Minggu, pukul sembilan pagi. Karina masih terlelap damai di bawah selimut. Namun, perlahan tidur lelapnya terusik kala mendengar suara tawa di luar.
"Siapa sih berisik banget." Karina bangun dari tidurnya sembari mengaruk rambut asal. "Gak tahu ada orang kantuk apa," seru Karina jengkel. Ia kembali berbaring karena suara keributan di luar sudah tak terdengar.
Belum juga kembali terlelap suara itu terdengar lagi, kesal Karina turun dari Ranjang. Ia berjalan ke arah jendela yang terbuka lebar. Pasti ulah Mas Andra nih.
Pantas saja ia bisa mendengar jelas keributan di luar."Mbak Faya." Karina kaget melihat pemandangan di luar sana. Tepat di halaman rumah Andra, ada Faya dan lelaki itu yang sama-sama menggunakan pakaian olahraga. Asyik mengobrol dengan sesekali tertawa. "Ngapain pagi-pagi kemari?"
Sudah beberapa menit berlalu dan Karina masih tetap betah berdiri di sana memperhatikan interaksi keduanya yang terlihat sangat akrab. Tidak lama Karina menunduk membandingkan bentuk tubuhnya dengan bentuk tubuh Faya.
"Nasib kurang gizi," ucapnya sedih.
Gimana tidak kurang Gizi jika Karina memiliki tubuh yang mungil dan kurus, akibat stres dengan ujian kelulusan dan juga tes-tes masuk universitas. Sedangkan Faya memiliki tumbuh tinggi, langsing di dukung dengan kulit yang eksotis menambah kesan seksi.
Mengembuskan napas panjang Karina mulai berjalan menjauhi jendela dan masuk ke kamar mandi dengan pikiran ke mana-mana. "Aku harus keluar."Menyelesaikan urusan kamar mandi dengan cepat, Karina cepat-cepat keluar rumah.
"Mau ke mana?" Karina menghentikan langkah mendengar suara Andra. Ia menoleh dan mendapati lelaki itu sudah berdiri di pagar pembatas bersama Faya.
"Hai Karina. Selamat pagi," sapa Faya dengan senyum hangat.
"Pagi juga Mbak." Karina ikut tersenyum meski dalam hati ia sedang kesal melihat mereka berdua.
"Kamu mau ke mana?" Kembali Andra menanyakan hal yang sama membuat Karina bingung. Oke ia memang tak punya rencana mau ke mana pun.
Karina hanya ingin mengganggu kebersamaan Faya dan Andra. Namun, karna ia tak tahu harus bagaimana. Jadilah ia berpura-pura ingin pergi ke suatu tempat.
"Mau ke depan beli sarapan." Karina meringis, merutuk dalam hati. Alasan macam apa itu dan sejak kapan pula ia suka membeli sarapan di luar."Sejak kapan kamu sarapan di luar?" Andra mengerutkan kening sembari membuka pintu pembatas, yang di buat khusus untuk penghubung rumah Andra dan rumah Karina.
Karina mengaruk tengkuk salah tingkah. Apalagi kini Andra dan Faya sudah berada di depannya. "Bu Munah belum masak," ucap Karina asal, karna ia semakin dibuat bingung melihat tatapan tajam Andra yang seperti mesin pendeteksi kebohongan.
"Enggak mungkin," ucap Andra. "Ayo masuk tadi sebelum olahraga mas sudah pesan supaya di buatkan nasi goreng." Andra melangkah, sembari menggandeng tangan Karina.Dalam hati Karina bersorak gembira, karna rencananya berhasil mengusik Andra dan Faya.
"Kamu sekalian aja sarapan di sini, Fay." Tubuh Karina lemas seketika saat mendengar ajakan Andra. Apalagi Faya mengangguk dan mengikuti langkah mereka.
'Ini rumah Karin.' Karina ingin berteriak begitu pada Andra yang senaknya mengundang orang lain masuk dan makan bersama. Namun, apa mau di kata, semua fasilitas rumah ini dibiayai Andra. Memang sih uangnya dari toko mendiang sang Ayah, tapi yang mengurus semua usaha ayahnya itu Andra. Jika tidak ada lelaki itu mungkin usaha ayahnya sudah bangkrut dari jauh hari.
