Delapan

23.1K 1.2K 11
                                    

Kencan sepuasnya, ya?

Andra ragu bisa melakukan itu. Sedangkan ia sudah mulai sibuk mengurusi perusahaan yang mulai di ambil ahli secara penuh. Tetapi ia juga tak ingin membuat Karina tambah kecewa jika mengatakan yang sebenarnya.

Menghela, ia terus berpikir sembari menepuk-nepuk punggung Karina yang terus berceloteh ria, tanpa mendengar dengan jelas apa saja yang dikatakan gadis itu.

"Jadi sekarang Mas bisa anter Karin ke kampus?"

"Tentu saja, ayo kita berangkat," ucap Andra begitu tersadar dari lamunan. Ia menggandeng tangan Karina, mengajaknya keluar rumah bersama.
Karina mengangguk dengan senyum lebar.

Menaiki mobil dengan senandung bahagia. Tidak lupa memberi kecupan di pipi, sebelum meninggalkan mobil Andra dan berlari memasuki arena kampus.

Karina masih tersenyum, lalu menggerutu dengan memasang wajah jengkel. Namun beberapa menit kemudian ia kembali tersenyum. Karina persis seperti orang yang tidak waras.

Banyak pasang mata yang menatapnya aneh, namun Karina tetap melakukan itu sampai tiba di kantin dan duduk tenang. Lagian dari zaman enggak enak sampai sekarang ia sudah menjadi pusat perhatian karna keanehannya. Jadi tak perlu lah rasa malu itu muncul.

"Kenapa kamu?" Karina menoleh dengan cengiran lebar. Ia bangun dan memeluk Ara beserta Renata. Tanpa memperdulikan tatapan aneh keduanya.

"Kyaaa... Mas Andra ngajakin aku kawin!" teriak Karina membuat semua orang yang berada di sekitar kantin terkesiap kaget dan menoleh menatap ke arah mereka dengan berbagai macam pandangan. "Aku diajak kawin!" Karina mengguncang tubuh Ara dan Renata yang mematung.

"Kalian kenapa sih?" Karina mengerutkan kening, bingung tak mendapat respons apa pun atas informasi yang baru saja ia bagikan. Padahal kan itu informasi sangat-sangat panas, tapi kenapa kedua sahabatnya ini diam saja. "Gak senang sahabat kalian diajak Ka-" ucapan Karina tertahan saat Ara membekap mulutnya.

"Maksud kamu nikah?" Renata berteriak dengan cengengesan tak jelas. Matanya melirik ke sana sini.
Karina mengerutkan kening bingung melihat kedua sahabatnya yang terlihat panik.

"Iya nikah. Mas Andra ngajakin aku nikah." Karina kembali menjelaskan setelah Ara melepaskan mulutnya. "Kenapa?" Karina berbisik saat melihat Renata dan Ara saling melirik sebelum menarik napas lega.

Renata menggeleng pelan dengan senyum seperti biasa. "Enggak ada," ucapnya ceria. "Jadi kapan kamu sama Pak Andra, si cinta sejati kamu itu nikah?"

"Cieee... akhirnya diajak nikah nih," ucap Ara menggoda Karina.

"Kamu kan masih muda, kenapa mau aja diajak nikah?" tanya Renata.

Karina menarik napas panjang dan kembali menghempaskan tubuhnya ke kursi. "Kalau bisa secepatnya. Tapi sayang Mas Andra maunya nanti saat aku udah lulus," keluh Karina dengan wajah sedih. "Aku udah tunggu Mas Andra dari zaman batu, masa mau aku tolak sih, waktu ada kesempatan emas gini."

"Iya juga, sih. Kami ikut senang Pak Andra mau nikahi sahabat kita yang jomlo ini," ucap Ara membuat Karina dan Renata menatap ke arahnya garang.

Ara menaikkan alis melihat tatapan ke duanya yang tak bersahabat. Ia semakin bingung saat melihat Renata tertawa aneh bersama Karina.
"Kamu enggak sadar, ya? Sekarang kamu sendiri yang jomblo," ucap Renata membuat tawa Karina pecah. Apalagi saat melihat wajah Ara yang memberengut.

Karina dan Renata terus menertawakan Ara, hingga membuat Ara semakin kesal. Mereka tak menyadari ada sepasang mata tajam yang memicing menatap ke arah mereka bertiga. Tidak lama kemudian orang itu tersenyum dengan mengangguk-anggukkan kepala dan pergi dari tempat persembunyiannya.

"Karin, kamu harus hati-hati ya. Bukan kamu aja sih, tapi kita semua." Tiba-tiba Renata menghentikan tawa dan mengatakan hal yang membuat Karina curiga. Apalagi saat melihat Ara mengangguk menyetujui, membuat Karina semakin curiga dan sedikit takut.

Karina menoleh ke arah lain sebelum kembali menatap Renata. "Ada apa?" Ia menatap Renata dan Ara bergantian dengan wajah penasaran.

Ara berdehem sembari mengaruk tengku salah tingkah. "Gini, aku enggak tahu ini benar atau gak. Tapi beberapa hari ini aku sempat dengar dari teman cewek di kelas, mereka pada ngomong in pak Fajar. Aku juga gak tahu siapa pak Fajar. Soalnya ada yang bilang dia lagi cuti. Yang pasti orangnya tinggi besar, pakai kacamata dan rambutnya selalu di minyaki dengan berlebihan."

Karina mengerutkan kening bingung mendengar ucapan Ara. Ia tak paham dan tak mengerti apa hubungannya semua ini dengan Pak Fajar itu. Melirik Renata, hanya diberi anggukan untuk mendengarkan lanjutan ucapan Ara.

"Katanya dia itu hyaper sex." Karina memekik mendengar bisikan Ara.

"Sttt diam." Karina mengangguk, tangannya di gunakan untuk menutup mulut agar tak mengeluarkan suara lagi. Kepala Karina ikut menoleh ke sana sini saat melihat Ara dan Renata melihat sekitar.

Lalu Ara kembali melanjutkan ucapannya saat orang-orang di sekitar mereka sudah kembali menekuni kegiatan masing-masing. "Pak Fajar-Fajar itu katanya suka mengerjai anak sini."

"Kenapa gak di laporin?" tanya Karina pada kedua sahabatnya. Ia menyengit tak suka saat keduanya menggeleng secara bersamaan.

"Bukanya gak mau di laporin, tapi berita ini masih simpang siur. Dan juga kalau memang pelakunya pak Fajar, dia kerjanya rapi. Belum pernah meninggalkan jejak pada semua orang yang dia kerjai."

"Lalu mereka tahu dari mana kalau yang mengerjai pak Fajar?" tanya Karina bingung.

"Aku enggak tahu tapi kita harus hati-hati aja. Jangan sampai salah satu di antara kita di kerjai pak Fajar," kata Ara.

Karina menyengit takut. Dalam benaknya terbayang wajah-wajah menyeramkan yang pernah ia lihat atau yang ada dalam angannya. Apa mungkin seseram orang yang mengejarnya tempo hari. Mengingat itu Karina semakin mengedik ngeri.

"Dan saat aku tutup mulut kamu tadi, aku dan Renata sempat liat ciri-ciri yang kayak Pak Fajar itu."

"Ihh... katanya dia cuti. Kalian jangan takuti deh." Karina memukul lengan Ara pelan. Belum hilang ketakutannya yang kemarin, dan sekarang ia semakin di buat takut lagi.

Ara menggerutu. "Aku juga. Tetapi sekarang kita cuman bisa berharap itu hanya gosip supaya anak baru takut." Ia pikir jika berita itu di buat untuk menakuti-takuti anak baru, gosip itu sukses karna ia, kedua sahabatnya dan anak-anak lain yang berjenis kelamin perempuan ketakutan. "Tapi yang penting kita harus tetap hati-hati."

"Dan jangan sampai kemalaman di sini sendirian?" Karina menambahkan hal-hal yang harus mereka lakukan saat situasi sedang tak menentu begini. Kedua sahabatnya mengangguk setuju.

Drttt... drt...

"Setan." Karina mengumpat, membuat Ara dan Renata tertawa. karina menggerutu, tangannya mengelus jantung yang berdebar, sembari memperhatikan Renata yang mengambil ponsel hitam miliknya.

"Kenzo mulu."

Renata tertawa pelan mendengar sindiran Ara. Mau bagaimana lagi ia memiliki pacar yang harus diperhatikan supaya tidak di tikung gadis lain.

"Sorry aku bukan jomlo kayak kamu," ucapnya mengangkat tangan menghindar dari pukulan maut Ara.





Best Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang