Sembilan Belas

22.7K 1.1K 104
                                    

Karina berlari. Keringat dan air mata mengucur deras, membuat pandangannya memburam. Sesekali ia akan menoleh ke belakang, melihat sang pengejar yang semakin dekat.

"Tolong!" Karina berteriak. Berharap akan ada yang mendengar suara mengibanya. "Tolong!"

Namun, berapa kali pun Karina berteriak, tidak ada yang mendengar. Jalanan yang ia lewati sepi. Tak ada satu rumah pun yang menyalakan lampu. Semakin jauh ia berlari semakin sepi dan kusam daerah tempat tersebut.

"Mas Andra!" Karina memanggil sang pelindung sebelum tubuhnya di jatuhkan dari belakang.

"Tolong ... kumohon lepaskan aku!" Karina mencoba melarikan diri dari tubuh tinggi besar yang menimpa punggungnya.

Ada suara tawa berat di belakangnya membuat Karina bergidik ngeri. "Tolong ... Uppmmmmttt!" Karina berontak saat mulutnya di bekap dari belakang, air mata mengalir deras kala tubuhnya di balik.

Karina menangis kian histeris saat melihat lelaki tinggi besar sedang menimpa tubuhnya. Tangan dan Kaki mencoba mendorong dan menendang tubuh di atasnya. Namun, percuma saja, lelaki itu masih menjulang tinggi, besar dan kokoh. Tidak goyah sedikit pun. Lelaki itu malah tampak mengerikan saat tertawa.

Memukul tubuh di atasnya dengan tangan bergetar. Lelaki itu semakin tertawa melihat perlawanan percuma Karina. "Kau tak akan bisa lepas dariku Nona." Pandangan mata Karina buram, air mata mengalir semakin deras saat mendengar suara lelaki tersebut.

"Akh!" lelaki tersebut mengaduh saat Karina menggigit lengannya. Dia melepas dan mengibas tangannya yang sakit. "Jalang sialan!" Wajah Karina miring, setelah mendapat tamparan kuat.

Bibirnya robek, ia merasakan cairan darah dalam mulut "Lepaskan aku!" Karina berteriak dan kembali mendapat tamparan.

Rambutnya di tarik dengan kuat. "Kau tak akan aku lepaskan." Karina meringis menahan sakit. Ia semakin terisak saat sekali lagi mendapat tamparan. Lelaki itu sungguh tidak punya hati, dan perasaan. Dia begitu tega menghancurkan hidupnya.

""Jangan." Karina menggelengkan kepala, tatapannya memohon agar di bebaskan. Namun apa daya, lelaki di atasnya sudah gelap mata, menganggap Karina gadis yang bisa di pakai siapa saja.

Memejamkan mata, Karina tak kuasa melihat lelaki di atasnya. Aroma alkohol semakin tajam saat lelaki itu menunduk, mengendus lehernya.

Ya Allah, tolong.

Karina terisak. Tidak ada yang bisa di minta tolong lagi olehnya selain Allah yang ia percaya. Allah yang ia abaikan beberapa hari ini karna rasa kecewanya pada manusia. Karina menangis mengingat itu, begitu berharapnya ia dengan manusia, sampai-sampai begitu harapannya tak terkabul, ia marah dan memilih semakin menjauhkan diri dari penciptanya.

"Ja... ngan. Kumohon jangan," kata Karina kembali membuka mata, ia menggelengkan kepala dan mencoba membebaskan diri saat lelaki itu mencoba membuka bajunya. Karina memegang tangan lelaki tersebut dan berusaha kuat menyingkirkannya.

Sekali lagi Karina mendapat tamparan. Kali ini lebih sakit, ia bahkan tak sanggup mengangkat wajah.

"Jangan.. jangan, kumohon jangan lakukan!"

Srak...

"Tidak!" Karina berteriak dan menendang lelaki tersebut. Memeluk baju depanya yang berhasil di koyak. Ia mundur saat lelaki itu lengah. Karina berbalik ingin berlari. Namun, Terhenti saat kakinya di tarik dan lelaki tersebut kembali membaringkannya.

"Kau tak akan bisa kabur." Pipinya kembali merasakan rasa sakit. Setelahnya lelaki itu sibuk menarik celana panjang yang ia kenakan. Karina terus berteriak, ia tidak menyerah sama sekali. Terus berusaha melepaskan diri dari lelaki bejat yang sudah berhasil membuatnya tak berdaya.

"TOLONG!"