"Mbak Faya abis olahraga juga, ya?" Karina tahu dan sadar pertanyaan itu sudah sangat terlambat. Bayangkan saja mereka sudah selesai makan dan ia baru bertanya sekarang.
Akan tetapi ia kesal melihat Faya sedari tadi menguasai obrolan dengan Andra. Kapan gilirannya coba.
"Iya. Tadi kebetulan ketemu Andra di sana?" jawab Faya membuat Karina menganggukkan kepala.
Banyak orang memang yang memilih Olahraga di taman kompleks. Selain suasana taman yang asri, taman itu juga sangat luas.
"Mbak Faya dulu kuliah di Harvard, ya?" Kembali Karina bertanya saat melihat gelagat Faya dan Andra yang hendak memulai obrolan. Karina menyengir saat ditatap tajam oleh Andra. Sepertinya dengan berat hati ia harus menyingkir, karna Andra sudah mengetahui isi kepalanya.
Faya mengangguk. "Iya. Kenapa? kamu juga pingin kuliah ke sana?"
"Otak Karin, gak sampe Mbak kalau kuliah di sana," ucapnya dengan kekehan kecil. Karina memang tak terlalu pintar, apalagi dari zaman ke zaman ia lebih memilih bermain game atau menonton Drama Korea dari pada belajar.
Faya tertawa pelan mendengar ucapan Karina. "Belum dicoba. Kok udah bilang gitu," kata Faya setelah menghentikan kekehannya.
Karina menggeleng dengan tangan mengambil gelas yang berisi minuman dingin miliknya. Tidak lama setelah itu terdengar dering ponsel dari arah depan, ternyata milik Faya.Faya tersenyum sebelum mengangkat ponselnya. "Ya sayang. Ada apa?" Karina mengerutkan kening menatap Faya dengan terang-terangan. "Iya nanti Bunda ke sana."
Rasanya Karina ingin bersorak kegirangan saat mendengar ucapan Faya. Sayang, Bunda itu artinya Mbak Faya udah punya anak kan. Yess. Senyum Karina merekah lebar. Ia senang karena Faya bukan saingan cintanya.
"Siapa? Fira?" tanya Andra setelah Faya menutup sambungan. Faya mengangguk dan meminta izin pulang pada keduanya.
"Mbak Faya udah punya anak berapa Mas?" Inginnya bertanya langsung tentang status Faya. Namun, Karina tak mau membuat Andra curiga, jadi lebih ia memilih bertanya hal lain sebelum ke pertanyaan inti.
"Baru satu," jawab Andra berjalan mendekati Karina, setelah tadi ia sempat mengantar Faya ke depan.
"Udah umur berapa?"
"Kalau gak salah udah enam tahun gitu. Kenapa?" jawab dan tanya Andra dengan menatap curiga. Tatapan yang mampu membuat Karina tenang dan terguncang disaat bersamaan.
"Gak apa-apa." Karina tersenyum kecil membuat Andra mengacak pelan puncak kepalanya. "Mas mau ke mana?" tanya Karina lagi setelah Andra berhenti mengacak rambutnya dan terlihat hendak berjalan menjauh.
"Mandi."
"Abis mandi?" Andra mengangkat bahu tak tahu. "Jalan-jalan lagi sama Karin mau?" Karina menatap Andra dengan tatapan memelas. Mana tahu saja tatapannya berhasil membuat Andra luluh. Ia sudah kangen jalan-jalan bersama Andra, terakhir mereka jalan-jalan santai di hari libur itu tiga minggu yang lalu.
Andra tampak berpikir. Keningnya berkerut sebelum mengangguk dengan senyum tipis.
"Yeee. Makasih Mas ganteng," ucap Karina kegirangan, ia berjinjit memeluk leher Andra hingga membuat lelaki harus sedikit menunduk.Mengecup pipi Andra, wajah Karina merona setelah melepaskan diri. "Mandinya jangan lama-lama, ya Mas." Pesan Karina sebelum melarikan diri, kembali ke kamar untuk bersiap-siap.
Ah, Karina malu. Tetapi ia juga senang karena berhasil mencuri satu ciuman di pipi Andra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Husband
RomancePemerkosaan yang dialami Karina membuat hidupnya hancur dalam satu kedipan mata. Ia merasa ingin mati, hidupnya tak berarti lagi saat ada lelaki asing menodainya. Kini Karina merasa tak layak lagi untuk bahagia. Tetapi Andra, lelaki yang dicintainy...