Tiga, Lima! | 5 | Demam

12.4K 953 26
                                    

Baby-nya aku:*Yang kemaren nyariin, mana suaranya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baby-nya aku:*
Yang kemaren nyariin, mana suaranya?




Sudah merupakan rahasia umum, jika anak kembar itu, memiliki ikatan batin, yang kuat. Iya, benar.

Aksa demam tinggi, semalam. Sudah mulai mereda, pagi ini. Namun, Alden malah menyusul, dengan demam tinggi pula. Membuat Nadhira jadi pusing sendiri, karena kedua putranya demam, secara bersamaan.

Memang tidak aneh, sih. Tapi, yang membuat aneh kali ini, adalah si bungsu--Arsen--yang sayangnya ikut-ikutan demam. Untung saja, hanya demam biasa, disertai batuk. Tidak seperti dua kakak kembarnya.

Kalau Aksa dan Alden sakit secara bersamaan, itu adalah hal wajar. Pasalnya, mereka memang kembar. Sementara Arsen, yang jelas-jelas bukan saudara kembar keduanya, kenapa harus ikut-ikutan demam juga?

"Mungkin karena mereka kebanyakan makan es krim, kemarin," ujar Devan, sembari menggendong Aksa dan Alden, di sisi kanan dan kirinya. Sebab, keduanya rewel, jika lepas dari pelukan ayah mereka itu. Jangan tanya, bagaimana cara Devan menggendong kedua putranya itu. Yang jelas, keduanya kompak merebahkan kepala mereka, pada bahu sang ayah.

Nadhira menghela napasnya pelan, sementara tangannya, masih sibuk menepuk pelan, bokong Arsen, yang berada dalam gendongannya. "Kamu sih, suka bandel!" gerutunya. "Kalo anak-anak minta yang aneh-aneh tuh, jangan diturutin semua, dong!"

Bukannya merasa bersalah, Devan malah terkekeh-kekeh. "Habisnya kasihan, kalo enggak diturutin," katanya. "Lagian, enggak setiap hari kok, mintanya."

Memiliki suami seperti Devan, memang harus punya kesabaran yang besar. Ada saja jawaban darinya, yang susah dibalas. Intinya, menyebalkan!

"Anak-anak udah tidur, tuh," ujar Nadhira. "Sini, baringin. Kamu capek, mending mandi dulu, sana."

Devan menggeleng pelan, sembari mengecup dahi Aksa dan Alden bergantian. "Nanti aja. Lagian, mereka pasti rewel kalo ditinggal."

"Maksud aku, kamu mandi dulu, nanti gantian. Emangnya gak pegel, gendong si kembar dari tadi?" Perlahan, ia meletakkan Arsen ke atas tempat tidur, sembari terus menepuk-nepuk bokongnya perlahan.
"Ya udah." Devan kemudian memilih meletakkan si kembar, dengan hati-hati ke atas tempat tidur, dengan bantuan Nadhira.

Awalnya, trio bocah gembul, dengan plester demam di dahi masing-masing itu, sempat bergerak tak nyaman. Sedikit merengek. Tapi kembali diam, setelah ditepuk-tepuk bokongnya, bergantian.

"Udah, sana mandi dulu!" suruh Nadhira, sedikit berbisik. "Nanti, pesan makanan ajalah, Mas."

Devan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mau makan apa? Biar aku peseninnya sekarang."

"Apa aja, yang penting kenyang."

Saat Devan mulai sibuk mengutak-atik ponselnya, untuk memesan makanan, suara istrinya itu, kembali terdengar. Membuat Devan menoleh, seraya bergumam pelan.

"Tolong ambilin air panas di dispenser. Sama sekalian, susunya anak-anak habis. Stoknya ada di lemari dapur." Devan mengangguk mengerti.

"Aku ke bawah dulu," katanya, sebelum menghilang dari balik pintu.

Beginilah rutinitas keduanya, saat anak-anak kesayangan mereka, demam secara berjamaah.

Devan bahkan tidak bisa pergi ke kantor, dan memilih berdiam di rumah, mengasuh ketiga putranya. Lagi pula, namanya juga anak-anak. Pasti rewel, kalau sedang demam.

Nadhira kemudian mengambil handuk kecil, dari lemari, juga sebuah mangkok stainless kecil, yang diisi air, dari kamar mandi. Ia memutuskan untuk mengelap tubuh ketiga putranya yang penuh keringat itu, agar lebih nyaman.