"JANGAN... KUMOHON!"

Karina berteriak. Matanya terpejam penuh ketakutan. Beberapa detik kemudian, ia merasakan tubuhnya di guncang oleh beberapa orang. Saat Karina membuka mata, cahaya lampu langsung menyerobot masuk ke dalam mata.

Dalam beberapa detik wajah Karina tampak kebingungan. Air mata mengalir deras saat sadar di mana ia sekarang berada. Karina menangis hebat saat beberapa wanita yang berpakaian seperti perawat mencoba menenangkannya.

Karina tahu ia sudah selamat. Tetapi percuma saja, di bagian tubuhnya masih menyisihkan rasa sakit dan ia tahu kejadian malam itu bukan sekedar mimpi. Karina semakin menangis saat satu perawat mengajaknya berbicara.

******

Wanita berparas cantik dengan tubuh tinggi dan kulit eksotis itu tengah berjalan di koridor rumah sakit saat beberapa perawat tampak berlari ke ujung ruangan. Faya, si wanita cantik itu tampak menyengit saat di lihatnya perawat tadi memasuki ruang sebelah dari kamar perawatan yang ia tuju.

Tadinya Faya ingin ikut melihat siapa wanita yang tengah berteriak itu, ia sedikit penasaran melihat orang-orang banyak mengintip. Tetapi orang yang ingin ia jenguk tak sabar memakan buah tangan yang ia bawa, lagi pula orang yang akan ia temui lebih penting dari siapa pun sekarang.

Faya memasuki ruangan dan tersenyum saat melihat lelaki itu tengah berbaring sembari mendengarkan ocehan putrinya.

"Hai... An. Ini pesananmu," kata Faya meletakan buah yang ia bawa ke pangkuan lelaki tersebut.

"Kupas dan suapi." Faya terkekeh geli bersama putrinya. Sejak berada di sini, lelaki itu memang semakin manja. "Makasih sayang."

Wajah Faya memerah saat lelaki yang di panggilnya An, mengatakan kata sayang tanpa malu di depan putri mereka.

"TOLONG!"

Suara teriakan di sebelah membuat Faya menghentikan aktivitasnya yang tengah mengupas buah Anggur. Faya melirik lelaki itu yang juga tengah melihat ke arahnya. Sedangkan putrinya terlihat semakin merapatkan diri ke tubuh lelaki tersebut. Tampak ketakutan.

"Aku akan keluar sebentar." Faya meletakan buah yang akan di kupasnya di atas meja. Lalu ia bergerak keluar.

"Mama jangan pergi?"

Putrinya merengek. Tetapi Faya terlanjur penasaran, ia seperti mengenali suara teriakan itu. "Mama pergi sebentar, mau liat kakak. Adek sama Ayah aja." Faya sedikit tersenyum saat mendengar ucapan lelaki tersebut.

Sampai di luar, ternyata lorong itu sudah ramai dengan berbagai kepala yang hendak melihat siapa gerangan wanita yang tengah berteriak itu.

Faya berjalan dan menepuk pundak seorang lelaki. Kala lelaki itu berbalik, Faya tersenyum sembari menunjuk ke depan. Balas tersenyum lelaki itu memberi celah untuk dilewati Faya.

Ia terus menggunakan senyum manis nan ramah untuk mendapatkan celah lebih dekat ke pintu. Ia licik? Tidak ia hanya pintar memanfaatkan senyuman memikat yang ia miliki.

Sampai di depan seorang perawat terlihat membuka pintu dari dalam, perawat itu tampak kaget melihat beberapa orang di hadapannya. "Maaf Pak / Bu, Kenapa semua ada di sini?"

"Ada apa Sus?" tanya satu dua orang yang membuat Perawat itu kewalahan. Melihat ada kesempatan Faya menyelinap masuk ke dalam. Ia melangkah pelan menuju ranjang. Begitu tahu siapa yang ada di ranjang tersebut, Faya berlari kecil dan menatap kaget Karina.

"Karina." Dua perawat yang mencoba menenangkan Karina berbalik dan tampak terkejut melihatnya.

"Anda kenal pasien ini?" Faya tak menggubris ucapan tersebut. Ia berbalik dan berlari, menabrak beberapa orang yang ada di depan pintu pun ia tak berhenti untuk meminta maaf. Membuka pintu tujuannya dengan tergesa.

"An... Karina di kamar sebelah," seru Faya dengan mata berkaca.






Tuh tanggung jawab Andra 😁

Best Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang