Hampir satu jam Karina menunggu, tapi Andra tak kunjung datang. Menghubungi lelaki itu juga tak di angkat-angkatnya. Sungguh ia merasa amat bosan menunggu seorang diri.
Menghela, ia kembali menempelkan ponsel ke telinga. "Mas Andra," geram Karina saat panggilannya kembali tak di angkat. Mengembuskan napas berat, ia mencoba sekali lagi menghubungi. Lama Karina menunggu, ia sempat mengira panggilannya tak akan di angkat lagi, tapi ternyata tebakannya salah.
"Mas udah di mana? Kok Karin tanggui gak nyampe-nyampe, sih! Kari udah capek, nih!" Karina mencerca Andra begitu panggilannya di angkat. "Mas! Katanya sudah dekat, kok belum sampai juga? Ini udah mau magrib loh! Karin enggak mau ya kemalaman di sini, takut. Perut Karin juga udah perih nih, minta di isi. "
"Mas!" Karina kembali memanggil Andra saat tak ada jawaban di seberang sana. Karin melihat layar ponselnya dengan kening berkerut. "Masih menyambung, kok," gumamnya.
"Halo. Mas Andra."
"Iya... Karin maaf. Kamu bisa pulang sendiri, kan? Mas minta maaf enggak bisa jemput kamu."
Karina terdiam mendengar ucapan Andra. Ia masih mencerna ucapan lelaki itu saat mendengar suara seorang wanita menangis serta suara lembut Andra mencoba merayu, menenangkan.
"Udah dong Fay, jangan nangis terus."
Tubuh Karina menegang saat mendengar Andra menyebut nama Fay, samar memang tapi Karina yakin Fay itu Faya. Karina menarik napas tertahan, tiba-tiba dadanya sesak. Ia masih terus mendengar rayuan Andra yang mencoba menenangkan Faya, tak terasa matanya memanas.
Kenapa suara Andra terdengar sangat lembut?
'Udah ya, Tenang.'
Karina membekap mulut menahan isakan. Tak sanggup mendengar nada merayu Andra, ia mematikan ponsel, tanpa pamit. Untuk apa pamit? Karna Andra juga tak akan peduli.
Setetes demi setetes air mata menuruni pipi. Menangkup kedua tangan di wajah, Karina menangis dengan sedihnya. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Hatinya sakit, tubuhnya bergetar menahan kecewa dan marah. Beberapa pasang mata menatap aneh ada juga teman yang mendatangi, untuk sekedar bertanya keadaannya. Namun, Karina diam. ia tak sanggup, untuk mengeluarkan suara.
Satu jam kemudian, saat langit sudah sepenuhnya gelap. Barulah Karina bangkit.
Ponselnya beberapa kali berbunyi, mungkin dari Ara dan Renata yang menanyakan keadaannya. Mereka berdua memang memutuskan pulang lebih dulu saat Andra mengabarinya sudah dalam perjalanan dan sebentar lagi sampai. Jika saja mereka berdua tahu Andra tak pernah datang menjemput, pasti mereka berdua tidak akan meninggalkannya sendiri.
Akan tetapi begini lebih baik, Karina membutuhkan waktu sendiri saat ini.
Menarik napas panjang, Karina mulai melangkah, mungkin Ia akan naik Taxi saja.
Meskipun di buat kecewa oleh Andra, keberuntungan masih berpihak pada Karina. Satu menit setelah berdiri di sisi jalan, ia langsung mendapatkan Taxi.
Karina naik sembari menyebut tempat tujuan. Lampu-lampu jalan tampak menyorot indah, berbeda dengan suasana hatinya yang semakin memburuk jika memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang di lakukan Andra bersama Faya.
"Kenapa dia menangis?" Tak sadar pertanyaan itu meluncur lirih dari mulut Karina.
Andai saja saat menunggu Andra menjemputnya tadi Karina tak mendapat informasi tentang status Faya yang singgel Mother mungkin ia tak akan segalau ini.
Menghembuskan napas panjang, Karina memilih memejamkan mata sampai Taxi berhenti di depan rumahnya. Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih Karina langsung keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Husband
RomancePemerkosaan yang dialami Karina membuat hidupnya hancur dalam satu kedipan mata. Ia merasa ingin mati, hidupnya tak berarti lagi saat ada lelaki asing menodainya. Kini Karina merasa tak layak lagi untuk bahagia. Tetapi Andra, lelaki yang dicintainy...