Tak lama, Devan kembali sembari membawa apa yang dipesankan istrinya. "Ini aku taruh di nakas aja, ya?" ujar Devan, sembari meletakkan stoples susu bubuk yang baru saja ia isi ulang, juga termos air ke atas nakas setelah sang istri mengangguk.

Melihat istrinya itu sibuk dengan handuk dan baskom di tangannya, Devan kemudian bertanya, "Kamu mau ngapain, Ma?"

"Mau ngelap badan anak-anak," jawabnya. "kasihan itu, pada keringetan."

Sembari membuka kaos putih yang ia kenakan, dan melemparnya ke keranjang baju kotor, ia bertanya lagi. "Memangnya mereka gak bakal bangun?"

Nadhira menggeleng. "Enggak tau juga, sih," jawabnya. "tapi ya, gak apa-apa. Kasihan, keringetan begini."

Devan mengangguk-angguk, lantas meraih handuk yang tersampir di pintu kamar mandi. "Aku mandi dulu. Cepet, deh. Gak lama-lama."

"Iya, awas aja kalo lama."

Setelahnya, Devan melenggang masuk ke dalam kamar mandi, sementara Nadhira, mulai mengusap tubuh ketiga putranya secara bergantian. Sesekali, mereka akan merengek karena kaget. Sensasi dingin dari handuk basah, berhasil mengusik tidur mereka. Untungnya, dengan cepat Nadhira menepuk-nepuk bokong ketiganya bergantian.

Tak butuh waktu lama, Devan bahkan sudah selesai mandi. Membuat Nadhira yang belum selesai mengelap tubuh ketiga putranya menatap sang suami dengan heran.

"Kamu kok mandinya cepet banget sih, Yah?" tanya Nadhira, saat melihat suaminya kini tengah memilih pakaian dari dalam lemari, sementara tubuhnya hanya berbalut handuk dari perut, hingga lutut.

Devan menarik salah satu kaos polo miliknya, dan memakainya dengan cepat. "Tadi disuruh cepet-cepet," katanya.

Nadhira tertawa pelan, "Kamu mandi bebek nih, pasti!"

Bapak tiga anak itu, menampilkan smirknya. Ia kemudian menghadapkan tubuhnya, ke arah sang istri, yang tengah memerah handuk basah, agar lebih kering. "Kode ya, mau cium bau tubuh aku?" tanya Devan, sembari menaik-turunkan alisnya yang tebal itu. "Sini-sini, aku peluk! Udah wangi lho ini, Beb."

Nadhira hanya berdecak, menanggapi ucapan suami anehnya itu. "Kamu turun dulu, deh. Takutnya mas-mas kurir makanannya dateng, kitanya gak sadar," suruh wanita itu. Ia kini nampak membenahi posisi tidur ketiga putranya yang terlihat sudah sedikit lebih segar, tubuhnya.

Devan menatap istrinya itu, dengan wajah cemberut dibuat-buat. "Oh, jadi gitu ya, sekarang? Kamu lebih perhatian sama mas-mas kurirnya daripada aku?"

Bukannya kaget atau bagaimana mendengar respons suaminya itu, Nadhira malah tertawa. Ia tahu, suaminya itu hanya bercanda. "Ngaco deh kamu, Mas!" katanya. Ia berusaha mengontrol tawanya sekarang. Takut mengganggu tidur ketiga putranya.

Devan masih saja memasang wajah cemberut. Membuat Nadhira gemas, ingin memelintir bibir seksi suaminya itu, lalu dikantongi.

"Kamu gak mau turun ke bawah, nih, serius?" tanya Nadhira. "Ya udah, kalau gitu biar—"

"Iya-iya, aku turun!"

Setelahnya, Nadhira tertawa terbahak-bahak, melihat kelakuan aneh suaminya, yang berjalan keluar dengan kaki yang dihentak-hentakkan ke lantai. Persis seperti anak kecil. Harusnya, Devan itu jadi aktor saja. Aktingnya benar-benar keren, dan patut dihadiahi oscar. Serius. Alhasil, tawa wanita itu, membuat ketiga putranya merengek bergantian. Huh. Untung saja, suaminya tidak ada di sini. Kalau ada, bisa-bisa dirinya ditertawai balik, karena sudah mengejeknya.

Nadhira menepuk-nepuk bokong ketiganya bergantian. "Shhhh, maaf ya, anak-anak gantengnya mama ... sshh."

Untung saja, tiga putra tampannya itu hanya merengek. Tidak sampai terbangun. Kalau sampai bangun, haduh, pasti akan sulit lagi menidurkan mereka.

▶▶▶
180220
22.03.20

✔Tiga, Lima! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang