lari begitu saja ke arah orang tuanya ketika kami sedang mencoba untuk mendesak mereka, dan aku tak ada pilihan lain, selain menyingkarkannya dari sana karena orang tuanya sudah tertanam bom bunuh diri. Tapi, lagi, salahku.
Ketika ku coba untuk menghindarinya, sebuah mobil melaju kencang dan dia tertabrak.Hidupku seperti terombang ambing saat melihat darah mengalir begitu deras dari arah kepalanya. Rasa bersalah dan khawatir atas keadaannya bercampur jadi satu. Dia memang wanita keras kepala dan pembangkang, dia tak pernah mau menuruti perkataanku.
Setelah beberapa hari dia koma, dia akhirnya sadar dan jantungku melemas ketika menyadari ia kehilangan ingatannya. Tak ada satu haripun aku tak menyesali dan menyalahkan diriku sendiri. Itu salahku.
Tahun itu, adalah tahun terburukku. Aku hampir juga kehilangan Ibuku, karena penyakitnya, ibuku membutuhkan untuk pencangkokan. ginjal dengan cepat. Dari sana, awal mula kerahasiaan ini tercipta.
Arga bersedia mencangkokan ginjalnya untuk Ibuku. Tapi, dia juga memintaku untuk menjaga Dia. Aku kaget ketika Arga berkata bahwa ia sama sekali tidak menyukai dia, ku fikir selama ini mereka memiliki hubungan yang spesial, tetapi Arga memintaku untuk menjaga dia dan dia akan mencangkokan ginjal untuk Ibuku.
Aku tidak tahu harus senang sambil bersyukur atau harus bagaimana menerima kesepakatan yang dibuat Arga, aku menerimanya. Dia pula yang memintaku untuk menutupi kehilang ingatan yang diderita dia. Kesepakatan dan hutang budi itu yang membuatku bungkam selama ini.
Saat pertama kali Arga datang kembali kekehidupan kami. Aku sempat khawatir, akankah ingatannya akan muncul, tapi ternyata ingatannya memang tidak akan kembali.
Aku harus memendam rasa cemburu dan rasa khawatirku jika dia berdekatan dengan Arga. Tapi, aku juga tidak boleh egois. Arga sudah banyak membantuku, memberiku pertolongan, bahkan menyerahkan cintaku. Sesekali, aku selaku tertawa sinis, mengetahui betapa naifnya adik tiriku itu.
Berkali-kali ku coba untuk mencari tahu, apakah benar Arga tak menyukai dia dan tak ingin bersamanya kembali. Aku sengaja, meminta bantuan Arga untuk menjaganya selagi aku tak ada, mengajaknya dan memintanya untuk menemani dia. Aku hanya ingin tahu dan aku ingin mencari tahu, dia dan Arga, apakah benar-benar tidak memiliki perasaan apapun? Apakah istriku benar-benar mencintaiku? Aku Egois. Salahku kembali.
Salahku.
Kubenturkan kepalaku sendiri. Jika sudah seperti ini? Apa yang harus kulakukan?
Aku tak mau kehilangannya, aku harus bagaimana ?
Dia, istriku. Mekka. Dia adalah satu-satunya wanita yang kucintai.
Adakah kesempatan untukku untuk memperbaikinya?
***
(Mulmed : All I want)
Baca sambil dengerin lagu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANKA
Genç Kız EdebiyatıSaat umurku 19 tahun, aku sudah menikah dengan seorang pensiunan anggota mata-mata pemerintah. Suamiku berumur 30tahun. Kami sudah dikaruniai 2 orang anak, Rajasa Al-fatih yang berumur 6 tahun dan Kanya Al-fatih yang hampir menginjak umur 2 tahun. P...